Sepasukan berjubah hitam pekat dan berwajah
monster itu tiba-tiba menyeruak ke arah sepasukan berbadan kekar ala
binaragawan. Mereka lantas bertempur dan pertumpahan darah tak terelakkan.
Itulah gambaran adegan film 300 1 dan 2, film yang menggambarkan peperangan
antara negara-kota Yunani dan Kekaisaran Persia. Peperangan itu terjadi pada
500 SM. Sekilas adegan itu merupakan adegan yang seru sebagaimana halnya film
peperangan.
tweakguides |
Angelfire |
historyofmacedonia |
arthistoryjournal |
earlyworldhistory |
Namun adegan di atas yang menggambarkan rupa para prajurit, terutama
prajurit Persia dipermasalahkan. Hal ini jelas
menimbulkan ketidaksenangan untuk beberapa pihak sekaligus menyimpang dari
sejarah. Banyak orang Iran protes mengenai hal tersebut. Perlu diketahui Persia
adalah nama baheula Iran. Mereka memprotes tampilan yang demikian seolah-olah
wajah mereka di masa lalu begitu menyeramkan dan barbar. Orang-orang Persia
juga ditampilkan dalam wajah hitam Afrika bukan putih Indo-Eropa. Film 300 1
dan 2 seolah-olah telah menjadi pengingkaran keberadaban bangsa Persia di masa
silam. Pada akhirnya, film itu dilarang tampil di Iran karena memarjinalkan dan
menyudutkan.
Keadaan di atas hanyalah sekian contoh dari
relasi antara Iran dan Eropa. Film itu dirilis ketika Iran sedang
gembar-gembornya mempromosikan teknologi nuklirnya demi kesejahteraan. Namun
niat Iran itu dipandang lain oleh Barat, terutama Amerika Serikat yang merupakan
rival sejak 1979. Amerika Serikat memandang bahaya nuklir Iran yang dapat
mengancam perdamaian dunia sehingga menyerukan pemboikotan dan penyerangan.
Namun Iran menganggap santai seperti angin lalu dan terus mengembangkan
nuklirnya hingga sekarang.
Perseteruan antara Iran dan Barat memang
tidak bisa lepas dari masa lalu, yang kemudian tergambar secara subjektif dalam 300. Dalam sejarah peradaban dunia, Iran mempunyai sejarah masa lalu yang
gemilang dan mengagumkan dengan nama Kekaisaran Persia. Inilah kekaisaran yang
mempunyai wilayah membentang dari India hingga Eropa. Kekaisaran Persia
merupakan lanjutan dari Peradaban Bulan Sabit Subur Mesopotamia. Orang-orang
Persia adalah keturunan Indo-Eropa yang berasal dari Pegunungan Zagros. Pada
masa Mesopotamia akhir mereka memberontak terhadap kekuasaan Assyria. Lantas
mereka mendirikan Kerajaan Media yang dianggap sebagai kerajaan Persia awal.
Kerajaan itu kemudian ditaklukkan oleh Koresh atau Cyrus yang mendirikan
Kerajaan Persia Akhemeniyah pada 549 SM. Akhmeniyah merupakan Kekaisaran Persia
pertama yang dalam perjalanan sejarahnya berinteraksi langsung dengan Eropa.
Yunani adalah negara Eropa pertama yang
melakukan kontak dengan Persia. Berawal dari perdagangan dan koloni orang-orang
Yunani di kekuasaan Persia. Orang-orang Yunani adalah orang-orang maritim di
Eropa seperti halnya Funisia yang gemar mendirikan koloni di luar negara-kota
Yunani. Karena itu, terdapatlah koloni-koloni Yunani di Siprus, Kreta, Italia,
Prancis, Afrika, serta Asia Kecil. Kontak yang awalnya damai itu perlahan
berubah menjadi peperangan terbuka ketika terjadi pemberontakan oleh
orang-orang Yunani terhadap pemerintahan Persia di Asia Kecil. Pemberontakan
itu dapat dipadamkan namun mengundang minat Koresh untuk meluaskan ekspansi
terhadap negara-kota Yunani yang dianggap membantu terjadinya pemberontakan.
Terjadilah peperangan antara Yunani dan Persia setelah itu. Peperangan yang
terjadi selama tiga kali merupakan peperangan akbar antara negara-kota Yunani
yang secara politis terbelah melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah yang mapan
dan terstruktur. Ini ibarat Daud melawan
Jalut. Di atas kertas seharusnya Persia bisa memenangkan peperangan ini.
Sayangnya, sebaliknya. Negara-kota Yunani seperti Athena dan Sparta bersatu
padu melawan invasi Persia itu sehingga Persia dapat dikalahkan dan gagal
menaklukkan Yunani meski telah berganti raja dari Koresh ke Ashyaweros
(Xerxes). Peperangan ini dicatat dengan apik oleh Herodotus dalam bukunya,
Histories. Sayangnya, pencatatan itu sendiri
mengandung unsur subjektif dengan menyebut Persia sebagai barbar dari timur. Istilah
inilah yang seterusnya dipakai oleh Barat kala menyebut dan menghadapi Persia.
