Pages

Senin, 18 Desember 2017

SANGARNYA PENOLAKAN TERHADAP TRANSPORTASI ONLINE DI BALI

Penolakan terhadap transportasi daring atau online yang marak di seluruh Indonesia, dan memuncak pada 2016 silam kala transportasi jenis ini diberhentikan sementara oleh Kemenhub rupanya masih berlangsung. Terutama di Bali.

Di Pulau Seribu Pura atau Pulau Dewata ini, penolakan bisa terjadi melebihi dari yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Apalagi penolakan itu juga merembet ke tempat-tempat tertentu seperti hotel dan pariwisata.

Hasil gambar untuk poster penolakan blue bird di bali
Baliberkarya.com
Penyebabnya adalah kehadiran transportasi online secara tidak langsung mengancam keberadaan transportasi tempatan seperti taksi. Karena itulah, beberapa pengelola tempat wisata bekerja sama dengan pengelola transportasi lokal membuat sebuah peraturan bahwa transportasi online hanya diperbolehkan mengantar penumpang, dan tidak diperbolehkan menjemput.

Uniknya, dalam larangan tersebut taksi konvensional ternama seperti Blue Bird juga masuk daftar larangan. Ini tidak seperti di Jakarta dan sekitarnya, yaitu Blue Bird malah yang paling getol melarang keberadaan transportasi online, dengan didukung organda. Pada intinya larangan itu berupaya mengajak masyarakat yang berada di tempat-tempat tertentu untuk menggunakan transportasi lokal.


Di Bali ada beberapa tempat yang terlihat begitu keras terhadap eksistensi transportasi online. Salah satunya di Tabanan. Di salah satu kabupaten di Bali ini terdapat objek wisata terkenal, yaitu Pura Tanah Lot. Pura yang terletak di atas karang laut yang menyembul ini memang menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Ketika diabadikan dalam kamera pun keindahan itu akan semakin terasa apalagi pemandangan diambil di waktu matahari terbenam.

Namun, di balik keindahan dan kemahsyuran itu, tentu ada hal tak mengenakkan bagi mereka yang bepergian ke objek wisata itu dengan menggunakan transportasi online. Seperti sudah disebutkan di atas, Tabanan adalah salah satu wilayah yang keras dan hanya memperbolehkan transportasi online untuk mengantar penumpang.

Hal demikian sebenarnya sudah diutarakan oleh salah satu sopir online yang mengantar penulis ke Tanah Lot pada Selasa, 12 Desember lalu. Akan tetapi, karena belum begitu percaya, penulis tidak begitu memedulikan. Benar saja ketika hendak pulang dari Tanah Lot, penulis mengalami hal yang demikian. Ketika hendak menuju ke tempat pemberhentian transportasi online yang disepakati, tanpa disadari penulis diikuti pemotor yang merupakan intel transportasi lokal. Dia melarang penulis menggunakan transportasi online. Namun, penulis tak hiraukan.

Pada akhirnya penulis bisa menggunakan transportasi online setelah berjalan 2 kilometer di siang terik menuju ke tempat lain yang disepakati, dan si pemotor itu tidak lagi mengikuti. Rupa-rupanya penolakan terhadap transportasi online di Bali lebih dahsyat daripada di Jakarta. Apalagi penulis mendapat cerita ada yang mobilnya dibakar. Sungguh mengerikan.


Selasa, 07 November 2017

Transkontinental dalam Sepak Bola

Istilah transbenua atau transkontinental adalah untuk menunjuk suatu subjek yang melampaui keluar benua. Di geografi biasanya ini berkenaan dengan sebuah negara yang terletak di dua benua, baik melalui daratan atau lautan. Sedangkan di politik, sosial, dan ekonomi berkaitan dengan cara pandang negara yang bersangkutan. Selain itu, istilah ini juga berlaku di dalam dunia olahraga, terutama sepak bola.
Hasil gambar untuk turkey national football team
Turkey Homes


Jamak diketahui dalam sepak bola dunia ada tim-tim transkontinental, yaitu tim-tim yang seharusnya bergabung dalam organisasi benuanya seturut letak geografis tetapi malah bergabung dengan organisasi benua lain. Enam konfederasi sepak bola anggota FIFA, yaitu UEFA (Eropa), AFC (Asia), CAF (Afrika), OFC (Oseania), Conmebol (Amerika Selatan), dan Concacaf (Amerika Utara, Tengah, dan Karibia) mempunyai anggota yang transkontinental. Dan hal itu kebanyakan terjadi di UEFA. Di badan sepak bola yang berdiri pada 1954 ini dari 55 anggota, 8 merupakan negara transkontinental. Delapan negara ini secara geografis terletak di Asia. Mereka adalah Turki, Rusia, Azerbaijan, Georgia, Armenia, Kazakhstan, Siprus, dan Israel. Alasan negara-negara ini bergabung adalah orientasi yang lebih ke Eropa daripada Asia yang meliputi ekonomi, sosial, politik, dan sejarah. Berkompetisi di Eropa dianggap lebih menguntungkan daripada di Asia. Itulah yang dilakukan oleh Kazakhstan yang bergabung dengan UEFA pada 2002. Sedangkan bergabungnya Israel ke UEFA lebih dikarenakan faktor politik di Timur Tengah.

Hasil gambar untuk Australia national football team 2017
Iran Sport Press


Di AFC, dari 47 anggotanya, 3 di antaranya merupakan negara benua dan oseania, yaitu Australia, Guam,  dan Kepulauan Mariana Utara. Ketiga negara ini sebelumnya merupakan anggota OFC namun memilih bergabung dengan AFC karena ingin menaikkan level permainan atau untuk mudah lolos ke Piala Dunia. Inilah yang dilakukan Australia pada 2006, yang setelah sembilan tahun bergabung berhasil menjadi raja Asia dengan menjuarai Piala Asia 2015. Sedangkan Guam dan Kepulauan Mariana Utara lebih karena ingin meningkatkan level permainan dengan bersaing melawan negara-negara Asia utama seperti Jepang dan Iran.
Hasil gambar untuk Egypt national football team 2017
Al Bawaba


Untuk CAF, Mesir yang bisa dibilang merupakan negara transkontinental karena wilayahnya ada yang masuk di Asia. Budaya Mesir yang identik dengan Arab sebenarnya memungkinkan negara ini berkompetisi di AFC, dan melawan negara-negara Arab di Asia Barat. Akan tetapi, Mesir lebih memilih Benua Hitam mengingat secara historis mereka awalnya merupakan penguasa di Afrika melalui peradaban-peradabannya. Lagipula Mesir juga jawara Piala Afrika dengan mengoleksi gelar terbanyak yaitu 7 kali.

