Dalam dunia sepak bola, para pemain Belanda
merupakan salah satu yang mampu memainkan si kulit bundar secara lihai.
Permainan yang lihai tersebut juga dipadukan dengan
sistem menyerang total atau total football yang menjadi salah satu trademark
sepak bola dunia.
Dari situlah lahir nama-nama seperti Johan Cruyff,
Ruud Gullit, Marco van Basten, Patrick Kluivert hingga Ruud van Nistelrooy yang
mampu memainkan si kulit bundar dengan elegan.
Berkat deretan nama-nama di atas, Belanda, negara
kecil di Eropa Barat, mampu menunjukkan diri sebagai salah satu negara sepak bola
terbaik di Eropa dan dunia, dan akan selalu diperhitungkan keberadaannya, baik
di Piala Dunia maupun Piala Eropa.
Para pemain sepak bola dari Negeri Oranye tidak
hanya berkutat di Belanda saja untuk berkompetisi, tetapi juga di negara-negara
lain termasuk Italia.
Di kompetisi Negeri Pizza tersebut, Serie A, banyak
sekali pemain Negeri Tulip yang merumput, baik di klub besar maupun klub kecil.
Beberapa pun sukses meraih juara terutama juara
antar klub Eropa atau Liga Champions. Titel ini tentu sangat prestisius dan
bergengsi, dan karena itu diincar oleh banyak pemain termasuk para meneer.
Menjuarai Liga Champions yang menjadi hasrat para
pemain sepak bola dunia merupakan pelengkap terindah selain juara domestik.
Tercatat ada 5 pemain asal negara yang punya
hubungan historis sangat kuat dengan Indonesia juara Si Kuping Besar saat
berkarier di Italia. Siapa sajakah mereka? Yuk, mari disimak!
Ruud Gullit
Penggemar sepak bola dunia sudah pasti sangat familiar
dengan nama yang satu ini. Perawakannya yang tinggi dengan rambut gimbal reggae
serta kumis yang tebal membuat pemain yang satu ini sangat mudah dikenali.
Pemain yang bernama asli Rudi Dil adalah satu pemain
sepak bola Belanda yang mampu menjuarai Liga Champions saat mengolah si kulit
bundar di Italia bersama AC Milan.
Gullit yang terkenal dengan kecepatan dan
sundulannya itu juara Liga Champions bersama Rossoneri setelah hijrah dari PSV
Eindhoven pada 1987.
Di klub Merah-Hitam ini Gullit bahkan mampu merengkuh
Si Kuping Besar sebanyak dua kali berturut-turut, yaitu pada musim 1988-1989
dan 1989-1990.
Klub-klub yang menjadi korban keganasannya adalah
Steaua Bucuresti dan Benfica. Ketika mengalahkan Steaua, Gullit turut
menyumbangkan dua gol untuk merobek jala klub asal Rumania tersebut.
Selain dua gelar Liga Champions, Gullit turut
menyumbang trofi-trofi lain untuk AC Milan seperti juara Serie A sebanyak 3
kali, juara Piala Super Italia 2 kali, Piala Super Eropa dan Piala Dunia
Antaklub masing-masing 1 kali.
Capaian ini membuat Gullit yang keturunan Suriname
itu menjadi salah satu meneer yang sukses menaklukkan ganasnya Serie A yang
lekat dengan permainan bertahan atau catenaccio.
Marco van Basten
Meneer kedua yang juga sukses merengkuh gelar Liga
Champions saat merumput di Italia adalah Marco van Basten.
Penggemar sepak bola dunia tentu tahu mengenai
pemain yang satu ini, yang punya kemampuan bermain bagus dan anggun layaknya angsa sehingga dijuluki sebagai Angsa
dari Utrecht.
Van Basten pun akan dikenal karena tendangan volinya
yang begitu indah dari sudut sempit saat melawan Uni Soviet di final Piala
Eropa 1988.
Tendangan itu membuat Belanda berhasil menjuarai
Piala Eropa untuk pertama kali, dan menjadi satu-satunya trofi internasional
Negeri Oranye hingga saat ini.
Di Italia, Van Basten mampu merengkuh Si Kuping
Besar saat merumput di AC Milan. Ia dua kali mampu meraih gelar tersebut, yaitu
pada musim 1988-1989 dan 1989-1990.
