Layout |
Para penggila bola sejagad pasti begitu akrab dengan UEFA Champions League atau akrab disebut dengan Liga Champions. Ya, inilah ajang antarklub Eropa yang gaungnya bahkan melebihi Eropa alias ke seluruh dunia. Bahkan karena gaungnya begitu luas karena juga peran media, Liga Champions selalu menjadi patokan ajang antarklub lainnya di lain benua seperti di Asia, Afrika, Oseania, dan Amerika.
Beberapa pun memakai nama liga champions dengan embel-embel nama konfederasi yang bersangkutan, sekadar membedakan dengan liga champions yang sudah ada seperti AFC Champions League (Asia), CAF Champions League (Afrika), OFC Champions League (Oseania), dan Concacaf Champions League (Amerika Utara, Tengah, dan Karibia). Cuma satu ajang antarklub yang tidak memakai nama liga champions, yaitu Copa Libertadores di Amerika Selatan atau Latin. Ajang ini dianggap sebagai kompetitor terdekat Liga Champions, baik dari sisi klub, pemain, penonton, dan kultur sepak bola.
Layout |
Namun tulisan saya kali ini tidak akan membahas persaingan Liga Champions dan Copa Libertadores sebagai perwakilan dua kutub sepak bola dunia, Eropa dan Amerika Latin. Persaingan sudah sering ditulis oleh banyak media ketika klub-klub dari dua ajang yang bersangkutan bertemu di Piala Dunia Antarklub, sebuah ajang yang sering dianggap sebagai tempat untuk membuktikan kompetisi antarklub benua manakah yang terbaik.
Quora |
Saya ingin membahas bahwa Liga Champions jika diperhatikan sebenarnya satu benua dengan AFC Champions League atau Liga Champions Asia. Kenapa satu benua? Perhatikan pada atlas dunia bahwa Eropa dan Asia memang dalam satu lingkup, dan karenanya sering disebut dengan Eurasia. Namun satu lingkup ini tidak lantas membuat keduanya sama. Di satu sisi Liga Champions memang begitu prestisius, dan banyak penggemarnya di seluruh dunia. Namun di sisi lain Liga Champions Asia sebaliknya. Perbedaannya 180 derajat atau bak langit dan bumi. Bahkan orang Asia sendiri lebih familiar dengan Liga Champions Benua Biru daripada liga champions di wilayah sendiri. Apalagi jika itu berkaitan dengan nama-nama klub yang berlaga, klub-klub Eropa ternama seperti Real Madrid, Barcelona, Bayern München, Liverpool, dan Juventus, yang memang punya banyak penggemar di seluruh dunia. Bandingkan jika nama-nama seperti Urawa Reds Diamond, Guangzhou Evergrande, Suwon Bluewings, Sepahan, Al Ahli disebut, tentu tak semua familiar.
Layout |
Hal itu juga yang bertautan dengan jumlah penonton. Apabila Liga Champions selalu ramai oleh penonton, dengan bangku stadion terisi penuh. Belum lagi ditambah dengan hak siar yang mengglobal, tidak demikian dengan Liga Champions Asia yang sering sepi penonton, dan hanya beberapa stadion saja terisi penuh. Begitu juga dengan hak siar. Hal ini karena kultur sepak bola yang berbeda di kedua benua.
Meski dalam lingkup Eurasia, tidak lantas semuanya sama begitu saja. Di Eropa kultur sepak bolanya begitu bergelora, dan menjadi gaya hidup. Di Asia sebaliknya. Orang Asia memang tidak menyukai sepak bola yang mungkin secara fisik tidak cocok.
Liga Champions dan Liga Champions Asia memang satu tautan yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan. Format keduanya sama, yaitu 32 tim dalam delapan grup. Bahkan kriteria dalam Liga Champions Asia juga mengikuti standar Liga Champions yang kemudian dimodifikasi dengan standar sepak bola Asia seperti slot tim-tim yang berlaga maksimal empat, dan terutama berasal dari liga-liga Asia papan atas, standar stadion, kualitas pemain dan pelatih, sponsor, dan hak siar media. Namun dari semua itu tetap ada yang membedakan, yaitu pembagian tim berdasarkan wilayah dan pelaksanaan partai final.
Goal.com |
Kita ketahui bahwa dalam pelaksanaan Liga Champions Asia sedari awal pada 1967 selalu dibagi dalam dua wilayah untuk klub-klub yang berlaga, yaitu barat dan timur. Pembagian melalui dua wilayah ini berdasarkan kenyataan bahwa benua Asia tempat ajang antarklub Asia ini begitu luas, yaitu 44.579.000 kilometer persegi. Luas itu yang menjadikan Asia sebagai benua terbesar di dunia. Dan dalam wilayah yang begitu luas tersebut terdapat banyak negara dengan luas terbesar seperti Cina, Indonesia, Arab Saudi, Iran, dan India.
Apalagi benua Asia juga punya negara yang tidak melulu di daratan alias ada yang berupa kepulauan.
Tentu saja dengan luas yang demikian akan membuat ongkos penyelenggaraan membengkak. Tim yang satu harus terbang sejauh ribuan kilometer untuk sebuah laga tandang. Hal itu tentu saja juga akan membuat tim yang terbang itu kelelahan. Karena itu, dibuatlah wilayah barat dan timur untuk mengurangi biaya perjalanan dan logistik. Pembuatan wilayah barat dan timur ini berdasarkan kondisi geografis. Untuk barat biasanya diisi oleh tim-tim dari Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan. Sedangkan timur berisi tim-tim dari Asia Timur, Asia Tenggara, dan Australia. Maka, jangan heran jika dalam satu tim dalam wilayah barat dan timur terdapat klub-klub yang negaranya berdekatan seperti di barat terdapat klub asal Arab Saudi yang kemudian lawannya dari Qatar, Uni Emirat Arab, dan Iran. Dan yang terjauh adalah dari Asia Tengah yang biasanya diwakili oleh klub-klub asal Uzbekistan. Sedangkan di timur biasanya berisi klub-klub asal Jepang yang lawannya dekat secara geografis, Cina dan Korea Selatan. Dan yang paling jauh adalah dari Asia Tenggara dan Australia.