Yang paling unik justru terjadi di benua Amerika yang dalam dunia sepak bola terbagi menjadi dua, yaitu Amerika Utara, Tengah, dan Karibia serta Amerika Selatan. Nama pertama yang diwakili Concacaf mempunyai anggota sebanyak 41 sedangkan nama kedua yang diwakili Conmebol mempunyai anggota hanya 10. Nah, dari 41 anggota Concacaf, 3 di antaranya merupakan negara yang terletak di Amerika Selatan. Seharusnya ketiganya masuk Conmebol namun akhirnya lebih memilih Concacaf karena faktor budaya. Negara anggota Conmebol kebanyakan berbudaya Latin yang berakar dari Spanyol dan Portugis sedangkan tiga negara itu berbudaya anglo, dan lebih cocok ke Concacaf, yang juga meliputi wilayah-wilayah Karibia yang berbudaya sama.

Bagaimana dengan prestasi? Sejauh ini hanya Turki negara transkontinental satu-satunya yang mampu membuat prestasi dengan menjadi juara tiga Piala Dunia pada 2002 di Korea dan Jepang. Yang lain malah hanya menjadi kuda hitam atau penggembira.


Sabtu, 02 September 2017

Siprus: Negara UE di Asia

Satu-satunya negara Uni Eropa di Asia. Faktor sejarah dan budaya membuat Siprus lebih Eropa daripada letak geografisnya.
---------------------------------------------------------
Apa yang ada di pikiran Anda kala mendengar kata Uni Eropa? Tentu dengan mudah Anda akan mengatakan itu adalah sebuah organisasi negara-negara di Eropa. Organisasi yang boleh dibilang sebagai front-nya Benua Biru dalam berbagai bidang termasuk ekonomi dan HAM. Organisasi yang kerap mempromosikan perdamaian dunia sebagai akibat dari trauma dua perang dunia yang pernah melanda Eropa, dan organisasi yang juga sering mempromosikan multukulturalisme yang melanda Eropa selepas Perang Dunia Kedua.
Flag of Cyprus
wikipedia

Tentu sebagai organisasi negara-negara di Eropa, itu berarti anggota Uni Eropa seharusnya negara-negara yang secara geografis ada di situ. Akan tetapi, dari 27 negara anggotanya ---minus Inggris yang telah mengajukan pemisahan melalui Brexit--- ada satu negara anggota UE yang secara geografis tidak terletak di Eropa, tetapi di Asia. Negara itu adalah Siprus.

Siprus adalah sebuah negara berbentuk pulau yang terletak di Laut Tengah atau Mediterania. Negara ini bersempadan laut dengan negara-negara Timur Tengah seperti Turki di utara, Lebanon, Suriah, dan Israel di timur laut, dan Mesir di Selatan. Letak Siprus inilah yang menjadikannya sebagai negara di Asia, terutama Asia Barat. Akan tetapi, letak ini juga mendapat pengecualian ketika Siprus mengajukan diri sebagai salah satu negara anggota UE. Padahal, syarat untuk menjadi anggota UE adalah negara yang bersangkutan secara geografis harus berada di Eropa. Namun, rupanya UE juga melihat faktor lain terhadap Siprus. Yaitu, identitas budaya dan sejarahnya.
Location of Cyprus (pictured lower right), showing the Republic of Cyprus in darker green and the self-declared republic of Northern Cyprus in brighter green, with the rest of the European Union shown in faded green
wikipedia

Apabila melihat identitas budaya, dan sejarahnya, sesungguhnya Siprus adalah negara 'Eropa'. Mengapa? Karena mayoritas penduduk Siprus adalah Yunani, dan minoritas adalah Turki. Yunani sendiri sudah mencerminkan keeropaan Siprus, dan tentu saja identitas demikian menjadikan Siprus berbeda dari negara-negara tetangganya yang berbudaya Timur Tengah, dan kerap dilanda konflik sektarian. Dalam hal ekonomi pun Siprus juga merupakan negara dengan pendapatan di per kapita atas rata-rata sebesar US$ 34.970. Tentu saja pendapatan sebesar itu kebanyakan didapat dari sektor pariwisata. Agama mayoritas rakyat di negara ini adalah Kristen Ortodoks yang juga berasal dari Eropa, tepatnya dari masa Byzantium.

Lalu mengenai sejarahnya pun Siprus tidak bisa dilepaskan dari Yunani. Di masa lalu Siprus adalah salah satu koloni Yunani di Asia selain koloni lain di Eropa. Adanya koloni disebabkan kebiasaan bahari orang-orang Yunani. Di sinilah kemudian orang-orang itu tinggal dan menetap lalu membentuk kebudayaan Yunani di Siprus. Dalam sejarahnya pula, Siprus beberapa kali diduduki berbagai bangsa mulai dari Persia, Romawi, Byzantium, Turki, Prancis, dan Inggris. Letak strategis negara ini yang menjadi alasan bangsa-bangsa yang disebutkan tadi menduduki dan menjadikan Siprus sebagai salah satu wilayah mereka.

reuters
Ketika Siprus merdeka dari Inggris pada 1960, permasalahan mulai melanda. Permasalahan itu dimulai dari komposisi siprus yang didiami bukan hanya orang-orang Yunani, melainkan juga Turki. Ketika masih di bawah kekuasaan Inggris, mayoritas orang Siprus beretnis Yunani menginginkan penyatuan dengan Yunani karena alasan sejarah dan budaya melalui gerakan Enosis. Akan tetapi hal itu sebaliknya dipertentangkan minoritas Turki yang berada di sebelah utara negara ini. Mungkin hal itu yang menjadi pertimbangan Uskup Makarios III, presiden pertama negara ini ketika ia lebih memilih kemerdekaan daripada penyatuan dengan Yunani. Hal inilah yang menyebabkan sang uskup dikudeta oleh militer pada 1974. Militer yang di dalamnya terdapat kelompok garis keras EOKA-B pimpinan Jenderal Georgios Divas-Digenis menginginkan Enosis dihidupkan kembali. Apalagi kudeta tersebut didukung Yunani. Tentu saja hal ini berakibat pada terganggu dan terusirnya minoritas Turki di Siprus sehingga mengundang amarah Turki yang kemudian melancarkan invasi ke negara itu. Keadaan ini selanjutnya memisahkan Siprus menjadi dua bagian. Bagian utara dikuasai Turki yang kemudian mendirikan dan mengakui Republik Siprus Utara, sedangkan selatan dikuasai Yunani. Batas kedua negara adalah ibu kota Siprus, Nikosia, yang terbagi dua, dan di dalamnya terdapat garis penyangga PBB. Hal ini berlaku hingga sekarang.

