Penolakan terhadap transportasi daring atau online
yang marak di seluruh Indonesia, dan memuncak pada 2016 silam kala
transportasi jenis ini diberhentikan sementara oleh Kemenhub rupanya masih berlangsung.
Terutama di Bali.
Di Pulau Seribu Pura atau Pulau Dewata ini,
penolakan bisa terjadi melebihi dari yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Apalagi penolakan itu juga merembet ke tempat-tempat tertentu seperti hotel dan
pariwisata.
Baliberkarya.com |
Penyebabnya adalah kehadiran transportasi online
secara tidak langsung mengancam keberadaan transportasi tempatan seperti taksi.
Karena itulah, beberapa pengelola tempat wisata bekerja sama dengan pengelola
transportasi lokal membuat sebuah peraturan bahwa transportasi online hanya
diperbolehkan mengantar penumpang, dan tidak diperbolehkan menjemput.
Uniknya, dalam larangan tersebut taksi konvensional
ternama seperti Blue Bird juga masuk daftar larangan. Ini tidak seperti di
Jakarta dan sekitarnya, yaitu Blue Bird malah yang paling getol melarang
keberadaan transportasi online, dengan didukung organda. Pada intinya larangan
itu berupaya mengajak masyarakat yang berada di tempat-tempat tertentu untuk
menggunakan transportasi lokal.
Di Bali ada beberapa tempat yang terlihat begitu
keras terhadap eksistensi transportasi online. Salah satunya di Tabanan.
Di salah satu kabupaten di Bali ini terdapat objek wisata terkenal, yaitu Pura
Tanah Lot. Pura yang terletak di atas karang laut yang menyembul ini memang
menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Ketika diabadikan dalam
kamera pun keindahan itu akan semakin terasa apalagi pemandangan diambil di
waktu matahari terbenam.
Namun, di balik keindahan dan kemahsyuran itu, tentu
ada hal tak mengenakkan bagi mereka yang bepergian ke objek wisata itu dengan
menggunakan transportasi online. Seperti sudah disebutkan di atas,
Tabanan adalah salah satu wilayah yang keras dan hanya memperbolehkan
transportasi online untuk mengantar penumpang.
Hal demikian sebenarnya sudah diutarakan oleh salah
satu sopir online yang mengantar penulis ke Tanah Lot pada Selasa, 12 Desember lalu. Akan tetapi,
karena belum begitu percaya, penulis tidak begitu memedulikan. Benar saja
ketika hendak pulang dari Tanah Lot, penulis mengalami hal yang demikian.
Ketika hendak menuju ke tempat pemberhentian transportasi online yang
disepakati, tanpa disadari penulis diikuti pemotor yang merupakan intel
transportasi lokal. Dia melarang penulis menggunakan transportasi online.
Namun, penulis tak hiraukan.
Pada akhirnya penulis bisa menggunakan transportasi online
setelah berjalan 2 kilometer di siang terik menuju ke tempat lain yang
disepakati, dan si pemotor itu tidak lagi mengikuti. Rupa-rupanya penolakan terhadap transportasi online di Bali lebih dahsyat daripada di Jakarta.
Apalagi penulis mendapat cerita ada yang mobilnya dibakar. Sungguh
mengerikan.