Pembagian wilayah barat dan timur ini awalnya hanya di babak penyisihan. Sedangkan ketika memasuki babak gugur barulah kedua tim dari barat dan timur diadu. Namun demi mengurangi biaya perjalanan tim-tim, sejak 2015 kedua tim dari dua wilayah yang berbeda itu baru dipertemukan di partai final yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Pengadaan final sebanyak dua kali dengan menggunakan sistem kandang-tandang dikarenakan juga tidak akan populer apabila dilaksanakan dalam satu final di tempat netral. Hal ini mengingat sepak bola di Asia belum begitu membudaya dan mewabah sehingga apabila dilaksanakan di tempat netral malah akan mendatangkan kerugian. AFC sendiri pernah melakukan sistem ini pada 2009 hingga 2010, dan hasilnya seperti yang dibayangkan, sepi. Sejak 2013, AFC mulai memperkenalkan kembali sistem kandang-tandang untuk final.
Hal yang sebaliknya berlalu di Eropa. Di sini Liga Champions diselenggarakan tanpa membagi wilayah seperti di Asia apalagi untuk partai final. Hal ini berdasarkan kondisi geografis Eropa yang hanya 1/3 benua Asia, dengan luas hanya 10.180.000 kilometer persegi. Luas yang demikian itu memang memberikan keuntungan tersendiri dalam penyelenggaraan kompetisi antarklub dalam satu benua. Apalagi kebanyakan wilayah Eropa adalah kontinental tidak seperti Asia yang maritim. Luas negara-negara di Eropa juga kecil-kecil, kecuali Rusia.Dan di Eropa sendiri jaringan jalan daratnya sudah begitu bagus sehingga memudahkan untuk para pendukung tim yang hendak bertandang. Melalui pesawat pun jarak hanya 1-2 jam ditempuh untuk tim-tim yang bertandang sehingga tidak ada permasalahan sama sekali, baik untuk perjalanan maupun logistik. Jarak terjauh pun hanya ke Rusia. Karena itu, jangan heran jika dalam grup-grup Liga Champions selalu akan berisi tim-tim campuran, baik dari Eropa Barat, Timur, Selatan, Tengah, dan Utara dalam satu grup. Misal, Real Madrid yang merupakan perwakilan Spanyol yang terletak di Eropa Selatan akan bisa segrup dengan klub dari Norwegia di Eropa Utara, Rosenborg. Atau Manchester United di Inggris (Eropa Barat) tidak masalah segrup dengan CSKA Moskow di Rusia (Eropa Timur).
Zimbio.com |
Selain itu, untuk partai final akan selalu diselenggarakan di tempat netral Untuk satu kali pertemuan. Dan sudah bisa dipastikan partai final akan begitu ramai apalagi jika itu mempertemukan dua klub yang sama-sama begitu terkenal.
Namun ada keunikan juga rupanya di Liga Champions terutama untuk klub-klub kontestan dari Turki, Israel, Siprus, dan Kazakhstan. Secara geografis negara-negara ini adalah negara-negara Asia namun lebih memilih berkompetisi di Eropa dengan alasan Benua Biru lebih kompetitif, masalah keamanan, dan kultural. Maka, jangan heran jika berseliweran nama-nama seperti Galatasaray, Fenerbahce, Besiktas, Bursaspor, Maccabi Haifa, Maccabi Tel Aviv, Hapoel Tel Aviv, Anarthosis Famagusta, APOEL FC, dan teranyar dari Kazakhstan, FC Astana. Nama klub terakhir ini menjadi perbincangan hangat ketika lolos ke penyisihan grup Liga Champions 2015-2016. Yang berarti Liga Champions benar-benar memainkan laganya di Asia, yaitu di Kazakhstan yang berbatasan dengan Cina, Kirgiztan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Dan bisa dibilang Liga Champions keluar dari batas geografisnya.
Getty Images |
Selain Kazakhstan yang memang pernah bermain di Asia hingga 2002, ada juga Israel yang bermain di Benua Kuning hingga 1974 lalu keluar dari Asia karena penolakan bermain dari klub-klub negara Arab terkait masalah Palestina. Sewaktu di Asia, klub-klub Israel termasuk yang dominan, dan pernah menjuarai kejuaraan antarklub Asia. Yaitu, Maccabi Tel Aviv pada 1969 dan 1971 serta Hapoel Tel Aviv pada 1967.
The Times of Israel |
Lalu bagaimana dengan Liga Champions Asia? Apakah juga ada tapal batas?
Ya, ada, dan itu ada di klub-klub Australia dari region Oseania yang ikut Liga Champions Asia sejak 2006. Dari keikutsertaan hingga sekarang baru satu klub Negeri Kangguru yang menjuarai ajang ini pada 2013 melalui Western Sydney Wanderers.
CNN International |
Begitulah perhatian antara dua kompetisi antarklub dalam lingkup Eurasia. Hubungan kedua benua ibarat dalam sepak bola sebenarnya bagai hubungan di masa silam yang berkaitan dengan kejayaan peradaban Asia yang merambah ke Eropa dan kolonialisme Eropa yang merambah ke Asia. Hingga kini harus diakui pasar Asia sebenarnya potensial untuk sepak bola Eropa. Terbukti banyak klub Eropa yang tur ke Asia. Selain itu, trofi Liga Champions