Namun yang diakui dunia internasional hanyalah Siprus Selatan. Siprus Utara hanya Turki. Dengan demikian yang menjadi anggota UE adalah Siprus Selatan atau Siprus Yunani sejak 2004. Masuknya Siprus menjadi anggota UE merupakan batu sandungan bagi Turki untuk menjadi negara anggota UE. Negara transbenua ini sebenarnya sudah lama menginginkan menjadi bagian UE. Untuk menjadi anggota UE pun Turki pun mengeropakan dirinya selepas merdeka pada 1923. Beberapa hal yang dianggap menghambat dan membuat keterbalakangan seperti hukum-hukum Islam dan tulisan Arab dihilangkan. Sekulerisasi ala Eropa pun dihidupkan. Namun hal itu belumlah cukup bagi Turki untuk bisa masuk UE. Selain faktor Islam yang masih kuat walaupun sekuler, faktor Siprus juga menjadi pengganjal. Alasannya, Turki tidak mau mengakui Siprus Yunani. Padahal itu adalah syarat menjadi anggota UE. Akibatnya, permintaan keanggotaan Turki ditangguhkan hingga hari ini.

Jika melihat keadaan di atas, dapat disimpulkan bisa masuknya Siprus ke UE dikarenakan faktor identitas budaya dan sejarah, serta orientasi. Apalagi ketika hendak masuk pun ekonomi Siprus cukup stabil. Namun jika melihat keadaan sekarang malah sebaliknya. Ekonomi negara itu sedang tidak stabil akibat keadaan UE yang sedang genting mulai dari kasus Yunani hingga Brexit sementara di utara malah sedang menikmati kejayaan ekonomi.


Selasa, 06 Juni 2017

Keluarga Bahasa Roman-Latin

Belakangan ini saya sedang giat-giatnya mempelajari salah satu bahasa dari rumpun bahasa Roman-Latin, Portugis. Entah angin apa yang menyuruh saya untuk belajar bahasa yang boleh dibilang sama dengan Spanyol, tetapi ternyata berbeda dalam pengucapan. Mengingat juga saya tidak sempat untuk belajar secara manual melalui kursus, saya putuskan saja belajar melalui daring. Ternyata ada banyak sekali bahasa Portugis berseliweran di dunia maya. Dari situ saya belajar satu per satu kata-kata, ucapan, dan beberapa kalimat. Tak lupa juga saya selalu menyertakan Google Translate dan buku manual percakapan Portugis. 

Oke, setelah saya belajar bahasa Portugis secara online selama satu minggu lebih, saya simpulkan ada banyak perbedaan antara Portugis dan tetangganya, Spanyol, terutama dalam pengucapan. Pengucapan dalam bahasa Portugis ternyata mirip dengan bahasa Prancis yang lebih suka berdengung, huruf O diucapkan U, E diucapkan I, dan D diucapkan DJ apabila itu di bahasa Portugis Brasil. Untuk berdengung seperti kata berikut: bem yang diucapkan beyng atau campeaõ yang diucapkan kampeaong (di Spanyol untuk kata ini berakhiran -on, jadinya campeon). Sedangkan perubahan ucapan huruf seperti kata bento menjadi bentu, Felipe menjadi Filipi, dan di Brasil de nada menjadi dje nada. Untuk di Portugal tetap de nada dengan penekanan di d.

Selain itu, ya saya sudah hafal beberapa kosakata Portugis dan beberapa kalimat. Memang kelihatannya susah ya bahasa Portugis itu tetapi akan mudah dipahami apabila pernah mempelajari salah satu bahasa rumpun Roman-Latin lainnya, Prancis. Ya, untuk bahasa Prancis saya pernah mempelajarinya semasa kuliah selama satu semester. Di situ saya merasa bahasa Prancis sulit sekali karena banyak menggunakan kata pengganti orang. Ini juga yang terjadi pada Portugis. Tetapi sekali lagi karena sudah pernah mempelajari bahasa Roman-Latin lainnya semua akan begitu mudah sebab ada persamaan yang dipunyai.

Nah, ngomong-ngomong tentang kelurga bahasa Roman-Latin, ternyata hal tersebut menarik minat saya untuk berupaya belajar juga bahasa Latin yang lain seperti Italia, Spanyol, dan juga Rumania. Saya merasa terpesona dengan bahasa-bahasa dari rumpun ini yang kelihatannya indah jika dituturkan. Untuk Italia dan Spanyol sebenarnya saya sudah tidak asing dengan kedua bahasa ini karena sepak bola. Ya, sepak bola. Jujur melalui sepak bola saya belajar juga mengenai kedua bahasa ini. Beberapa kata Italia dan Spanyol lantas saya lihat dan saya hafalkan seperti scudetto, ammonito, espulso, allenattore, tifosi, giocatori, dan portiere. Sedangkan Spanyol seperti jugador, entrenador, tarjeta amarilla, estadio, dan los blancos. Saya ucapkan terima kasih kepada para stasiun televisi yang menyiarkan Serie A dan La Liga. Viva!

Akan tetapi sebatas itu saja. Untuk pengucapan pun juga masih ke-inggris-inggrisan. Ini suatu hal yang lazim ditemukan pada orang-orang yang menganggap sesuatu di luar bahasa Inggris harus diucapkan seperti bahasa Inggris. Misal kata carréfour yang diucapkan kerfur. Padahal dalam tata ucap Prancis itu diucapkan karefur. Malah mungkin ada yang mengucapkannya kerfaur biar menunjukkan itu Inggris. Nah, saya juga begitu. Itu jauh sebelum saya mempelajari bahasa Belanda, yang menjadi studi saya selama lima tahun di UI. Bahasa Belanda pun juga saya ucapkan seperti bahasa Inggris. Tetapi ketika mempelajarinya saya menyadari dan memahami bahwa setiap bahasa mempunyai pengucapan yang berbeda. Itulah yang saya terapkan ketika mempelajari bahasa Prancis dan Jerman.

Untuk Italia dan Spanyol jelas saya mempelajari ucapan lewat lisan di televisi atau internet. Dari situ saya bisa mengetahui ada beberapa kata yang diucapkan berbeda dari tulisan seperti kata giorno yang diucapkan dziorno atau villa yang diucap viyya atau viyja. Ini yang membuat saya tertarik untuk berucap apabila ada kata-kata seperti itu. Lalu bagaimana dengan rumpun bahasa Latin yang lain, Rumania? Nah, untuk bahasa yang satu ini saya belajarnya melalui kanal Langfocus di Youtube. Di situ saya bisa tahu sedikit pengucapan bahasa Latin yang katanya terlupakan ini seperti kata Romȃnă yang diucap romaane. Atau kata constanța yang dibaca konstantsa.