Pada musim
pertama meraih gelar ia turut menyumbangkan dua gol bersama kompatriot Belanda
lainnya, Ruud Gullit, yang memang datang bersama ke klub asal Lombardia
tersebut pada 1987.
Selain dua gelar kejuaraan antarklub tersebut, Van
Basten yang merupakan salah satu alumnus terbaik Ajax Amsterdam itu juga meraih
gelar lain bersama Milan, yaitu juara 3 kali Serie A, 2 kali Piala Super Eropa,
1 Piala Super Eropa dan 2 Piala Dunia Antarklub.
Bersama Milan, Van Basten juga meraih gelar pribadi
seperti 3 kali meraih Ballon D’or serta menjadi dua kali menjadi topskor Serie
A.
Sayangnya, karier pemain yang juga pernah mencetak 4 gol saat melawan Gothenburg di Liga Champions 1992 itu harus berakhir dengan cepat pada usia 28 tahun karena cedera yang sering dialaminya, dan Milan menjadi tempat untuk juga mengakhiri kiprah sebagai pemain.
Frank Rijkaard
Nama Frank Rijkaard tentunya masuk sebagai salah
satu pemain Belanda yang sukses juara Liga Champions di Italia.
Gelandang bertahan yang juga bisa bermain sebagai
bek tengah ini mampu meraih gelar paling prestesius dan bergengsi di Benua Biru
kala bermain bersama AC Milan.
Dua kali pria keturunan Suriname itu melakukannya
sebanyak dua kali berturut-turut pada musim 1988-1989 dan 1989-1990 semenjak
didatangkan dari Real Zaragoza pada 1988.
Rijkaard yang terkenal karena insiden ludahnya pada
Rudi Voeller di Piala Dunia 1990 itu melakukannya bersama dua kompatriot Belanda
lainnya yang sudah lebih dahulu bergabung, Ruud Gullit dan Marco van Basten.
Ketika meraih gelar kedua Liga Champions itu saat
melawan Benfica, ia mencetak satu-satunya gol untuk memberikan kemenangan pada
Rossoneri melalui umpan dari Van Basten.
Rijkaard yang juga pernah melatih Belanda pada
1998-2000 dan Barcelona pada 2003-2008 setelah pensiun selain meraih dua gelar
itu, juga meraih gelar-gelar lain selama di Milan, yaitu dua kali juara Serie
A, dua kali Piala Super Italia, dua kali Piala Super Eropa, dan dua kali Piala
Dunia Antarklub.
Di antara ketiga trio Belanda Milan yang pernah
membuat Milan Berjaya pada akhir 80-an dan awal 90-an itu, Rijkaardlah cuma
satu-satunya pemain Negeri Oranye yang mampu meraih gelar Si Kuping Besar dalam
kurun waktu yang berbeda.
Pertama ia melakukannya bersama Ajax selepas pergi
dari Milan selepas musim 1992-1993 berakhir, dan juara pada musim 1994-1995.
Kedua, saat ia menjadi pelatih Barcelona, dan
merengkuh Si Kuping Besar pada musim 2005-2006. Namun, yang pertama merupakan
ironi karena ia merengkuhnya saat mengalahkan mantan klub yang membesarkan
namanya, Milan.
Clarence Seedorf
Ketika era trio Belanda di Milan berakhir pada
pertengahan 1990-an, tidak ada lagi pemain Belanda yang datang ke Giuseppe
Meazza, dan mampu melakukannya. Sampai kemudian datang Patrick Kluivert.
Sayang, striker Belanda keturunan Maluku itu gagal
menunjukkan performanya di Milan alih-alih ingin seperti Van Basten.
Kluivert cuma bertahan semusim, yaitu pada musim
1997-1998, dan kemudian hijrah ke Barcelona, dan meraih banyak gelar di sana.
Setelah Kluivert yang dianggap gagal kemudian
datanglah Clarence Seedorf pada 2002 setelah hijrah dari Inter Milan, musuh
bebuyutan Milan.
Pemain asal Belanda yang bertugas sebagai gelandang
tengah ini ternyata menjadi pemain yang mampu meneruskan jejak trio Belanda
yang sudah begitu melegenda di Milan.
Seedorf yang kelahiran 1976 itu, dan dikenal akan
kemampuannya yang mumpuni dalam mengolah bola itu mampu meraih dua gelar Liga
Champions bersama Si Merah-Hitam saat merumput dalam kurun waktu 10 tahun.