Setelah kegagalan menguasai negara-kota Yunani dan hanya bisa mengadu domba melalui Perang Peloponesia, Persia berhadapan dengan Yunani Bersatu di bawah pimpinan Alexander Agung dari Makedonia. Raja muda yang sepertinya semenjak kecil terobsesi menaklukkan Persia berhasil mewujudkan impiannya. Persia dan wilayah kekuasaannya berhasil ditaklukkan pada 330. Raja Persia, Darius III, yang awalnya meremehkan kekuatan Yunani, melarikan dan berhasil dibunuh. Persia pun berada di bawah kekuasaan Eropa untuk pertama kalinya. Tindakan ini seperti tindakan balasan atas invasi Persia sebelumnya.
Setelah Yunani, giliran Romawi yang
menjalin kontak dengan Persia. Ini pun sudah berabad-abad. Yunani telah
dikuasai Romawi, yang merupakan penerus peradaban mereka. Romawi, mayoritas bangsa Latin, melakukan kontak dengan Persia ketika Romawi masih
berbentuk republik. Tepatnya pada 92 SM. Bermula dari kontak antara Mithridates
I dan II dari Persia dan Lucius Sulla dari Romawi mengenai kemungkinan
persekutuan Persia-Romawi. Pada masa ini Kekaisaran Persia tidak lagi dipegang
oleh Akhemeniyah tetapi oleh Parthia. Persekutuan itu memang terjadi namun yang
terjadi selanjutnya adalah peperangan antara dua bangsa besar yang mewakili
Asia dan Eropa. Peperangan itu berlangsung dari masa Persia dikuasai dua
dinasti berturut-turut, Parthia dan Sassaniyah dan dari masa Romawi masih
menjadi republik hingga kekaisaran. Peperangan keduanya berlangsung selama 7 abad.
Berawal dari Perang Carrhae yang berhasil membunuh Jenderal Romawi, Marcus
Crassus oleh Surena, perang keduanya merupakan perang yang menampilkan kedua
belah pihak silih berganti meraih kemenangan dan meraih kekalahan. Dalam masa
peperangan kedua kekaisaran itu juga terdapat hubungan baik antara kedua belah
pihak. Seperti permintaan tolong putra Maurice, salah seorang kaisar Romawi
yang terbunuh dalam intrik internal kepada Kaisar Persia, Khursou Parvis.
Permintaan tolong ini lantas dibalas dengan pengerahan pasukan Romawi untuk
menguasai kota-kota Persia. Kejadian ini terjadi pada masa Persia dipimpin
Dinasti Sassaniyah dan Romawi oleh Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium.
Persaingan keduanya berakhir pada 629 yang
ditandai oleh kembalinya salib suci ke Yerusalem oleh Heraklius. Pada masa
keduanya tidak lagi berperang muncullah kekuatan Arab Muslim dari Hijaz yang
sukses menguasai wilayah kedua kekaisaran. Persia bisa dibilang menjadi pihak
yang paling merugi karena kekaisarannya diakhiri oleh kekuatan Arab Muslim.
Sedangkan Byzantium baru runtuh pada 1453. Itu pun bukan oleh Arab, melainkan oleh Turki.
Persia yang selanjutnya dikuasai oleh Arab
Muslim pada masa Kekhalifahan Umayah dan Abbasiyah akhirnya menjadi kekuatan
yang independen di bawah Dinasti Safawiyah pimpinan Shah Abbas pada 1501. Ini
adalah dinasti yang berbeda dengan dinasti-dinasti Persia sebelumnya. Zoroaster
bukanlah lagi agama utama dan sudah digantikan oleh Islam Syiah yang dijadikan sebagai agama negara. Di masa inilah Persia mulai bertemu lagi dengan Eropa.
Namun bukan Yunani, juga Romawi. Rusia negara Eropa yang dimaksud. Negara besar
di Eropa Timur ini merupakan salah satu kekaisaran besar pada abad ke-16. Luas
wilayah kekaisaran Rusia yang membentang dari Moskow hingga Siberia rupanya
bertabrakan dengan keinginan ekspansi Persia. Apalagi di masa Dinasti Qajar Persia merupakan sekutu Prancis Napoleon di Asia. Perlu diketahui Rusia merupakan musuh Napoleon. Keduanya lantas bertempur.
Tercatat pertempuran berlangsung selama 5 kali dan berakhir pada masa Dinasti
Qajar pada 1828 dengan kemenangan Rusia. Kedua belah pihak kemudian mengadakan
perjanjian damai di Turkmencay. Pada masa-masa bertempur ini Rusia sempat
menguasai Sepahan, ibu kota Persia sebelum Teheran, Tabriz, dan Qazvin.
Itulah relasi antara Iran dan Barat yang
sudah ada semenjak Iran masih bernama Persia dan Barat diwakili Yunani, Romawi,
dan Rusia. Namun ada yang berbeda dari kelanjutan relasi itu. Iran sepertinya
tidak mempunyai hubungan yang tetap tidak harmonis dengan titisan-titisan
Yunani dan Romawi. Dalam hal ini Amerika dan negara-negara Eropa Barat. Tetapi
dengan Rusia kebalikannya dan terlihat mesra. Tentu saja ini hasil dari
kebijakan politik Iran pra dan pasca-Republik Islam Iran. Setidaknya relasi negatif antara Iran dan
Barat menunjukkan bahwa Iran masih diperhitungkan hingga disindir melalui 300.