Dan setelah saya perhatikan lebih jauh mengenai keluarga bahasa Latin ini saya simpulkan bahwa kelimanya meskipun berasal dari induk yang sama yaitu Vulgar Latin, terdapat perbedaan untuk menandakan bahwa ini adalah bahasa ini, itu adalah bahasa itu. Prancis, jelas dia merupakan bahasa Latin yang suka berdengung atau nasal alias pengucapan melalui hidung. Dan diucapkan dengan mulut terkatup. Sedangkan Spanyol dan Italia diucapkan dengan penekanan beberapa kata seperti V menjadi B. Adapun Portugis seperti yang sudah saya sebut di atas tadi. Dan Rumania mirip seperti bahasa Latin lainnya, Italia, namun dia adalah bahasa Latin yang lebih terpengaruh oleh tetangga-tetangga Slaviknya sebagaimana Prancis yang lebih terpengaruh oleh Celtic mengingat Prancis dahulu ada wilayah Celtic. Untuk yang lebih mendekati bahasa Latin adalah Italia. Namun ada beberapa penanda yang gampang diketahui banyak orang. Prancis beberapa kosakatanya mirip dengan bahasa Inggris seperti champion, large, football, police. Ini mengingat Prancis pernah menguasai Inggris selama beberapa abad pada abad pertengahan sehingga kosakata Inggris banyak menyerap dari Prancis. Namun yang pasti Prancis akan selalu mengakhiri akhirannya dengan -ion dan dibaca iyong. Sedangkan Italia dengan ne seperti pada kata campione, federazione, distribuzione. Spanyol dengan eon seperti competicion, assosiacion, campeon. Portugis dengan campeaõ, orfaõ, dan acaõ, dan Rumania dengan berakhiran ӑ seperti faptӑ, luptӑ, dan influentӑ. Perlu diingat Rumania adalah satu-satunya bahasa Latin yang dilihat dari tata bahasa masih seperti bahasa Latin di masa lalu, yaitu dengan penggunaan artikel di belakang kosakata seperti kata istoria yang merupakan gabungan istori dan a. Sedangkan Italia, Spanyol, dan Portugis adalah bahasa-bahasa Latin yang terpengaruh oleh Arab. Namun pengaruh itu lebih besar ada di Spanyol dan Portugis. Untuk Italia sebatas pada Sisilia. Sedangkan Prancis tidak sama sekali.

Demikian ulasan saya mengenai bahasa-bahasa Latin atau Roman-Latin yang saya tulis dengan kacau sekali hehehehe...Salam...

Selasa, 25 April 2017

Serupa Tapi Tak Sama: Perbedaan antara KRL (Kereta Komuter), MRT, dan LRT

Belakangan begitu ramai pembangunan transportasi angkut cepat yang dipercaya mampu mengurangi kemacetan. Ya, setelah menyadari bahwa pembangunan jalan tol ternyata tidak mampu memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi kemacetan, pemerintah akhirnya menyadari bahwa transportasi berbasis rel yang sebenarnya bisa meminimalkan atau mengatasi kemacetan. Kesadaran ini muncul sejak tumbangnya rezim Orde Baru yang getol mendoktrin masyarakat agar mempunyai mobil supaya terlihat lebih bergengsi daripada angkutan massal seperti kereta api yang dianggap hanya untuk kelas bawah. Mulailah layanan yang berhubungan dengan kereta api diperbarui, diperbagus, dan direvitalisasi fungsinya. Terutama yang berada di perkotaan. Dimulai dari KRL Jabodetabek yang dianggap sebagai angkutan murah dan merakyat. Adalah Ignasius Jonan yang melakukan perubahan di semua lini KRL. Armada-armada diperbagus, dipercantik, di-retrofit walaupun kebanyakan bekas buatan Jepang. Gelandang, pengemis, dan pedagang asongan disingkirkan. Kios-kios di stasiun dirubuhkan untuk dijadikan lahan parkir. Stasiun-stasiun dipercantik, dan sistem pembayaran menggunakan kartu elektronik. Perlahan tapi pasti KRL Jabodetabek kembali seperti aslinya sebagai kereta penumpang sehingga menarik kembali minat masyarakat untuk menaiki kereta komuter yang aman dan nyaman meskipun untuk kecepatan belum jadi jaminan.

Hasil gambar untuk krl jabodetabek
kontan.co.id

Akan tetapi, itu saja belum cukup. Rupa-rupanya kehadiran KRL yang ada sejak zaman Belanda itu belum dirasakan oleh mereka yang tak terjangkau jaringan KRL sehingga ke mana-mana tetap harus menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Akibatnya, kemacetan tetap merajalela. Menanggapi hal itu, pemerintah yang memang baru benar-benar menyadari arti penting transportasi massal berbasis rel memutuskan membangun sebuah transportasi angkut cepat terutama di kawasan Jabodetabek. Kawasan ini diprediksi dalam lima tahun mendatang akan mengalami lonjakan penduduk yang besar, dan hal itu berpotensi menambah kemacetan apabila tidak diakomodasi oleh sistem transportasi angkut cepat massal. Seolah ingin menanggapi dan menghidupkan kembali ide Bung Karno pada dekade 60-an tentang pentingnya sistem transportasi massal bawah tanah, dan juga meneruskan kembali proyek yang pernah dicanangkan pada era 80-an, barulah pada 2013, Pemprov DKI Jakarta mengimplementasi sistem itu dengan nama MRT Jakarta atau Angkutan Cepat Terpadu Jakarta. Pembangunan moda transportasi yang punya nama beken metro ini sebenarnya boleh dibilang cukup terlambat mengingat beberapa negara tetangga di ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina, telah lebih dahulu mempunyai moda transportasi tersebut. MRT Jakarta yang dibangun ini direncanakan akan beroperasi pada 2018-2019 dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI lalu lanjut ke Kampung Bandan pada 2020. Selain MRT, dibangun juga moda transportasi rel bernama LRT Jabodetabek yang direncanakan beroperasi pada 2019 dari daerah-daerah penyangga seperti Bogor dan Bekasi ke pusat-pusat bisnis dan keuangan di Jakarta. Selain di Jabodetabek, juga tengah dibangun LRT Palembang untuk menyambut Asian Games 2018, dan Metro Kapsul di Bandung, yang seperti kata Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, untuk mengatasi atau meminimalkan kemacetan yang semakin parah di Kota Kembang.
Hasil gambar untuk mrt jakarta
KAORI Nusantara


Namun pembangunan yang sebenarnya bertujuan untuk kehidupan masyarakat urban yang lebih baik itu bukannya tanpa halangan jikalau itu berhubungan dengan permasalahan pembebasan lahan. Mengingat agak telat, pembebasan lahan pun menjadi mahal harganya seiring berjalannya waktu. Harga tanah pun meningkat per meter menjadi beberapa kali lipat. Apabila ini dilaksanakan pada waktu ketika harga tanah masih murah tentu hal demikian tidak akan terjadi. Tetapi saya di sini tidak akan membahas mengenai hal itu. Saya akan membahas perbedaan antara KRL, MRT, dan LRT.