Pertama, ia melakukannya pada musim 2002-2003 saat
melawan Juventus, dan laga melawan Si Nyonya Besar menjadi final sesama Italia
pertama di ajang tersebut.
Kedua, ia melakukannya pada musim 2006-2007 saat
berhasil mengalahkan Liverpool, dan laga ini merupakan laga pembalasan karena
dua tahun sebelumnya klub asal The Beatles tersebut mengandaskan impiannya
meraih gelar ini.
Dengan capaian dua gelar tersebut membuat Seedorf
yang sempat bermain di Serie A Brasil selepas dari Milan menjadi satu-satunya
pemain yang mampu meraih 4 gelar Liga Champions.
Sebelum di Milan, Seedorf pernah meraihnya saat di
Ajax pada pada 1994-1995, dan itu pun mengalahkan Milan, kemudian di Real
Madrid pada 1997-1998, dengan mengalahkan Juventus.
Selain dua gelar Liga Champions, Sang Profesor juga
meraih gelar-gelar lain selama mengabdi untuk korps Merah-Hitam, yaitu dua kali
juara Serie A, 1 kali Coppa Italia, 2 kali Piala Super Italia, dua kali Piala
Super Eropa, dan 1 kali Piala Dunia Antarklub.
Seedorf juga menjadi pemain Negeri Oranye yang cukup
lama mengabdi, dan menjadi salah satu legenda di klub tersebut. Boleh dibilang
hingga saat ini dialah pemain Negeri Tulip terakhir yang juara Liga Champions
bersama Milan.
Wesley Sneijder
Pemain Belanda terakhir yang mampu juara Liga
Champions di Italia adalah Wesley Sneijder. Tidak seperti 4 pemain sebelumnya,
Sneijder melakukannya bersama Inter Milan, musuh bebuyutan AC Milan.
Sneijder yang merupakan salah satu alumnus Ajax
tersebut melakukannya pada musim pertamanya berseragam biru-hitam pada 2009
selepas hijrah dari Real Madrid.
Gelar itu ia dapatkan setelah mengalahkan Bayern
Muenchen pada musim 2009-2010, dan itu ia lakukan di Santiago Bernabeu, kandang
Real Madrid.
Gelar Si Kuping Besar yang ia raih itu semakin
istimewa karena diraih bersamaan dengan dua gelar lainnya pada satu musim,
yaitu Serie A dan Coppa Italia.
Keberhasilan itu membuat Inter meraih treble winners
pada musim tersebut, dan menjadi satu-satunya klub Italia yang hingga saat ini
mampu melakukannya. Apalagi Inter kala itu di bawah asuhan pelatih
kontroversial, Jose Mourinho.
Hingga saat ini Sneijder yang membela Nerazurri selama
4 tahun itu masih belum mempercayai bisa meraih gelar tersebut, yang merupakan
gelar antarregion satu-satunya bagi dirinya.
Selain gelar Liga Champions, pemain yang berposisi
sebagai pengatur serangan itu juga memberikan gelar-gelar lain untuk I Serpente,
yaitu 1 gelar Serie A, 2 Coppa Italia, 1 Piala Super Italia, dan 1 Piala Dunia
Antarklub.
Nah, itulah 5 pemain Belanda yang mampu merengkuh
gelar juara Liga Champions saat menjalani karier sepak bola di Italia.
Keberhasilan para meneer juara Si Kuping Besar
terbilang amat langka apalagi jika dilakukan di Italia yang lebih mengandalkan
taktik dan strategi dalam bertahan, bukan menyerang.
Namun para meneer ini ternyata mampu melakukannya
dan membuktikan bahwa mereka bisa beradaptasi dengan kultur sepak bola Italia
yang gemar memperlambat ritme permainan.
Pertanyaanya, apakah akan ada lagi para meneer yang mampu
menjuarai Liga Champions bersama klub-klub Italia pasca Wesley Sneijeder?
Hal itu bisa saja terjadi jika melihat gerak langkah empat wakil Italia pada Liga Champions musim 2020-2021, Juventus Atalanta, Inter, dan Lazio,
yang mempunyai para pemain Belanda.
Di Juventus ada Matthijs de Ligt, di Atalanta ada Marten de Roon dan Hans Hateboer. Di Lazio ada Djavan Anderson dan Wesley Hoedt, dan di Inter ada Stefan de Vrij. Semoga saja kita dapat melihat aksi mereka setelah pandemi Corona bisa diatasi dengan maksimal.