Sebenarnya secara fisik ketiganya tidak terlalu mencolok. Sama-sama berbentuk kereta api dengan gerbong (rolling stock) alias tanpa lokomotif, dan sama-sama dialiri listrik pada bagian atasnya melalui pantograf. Belum lagi untuk ukuran rel, terutama di Indonesia, akan menggunakan ukuran rel 1.067 mm seperti di Jepang. Fungsi ketiganya pun sama, mengangkut massal penumpang secara bolak-balik di wilayah urban. Namun, jika diamati, ketiganya mempunyai perbedaan dalam jalur, pelayanan, dan gerbong. Ketika MRT Jakarta dibangun, muncul anggapan bahwa moda transportasi ini sebenarnya sama dengan KRL mengingat bentuk badan dan ukuran rel yang sama sehingga ada yang mengatakan untuk apa membuat MRT jika KRL sebenarnya sudah bisa menjadi MRT, dan yang ada malah menjadi pemborosan. Saya pun berpikiran sama awalnya. Namun setelah diamati ternyata terdapat perbedaan tak kasat mata dalam dua moda transportasi ini.

Hasil gambar untuk kereta lrt jabodetabek
Citraland Cibubur


Sebagaimana diketahui, KRL merupakan moda transportasi rel yang umumnya melintas di permukaan tanah (surface). Karena melintas di permukaan tanah itulah sering dalam lintasan KRL ditemui banyak lintasan sebidang untuk penyeberangan mobil, motor, atau pejalan kaki. Lintasan-lintasan sebidang itu ada yang besar namun ada juga yang kecil seperti jalan tikus atau tembus. Inilah yang sering menyebabkan kecelakaan seperti tabrakan atau perjalanan KRL terhambat. Selain itu, lintasan KRL harus berbagi dengan kereta antarkota, kereta lokal, atau kereta barang. Hal seperti ini yang membuat perjalanan KRL menjadi terlambat karena harus mengalah ketika kereta dengan lokomotif lewat. Untuk panjang lintasan, KRL bisa mencapai hingga 200 km karena menjangkau sampai wilayah suburban atau uncivilized. Contohnya, KRL Jabodetabek meluaskan pelayanannya hingga Rangkasbitung yang jaraknya 70 km dari Tanah Abang. Lintasan-lintasan dalam KRL juga merupakan rel yang sudah ada atau existing rail mengingat ini adalah rel-rel yang dibangun dari zaman Belanda. Belanda sendiri awalnya membuat KRL untuk kepentingan ekonominya hingga ke luar kota, dan belum memikirkan bahwa di sekitar rel itu harus dibangun properti dan pusat perbelanjaan. Untuk jumlah gerbong KRL bisa mencapai hingga 20 gerbong. Namun di Indonesia maksimal 12 gerbong.

Sedangkan untuk MRT dan LRT, keduanya merupakan bagian dari sistem angkutan cepat massal yang lintasannya dibangun secara melayang (elevated) atau bawah tanah (underground). Karena sifat lintasan yang demikian, sehingga tidak akan ditemui lintasan sebidang. Hal inilah yang menjadi kelebihan keduanya karena bisa mencapai stasiun dengan stasiun lainnya dalam tempo lima menit. Selain itu, jalur keduanya merupakan jalur khusus yang tidak boleh dimasuki kereta antarkota, kereta lokal, dan barang. Apalagi keduanya tidak memakai jalur yang sudah ada, melainkan membangun jalur yang baru. Ini semua karena keduanya dikhususkan mempunyai sifat frekuensi angkut yang cepat, dan tidak seperti KRL yang lambat. Baik MRT maupun LRT, harus dialiri listrik. Sedangkan kereta komuter, dengan KRL di dalamnya, ada juga yang bermesin diesel atau KRD seperti yang banyak ditemui di luar Jabodetabek. Untuk area operasi, keduanya sebatas di wilayah urban alias tidak mencapai suburban. Karena itu, jumlah lintasannya maksimal 20-40 km. Perbedaan lainnya dengan KRL atau kereta komuter, keduanya dibangun berdasarkan dekat dengan tempat perbelanjaan, properti, dan pusat keuangan sehingga boleh dikatakan terencana dan mendetail. Namun untuk gerbong, baik MRT maupun LRT mempunyai perbedaan. MRT bisa seperti KRL dengan jumlah 6-8 gerbong sedangkan LRT hanya tiga gerbong sehubungan dengan jumlah penumpang yang diangkutnya maksimal 628 orang. Kecepatan keduanya demikian. MRT 60-80 km/jam, LRT 30-60 km/jam. Untuk LRT, ia adalah model peningkatan dari trem.

Nah, itulah beberapa perbedaan antara KRL, MRT, dan LRT. Tulisan saya ini sebenarnya bukan tergolong baru mengingat sudah ada banyak tulisan semacam ini. Namun saya cuma menambahkan dari beberapa sumber yang saya baca. Dengan demikian, perbedaan ini tidak akan membuat orang salah kaprah dan sebut antara ketiganya hanya karena sama-sama dijalankan di atas rel.



 

Rabu, 04 Januari 2017

Letnan Kolonel Safaruddin

Semua berawal dari pedalaman dekat Timika, Papua. Belantara yang tadinya hening dan senyap seketika berubah menjadi ramai oleh riuh desang-desing peluru. Menyasar tubuh-tubuh yang berlindung di balik pepohonan besar dan semak-semak belukar lebat. Tak kena. Hanya satu berhasil menembus. Itu pun cuma di bagian lengan. Dan dia yang terkena diselamatkan rekan-rekannya, bermuka hitam, berwajah Melanesia. Khas orang Papua. Selagi diselamatkan, salah satu rekannya menembak untuk memberikan perlindungan ke arah lawan, para tentara yang dilengkapi helm, kacamata tempur, rompi anti-peluru, serta senapan serbu buatan dalam negeri yang cukup menjanjikan, dan bahkan bisa mengalahkan M-16 dan Uzi, SS1. Tentu keadaan ini berbeda dari lawan mereka di hadapan yang melepaskan timah-timah panas dari balik pepohonan dan tanaman-tanaman hutan. Mereka yang oleh para tentara itu diidentifikasi sebagai kelompok separatis pengacau keamanan hanya bermodalkan AK-47, senjata legendaris dari Uni Soviet untuk membalas.
Hasil gambar untuk prajurit bayangan
pixabay
Ya, tembak-menembak antara separatis dan tentara terjadi akibat kelompok separatis yang dipimpin Josef Maower, tiba-tiba meneror dan memburu para pekerja Freeport di Timika. Mereka membunuh para pekerja itu yang dianggap bekerja untuk kepentingan penjajah, Indonesia dan Amerika Serikat. Bahkan, para pekerja yang asli Papua pun mereka bantai karena dianggap sebagai pengkhianat. Tentu saja kejadian di Timika ini membuat gempar semua orang, termasuk Presiden Imran Salampessy, Presiden kedua dalam sejarah Indonesia yang berasal dari Indonesia Timur setelah B.J. Habibie. Sama seperti Habibie, ia juga punya darah Jawa dari sang ibu. Suatu hal yang tetap dapat membuatnya terpilih sebagai Presiden.

Sang Presiden, yang sebelumnya merupakan perwira di Angkatan Udara dengan pangkat marsekal madya, dan penerbang Sukhoi-30 ketika menjabat kapten, segera memerintahkan TNI-Polri melancarkan operasi militer gabungan memburu dan kalau bisa menghabisi kelompok separatis itu sampai ke akar-akarnya. Lagi pula Josef Maower memang buronan nomor satu pemerintah. Aksi-aksinya kerap meresahkan warga, terutama di Timika. Presiden Imran sepertinya geram dengan tingkah laku orang ini yang licin bak belut kala akan ditangkap. Ia meminta setiap angkatan di TNI dan Polri menerjunkan pasukan-pasukan khusus yang dilatih untuk membasmi dan menangkap separatis dan teroris.

Dan, beberapa jam setelahnya, setelah teror terjadi, dengan cepat pasukan-pasukan khusus yang terdiri dari Kopassus, Kopaska, Paskhas, dan Brimob, diterjunkan ke belantara Papua yang terlihat perawan dari atas Hercules. Sedangkan pasukan yang lain diterjunkan ke Timika untuk bergerak dan bergabung dengan rekan-rekan mereka yang telah mendarat di hutan. Situasi ini mengingatkan akan Operasi Trikora pada dekade awal 1960-an. Para tentara dan polisi itu diterjunkan sebagai unit lintas udara ke hutan-hutan Papua untuk penyusupan demi membebaskan Papua dari Belanda. Hanya saja musuh yang dihadapi bukan lagi Belanda, melainkan kelompok separatis yang menginginkan Papua merdeka dari Indonesia.

Pertempuran sengit kedua kubu berlangsung sengit. Kelompok separatis, meski hanya berjumlah 20 orang, ternyata amat sulit ditaklukkan oleh para tentara yang berjumlah 5 peleton alias ratusan personel. Keadaan alam memang cukup membantu kelompok separatis itu. Mereka mengenal lebih dalam seluk-beluk. Padahal dalam peleton itu ada anak asli Papua, Prajurit Dua Robertus Wanggai. Ia ini yang sering dimintai saran oleh komandannya, Letnan Dua Andri Syuhada. Bahkan ia diminta untuk memimpin 5-10 rekan-rekannya maju ke pusat gerakan separatis yang konon, melalui pengamatan drone, berada di tengah-tengah bukit lapang, yang di semua sisi dibatasi oleh hutan-hutan lebat. Markas itu berupa rumah rumbai, rumah khas Papua, dengan tanah lapang untuk melatih para anggota.


Akan tetapi, bukan tentara namanya, apalagi tentara Indonesia kalau tidak bisa menaklukkan belantara. Bukannya dahulu tentara Indonesia adalah para gerilyawan yang melawan kekuatan-kekuatan asing seperti Inggris dan Belanda? Seharusnya sikap dasar itu tetap melekat. Apalagi tentara Indonesia punya sosok bernama Abdul Haris Nasution yang menulis tentang perang gerilya dan dijadikan rujukan tentara di seluruh dunia, termasuk di Amerika. Namun, yang sukses mengejawantahkan itu adalah Vietnam dalam perang melawan Amerika. Jikalau begitu, mengapa untuk kelompok separatis yang mengandalkan taktik gerilya saja tidak bisa?

"Ingat, kita semua dahulu adalah gerilyawan," kata kepala pimpinan operasi gabungan, Jenderal Musa Heryawan kepada para pimpinan pasukan khusus saat briefing sebelum keberangkatan di Jakarta. Jenderal Musa adalah lulusan terbaik Akmil di Magelang. Seorang yang cukup ambisius dan selalu mengingatkan pentingnya akar sejarah TNI sebagai tentara rakyat yang siap bergerilya dan menyusup ke dalam masyarakat jikalau ada peperangan. Ada yang mengatakan ia ambisius karena berupaya ingin menjadi Presiden dalam pemilu mendatang. Namun, ia menepis itu bahwa sifatnya itu karena sudah turunan.
"Sebab, kita dahulu adalah gerilyawan. Buat musuh seolah-olah mereka sedang menghadapi gerilyawan. Tanamkan ruh Jenderal Soedirman di diri kalian masing-masing. Ini bukan operasi biasa. Ini operasi untuk menghancurkan musuh negara yang berupaya merusak NKRI. Paham!" begitulah Jenderal Musa selalu berkata dengan nada tegas dan ambisius di tiap mengadakan briefing. Ada yang menyukainya. Ada juga yang tidak. Seperti Kolonel Laut Ivan Guntur dari Kopaska. Ia jujur tidak menyukai keambisiusan Jenderal Musa. Ia mencium gelagat politik jenderal kepala botak ini yang sepertinya mengincar kursi RI-1. Makanya, ada semacam kebanggaan untuk bisa menyukseskan operasi sebagai langkah awal ke Istana.
"Ini sudah tidak murni lagi untuk NKRI," ujarnya berkomentar dalam hati sambil memandang tajam si jenderal, "Mirip MacArthur saja," Ya, Kolonel Ivan membayangkan bahwa Jenderal Musa mirip dengan Douglas MacArthur, Jenderal Amerika yang populer pada masa Perang Dunia Kedua dan Perang Korea. Kepopuleran itu ternyata sebagai bahan kampanye sang jenderal untuk menuju Gedung Putih. Namun, kenyataannya tidak berhasil.

Memang, tentara Indonesia berembrio dari gerilyawan. Dan, semangat itulah yang dibawa-bawa kala menghadapi separatis. Perlahan tapi pasti perlawanan separatis berhasil dipadamkan. Mendekati malam, para tentara dan polisi berhasil mendekati pusat gerakan. Disinyalir di markas itu 50 orang lebih bersiaga menunggu kehadiran para aparat. Jenderal Musa sebagai pimpinan dari balik meja menginginkan pengepungan dari segala arah supaya para separatis terisolasi. Permintaan yang sulit mengingat rimba Papua lebih ganas daripada Aceh dan Kalimantan. Ini yang dikeluhkan salah satu perwira lapangan dari Kopassus, Kolonel Bintang Timur.
"Pak, untuk pengepungan saya rasa sulit, Pak," kata Kolonel Bintang mengungkapkan rasa tidak setujunya terhadap permintaan Jenderal Musa, "Medan di sini berbukit curam tajam. Bahkan, anak buah saya melaporkan melalui pengamatan dari drone, ada jurang di depan. Tentunya ini berbahaya bagi semua pasukan,"
"Sulit? Kamu bilang itu sulit?" Jenderal Musa dengan nada tidak terima mulai berkata pedas kepada anak buahnya itu, "Heh, kamu itu tentara, Bintang! Segitu saja kamu bilang sulit! Rasanya kamu tidak pantas mengenakan baret merah. Baret merah itu untuk jiwa liar dan pemberani. Bukan penakut seperti kamu!"
Kolonel Bintang jelas saja terkejut dengan pernyataan Jenderal Musa yang seperti menusuk hati. Ia dalam hati benar-benar tidak terima apalagi ia berasal dari keluarga prajurit. Kakeknya seorang bekas Peta yang kemudian menjadi tentara di Divisi Siliwangi. Ayahnya seorang perwira menengah di Angkatan Laut berpangkat mayor, dan sudah pensiun. Kakak dan adiknya perwira polisi dan Angkatan Udara. Ia benar-benar tidak terima kala dikatakan penakut oleh seorang jenderal yang hanya berlatar belakang keluarga petani miskin.

"Maaf, Pak," kata Kolonel Bintang berupaya membalas dengan nada sabar dan tidak emosi, "Bukannya saya penakut. Tapi, situasi di medan tidak memungkinkan untuk kita melakukan pengepungan dari segala penjuru. Saya sudah diskusikan dengan para perwira dari angkatan lain dan kepolisian. Mereka juga mengatakan hal yang sama, Pak. Bahkan lihat polisi saja yang sering berurusan dengan separatis berkata seperti itu,"

"Saya tidak peduli, Bintang!" kata Jenderal Musa menaik emosinya, "Saya inginkan pengepungan. Kamu itu kan anak buah saya? Harusnya kamu patuh! Kamu mau melawan? Kamu mau saya copot jabatan kamu, heh? Keluar dari Baret Merah dan cuma menjadi instruktur saja, hah?"

Mendengar ancaman yang demikian, Kolonel Bintang terdiam dan bingung. Ia terjebak dalam dilema. Di satu sisi ia tak mau kebanggaannya posisinya sebagai perwira Kopassus dicopot begitu saja hanya karena tidak mematuhi perintah. Namun, di sisi lain ia harus mengorbankan banyak anak buahnya. Pada akhirnya ia menuruti keinginan atasannya dengan berat hati. Ia lalu mengutarakan hasil pembicaraan dengan Jenderal Musa kepada para perwira lapangan lainnya. Ya, mereka mau tidak mau menyetujui. Kemudian mengumumkannya ke anak buah masing-masing.

Dan pengepungan pun dimulai.


Sebuah pengepungan yang tidak biasa. Harus berhati-hati. Apalagi keadaan sudah gelap. Lampu dan kacamata riben anti-gelap serta inframerah digunakan untuk membantu penglihatan plus bantuan satelit melalui laptop untuk memindai posisi musuh. Semua harus senyap dan bergerak bagai hantu.

Dar-der-dor

Tembak-menembak kembali terjadi. Mereka yang berada di pusat gerakan terkejut kala dihujani tembakan beruntun dan roboh satu per satu. Yang selamat segera mengokang senapannya dan membalas. Bahkan ada yang berlari mencari perlindungan lalu menembakkan peluru dari situ. Salah satu tentara kemudian melempar granat. Dan teranglah suasana markas oleh ledakan. Josef Maower yang tertidur segera terbangun. Mendapati markasnya setengah hancur dan dalam suasana tempur. Ia segera mengambil senapannya lalu menembakkan ke para penyerbu. Satu tentara terkena bahunya dan meringis kesakitan. Teman di sampingnya segera menolong sembari mengambil obat-obatan penenang dan pengoles luka. Sedangkan yang lain melindungi sambil menembak.

Kini posisi musuh benar-benar terkepung. Dari 50 lebih hanya tersisa Maower dan 10 pengikutnya. Mereka tetap mengadakan perlawanan dengan membabi buta. Menembakkan peluru ke sana-sini. Mengenai para tentara walau tak sampai tewas. Para komandan peleton menyuruh anak buahnya tetap tenang dan jangan terpancing emosi sembari perlahan mendekati Maower. Para perwira lapangan meminta perlunya negosiasi dengan musuh sebagai soft power. Namun sepertinya itu hal yang sulit. Maower dan para pengikutnya tetap mengadakan perlawanan. Sepertinya peluru mereka tidak ada habis-habisnya. Menjelang larut malam keadaan masih tegang. Sepertinya jika dibiarkan bisa sampai pagi. Padahal, permintaan Jenderal Musa adalah sebelum fajar. Melihat kondisi demikian sepertinya tidak mungkin.

Namun, dalam kondisi seperti itu tiba-tiba muncullah seseorang yang menawarkan diri untuk menghabisi pemberontak satu per satu.
"Kamu siapa?" tanya Letnan Dua Andri Syuhada terhadap sosok itu. Ia lalu mengarah ke depan. Membuat semua heran termasuk juga Kolonel Bintang,
"Hei, kamu siapa? Jangan gegabah!" begitu Kolonel Bintang bertanya dan memperingatkan.
"Anda tidak perlu tahu saya siapa," jawab sosok itu tegas yang membuat Kolonel Bintang terkejut dan terdiam tetapi tak sengaja matanya melihat bunga dua di lencananya beserta nama di rompi anti-peluru: Safaruddin.
"Letnan Kolonel. Safaruddin," ujar Kolonel Bintang dalam hati. Ia lantas bertanya-tanya dari mana asal orang ini. Ia merasa tak punya anak buah bernama Safaruddin dengan pangkat kolonel. Apa dari angkatan lain?

Letnan Kolonel Safaruddin segera bergerak laju dan cepat ke arah tembakan tanpa kenal takut. Ia serbu para pemberontak dengan senapan. Satu per satu pun tersungkur. Begitu juga Maower yang terkejut ditusuk dengan pisau setelah senjatanya berhasil dirampas. Suasana pun berubah sepi. Kolonel Bintang yang melihat situasi itu segera meminta anak buahnya bergerak perlahan. Melalui radio ia juga meminta para perwira lapangan lainnya menggerakkan anak buahnya ke markas pemberontak. Mereka semua mendekat dan mendapati Maower beserta pengikutnya telah tewas. Tetapi di manakah sosok itu yang diingat Kolonel Bintang sebagai Letnan Kolonel Safaruddin? Ia mencari-cari sosok itu dan bertanya kepada perwira lapangan lain dari AL, AU, dan Polri. Tetapi mereka malah heran dan tidak mengerti apa yang dimaksudkan Kolonel Bintang.
"Sudahlah, Kolonel," Kata Kolonel Udara Rudi Frans, "Sepertinya Kolonel sudah capek. Bisa jadi itu fatamorgana,"
"Ah, iya kau benar juga Kolonel Rudi," kata Kolonel Bintang mengiyakan.
"Mari kita istirahat habis ini, Kolonel," kata Ivan Guntur menimpali, "Melepaskan lelah dari keinginan ambisius si botak,"
"Ya, benar, Kolonel Ivan," kata Kolonel Bintang menjawab, "Jujur, saya sudah muak dengan tingkahnya. Benar-benar keras kepala,"
"Itu benar, Kolonel," kata Ajun Komisaris Besar Ridwan Samosir, "Miriplah dia dengan Jenderal Wawan, atasan saya yang dulu. Sepertinya mereka cocok disandingkan bak Romeo dan Juliet,"
Keempat perwira menengah itu tertawa-tawa. Anak buah mereka mengikuti. Tawa untuk melepas ketegangan karena akhirnya bisa menyelesaikan operasi dengan Maower tewas.


Beberapa hari setelah operasi, kegemparan pun terjadi lagi. Kali ini bukan karena aksi separatis merajalela kembali. Melainkan karena sosok Letnan Kolonel Safaruddin yang terungkap dari bibir Kolonel Bintang ketika diwawancarai awak media massa. Sosok itu juga yang mengherankan Presiden Imran dan Jenderal Musa. Apalagi sosok yang bersangkutan itu tidak ada di dalam angkatan mana pun. Bahkan di kepolisian. Sebab, sosok inilah yang membunuh Josef Maower. Segera kegemparan itu merebak. Berupaya mencari sosok Letnan Kolonel Safaruddin. Pusat Sejarah TNI pun segera dimintai tolong untuk melacak sosok itu. Media-media massa menjadikannya berita untuk mengerek keuntungan belaka. Mereka pun juga bereferensi dari Pusat Sejarah TNI. Kolonel Bintang pun sekejap menjadi bintang karena beberapa kali diundang oleh televisi dan radio karena keberhasilannya membunuh Josep Maower sehingga dipastikan separatisme di Papua usai. Josef Maower adalah pimpinan terakhir kelompok itu. Jenderal Musa pun cemburu. Ia yang ingin diundang dan diwawancarai demi ambisi menjadi RI-1.

Setelah menelisik dan menelusuri, Pusat Sejarah TNI akhirnya dalam konferensi pers mengumumkan bahwa Letnan Kolonel Safaruddin yang bernama panjang Safaruddin Basari adalah seorang tentara yang pernah berjuang di Pertempuran 10 November melawan Inggris dan melawan Belanda dalam Agresi Militer Pertama tahun 1947. Dan di Agresi Militer itulah, ia diketahui tewas terkena meriam Belanda saat memimpin pasukannya bertempur menyerbu tangsi Belanda di Purworejo. Untuk meyakinkan diperlihatkan foto sang letnan kolonel. Pertama, foto tahun 1945, tanpa kumis. Kemudian, foto tahun 1947, dengan kumis. Foto itu merupakan hasil pindaian dan bantuan grafis komputer. Ketika melihat foto itu, Kolonel Bintang terkejut. Sebab, foto itu mirip dengan sosok yang ia lihat ketika operasi di Papua. Hanya saja, sosok yang ia lihat memakai helm berkacamata. Sedangkan, di foto hanya memakai topi. Kembalilah ia bertanya-tanya siapakah sosok ini yang sepertinya misterius, muncul sekejap, dan menghilang bagai hantu? Apakah ini malaikat atau sosok lintas waktu? Bingung juga Kolonel Bintang memikirkannya. Ia kemudian bergumam, ah sudahlah yang penting Maower sudah tewas. Capek juga saya meladeni separatis satu itu.

Ketika Pusat Sejarah TNI telah mengumumkan hasilnya ke publik, dan disiarkan ke media massa, muncul beberapa klaim yang menyatakan pernah melihat sosok Letnan Kolonel Safaruddin. Ada yang pernah melihat ia pada saat operasi menumpas DI/TII, PRRI/Permesta, Andi Azis, terjun di Operasi Trikora dan Dwikora, menghabisi kaum komunis pada 1965, bertempur di Operasi Seroja, dan terakhir di Aceh pada 2003. Tentu saja yang berkata demikian adalah para veteran. Mereka mengatakan bahwa sosok yang mereka lihat sama seperti foto dan yang dilihat Kolonel Bintang. Muncul tiba-tiba dan menghilang sekejap begitu tembak-menembak usai. Klaim-klaim itu jelas ada yang menyangsikan. Namun ada juga yang tidak. Malah menambah kesemarakan sekaligus kunci untuk mengetahui sosok misterius ini.

Berita tentang Letnan Kolonel Safaruddin pada akhirnya menjadi konsumsi publik selama berminggu-minggu. Berita ini bahkan mengalahkan berita-berita artis dan politik. Sampai-sampai rakyat kalangan bawah bergumam,
"Heran ya memang siapa sih itu Letnan Kolonel Safaruddin? Kok orang jadi rame begini?" begitu pertanyaan salah satu warga yang suka mangkal di pangkalan ojek.
"Iya, gue juga nggak ngerti. Nggak tau juga siapa dia. Bukan urusan gue lah. Yang penting kita mah dapat makan," sahut warga yang lain.
"Dia itu ya manusia lintas sejarah soalnya muncul di banyak pertempuran," kata warga lainnya lagi sembari melihat hape.
"Ah, peduli amat dah. Yang penting gue bisa makan. Kasih uang ke bini. Biayain anak,"
"Ya, iya lo bisa makan. Tapi jangan masa bodoh gitu dong. Negara lo diserang, keluarga lo kena, lo juga gitu,"
"Ya, itu mah beda,"
"Nah, makanya sesekali tahulah beginian. Nih, kan lumayan jadi berita. Daripada berita korupsi sama wakil rakyat mulu. Bosan,"

Begitulah sosok sang prajurit misterius itu yang jadi buah bibir selama berminggu-minggu itu. Akan tetapi setelah itu pemberitaannya memudar lalu menghilang. Jalur pemberitaan kembali ke sediakala. Sampai akhirnya sosok itu kembali menjadi pemberitaan ketika seorang perwira lapangan dari Brimob melihatnya dan berkata kepadanya,
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya. Yang jelas saya akan menyertai kalian yang berkorban demi NKRI,"
Itu terjadi pada saat operasi penyergapan teroris di hutan-hutan Poso. Dan, kata perwira kepolisian itu, para teroris dihabisi oleh sosok itu dengan sekejap. Kembali pemerintah segera harus membuat penelusuran dan penelitian mengenai Letnan Kolonel Safaruddin, si prajurit misterius.



 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran