Seketika
lautan di Asia bergemuruh 2012 lalu. Penyebabnya tak lain tak bukan adalah
kehadiran sebuah kapal induk dari sebuah negara yang tengah meningkatkan
kekuatan militernya di lautan untuk bisa bersanding dan mengalahkan penguasa
lautan seluruh dunia, Amerika Serikat.
Negara
itu adalah Cina, negara dengan kekuatan militer terbesar ketiga di dunia. Tahun
itu menjadi tahun bersejarah bagi Negeri Tirai Bambu karena untuk kali pertama
memiliki sebuah kapal induk untuk angkatan laut mereka, PLA Navy. Kapal induk
itu diberi nama Liaoning, nama sebuah provinsi di negara tersebut. Awalnya
Liaoning adalah sebuah kapal induk eks Uni Soviet yang kemudian diambil Ukraina
dengan nama Varyag, yang kemudian dijual ke Cina pada 1998. Cina lantas
membangun dan mendesain ulang kapal induk ini di Dalian yang memang dimaksudkan
sebagai kapal induk pertama sekaligus latihan dan acuan untuk membuat
kapal-kapal induk selanjutnya namun dengan tenaga nuklir. Perlu diketahui,
Liaoning adalah kapal induk tenaga uap.
Defense News |
Liaoning
pun dibuat untuk bisa menampung beberapa armada udara Cina seperti pesawat
tempur J-15 dan helikopter multifungsi Z-18. Kehadiran Liaoning sekaligus
menambah Cina sebagai deretan negara di Asia yang memiliki kapal induk setelah
Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Dan tentu saja menambah kekhawatiran
armada Pasifik Amerika Serikat berserta sekutu-sekutunya seperti Jepang dan
Korea Selatan. Apalagi Cina memang berhasrat ingin menguasai lautan di Asia
terutama Laut Cina Selatan yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini otomatis
akan membuat benturan antara Cina dan negara-negara di sekitar laut tersebut.
Hasrat
Cina untuk menguasai lautan di Asia selain karena faktor sumber daya alam,
kekuatan besar militer, juga karena faktor sejarah bahwa di masa lampau melalui
ekspedisi Zheng He Cina pernah menguasai lautan. Namun hal tersebut urung
dilakukan lagi setelah Kaisar Zhu Di, kaisar yang menugaskan Zheng He, wafat
sehingga setelah itu Cina tidak lagi memikirkan kekuatan lautnya dan hanya
berfokus di darat.
Absennya
Cina ini yang pada akhirnya akan diambil alih dan diteruskan oleh negara
tetangga yang juga satu budaya dengan Cina, Jepang.
Jauh
sebelum Cina sedang gembar-gembor dengan kekuatan militernya sehingga membuat
para negara tetangganya khawatir pada abad milenium ini atau setelah terjadinya
Revolusi Industri dan globalisasi, Jepang telah melakukannya terlebih dahulu.
Negara
tetangga di sisi Laut Kuning ini adalah negara pertama di Asia yang mempunyai kekuatan
militer terbesar di Benua Kuning. Hal ini merupakan imbas dari Restorasi Meiji
pada akhir abad ke-19 yang mengubah wajah Jepang seluruhnya. Dari yang
terisolasi dan tradisional menjadi modern dan terbuka. Restorasi itu juga yang
membuat Jepang menjadi negara di Asia yang benar-benar mengikuti Barat terutama
dalam kemiliteran. Dan hal itu terjadi begitu cepat. Jepang menjadi negara
pertama di luar Eropa dan Amerika yang mampu memproduksi peralatan dan
kendaraan militer sendiri. Bahkan seragam tentara Jepang akhirnya mengikuti
Eropa, dan itu terlihat ketika Jepang berperang melawan Cina pada 1894-1895.
Ketidakseimbangan terjadi antara Jepang yang modern dengan Cina yang
tradisional. Hasilnya, bisa ditebak. Jepang menang melawan saudara tuanya, dan
berhak atas Kepulauan Ryukyu dan Taiwan, serta Port Arthur. Kemenangan itu pada
akhirnya membuat Jepang menjadi begitu superior atas Cina apalagi setelah
Negeri Matahari Terbit bisa mengalahkan Rusia pada 1905 lalu menguasai Korea
pada 1910. Hal yang demikian membuat Jepang merasa harus seluruh negara di
Asia-Pasifik berada di dalam naungannya.
Encyclopedia Britannica |
Kekuatan
Jepang yang begitu superior di Asia pada masanya itu makin menjadi-jadi setelah
berkobarnya Perang Dunia Kedua di Pasifik. Jepang yang sudah merasa unggul atas
negara-negara Asia lainnya, dan berbekal kemenangan meyakinkan atas orang-orang
kulit putih, Rusia, pada awal abad ke-20, menyerang orang-orang kulit putih
lainnya, Amerika Serikat, pada 8 Desember 1941 melalui serangan dadakan ke
Pearl Harbor. Selanjutnya Jepang juga menyerang Inggris dan Belanda sehingga
mereka hengkang dari Asia.
wikipedia |
Tentu
saja superioritas Jepang di masa Perang Dunia Kedua ini didukung oleh armada
Angkatan Laut Jepang atau Kaigun yang mengoperasikan pesawat tempur Mitsubhisi
Zero dan penempur-pengebom Aichi Val. Dan pesawat-pesawat ini juga diterbangkan
melalui kapal-kapal induk yang dimiliki Negeri Sakura. Tercatat ada 20 kapal
induk yang dioperasikan Jepang di perang besar sepanjang sejarah negara itu.
Jumlah ini merupakan lonjakan yang begitu hebat jika dibandingkan dengan 1914
ketika mereka mempunyai satu kapal induk bernama Wakamiya yang digunakan untuk
menggempur pos Jerman di Tsingtao, Cina, pada Perang Dunia Pertama.
wikipedia |
Kedua
puluh kapal induk ini juga merupakan jumlah yang paling besar untuk sebuah
negara di Asia yang kala itu sedang menggenjot industri demi kepentingan perang
untuk mencari sumber daya alam. Jika dibandingkan dengan Amerika sebagai lawan
utama Jepang, jumlah 20 kapal induk ini sebenarnya masih kalah dari Amerika
yang mengoperasikan 38 kapal induk sepanjang Perang Dunia Kedua.
Meski
begitu, kenyataannya Jepang berhasil memanfaatkan kapal-kapal induknya untuk
strategi pertempuran di udara dan lautan. Hal ini yang tidak disadari oleh
Amerika dan Sekutunya pada awal-awal perang, dan baru tersadar kala Pearl
Harbor dibombardir 300 kapal tempur yang semuanya berangkat dari kapal induk.
Amerika kemudian meningkatkan jumlah kapal induknya untuk bisa mengimbangi
Jepang sehingga Perang Pasifik sebagai bagian Perang Dunia Kedua disebut juga
sebagai perang kapal induk.
Kapal-kapal
induk Jepang itu adalah Hosho, Ryuho, Junyo, Katsuragi, Kaga, Akagi, Ryujo,
Soryu, Hiryu, Shoho, Zuiho, Chitose, Chiyoda, Shokaku, Zuikaku, Hiyo, Taiho,
Amagi, Unryu, dan Shinano. Selain kedua puluh kapal induk ada juga empat kapal
induk yang tidak pernah dioperasikan hingga akhir perang, dan malah
dinonaktifkan dan dihancurkan setelah perang.
Dari
kedua puluh kapal induk, yang paling terbesar adalah Shinano. Dibangun pada
1940 dan beoperasi pada 1944, Shinano yang namanya diambil dari sebuah wilayah
di Prefektur Nagano merupakan kapal induk yang diperuntukkan untuk melanjutkan
lagi sisa-sisa superioritas Jepang di Perang Dunia Kedua setelah keempat kapal
induk Jepang, Kaga, Akagi, Soryu, dan Hiryu, tenggelam dalam Pertempuran Midway
1942. Pertempuran inilah yang menjadi titik balik Amerika selanjutnya untuk
bisa mengalahkan Jepang sebab setelah itu Jepang mulai mengalami kekalahan demi
kekalahan.
Sayangnya,
Shinano cuma bisa mengemban tugas selama beberapa minggu karena ditenggelamkan
pada 29 November 1944 oleh kapal selam Amerika, USS Archerfish. Tenggelamnya
Shinano semakin menambah penderitaan Jepang di akhir perang. Setelah empat
kapal induk utama mereka tenggelam di Midway, kemudian menyusul lagi
kapal-kapal induk lain, Shoho, Zuiho, Chitose, Chiyoda, Shokaku, Zuikaku, Hiyo,
dan Taiho, yang kebanyakan tenggelam di Teluk Leyte dan Laut Filpina dalam
rentang waktu 1944.
Ketika
perang berakhir dengan kekalahan Jepang, beberapa kapal induk yang masih aktif,
Hosho, Ryuho, Junyo, dan Katsuragi difungsikan sebagai pengangkut tentara
Jepang yang menyerah ke tanah asal. Lalu pada 1948 keempat kapal itu
dihancurkan. Setelahnya, Jepang tidak punya kapal induk lagi meskipun dalam
ketentuan Perjanjian San Fransisco Jepang tetap diperbolehkan memproduksi mesin
perang namun hanya untuk keperluan internal. Hingga akhirnya pada 2007-2009,
Jepang kembali mempunyai kapal induk walaupun untuk helikopter, yaitu Hyuga dan
Ise. Kemudian pada 2015-2017, Jepang meluncurkan kembali kapal induknya, dan
merupakan yang terbesar setelah Perang Dunia Kedua, yaitu, Izumo dan Kaga –meskipun
masih berupa kapal induk helikopter. Kemunculan dua kapal induk ini juga dipicu
oleh situasi regional di kawasan Asia Timur berkaitan dengan kebangkitan Cina,
dan keinginan Perdana Menteri Shinzo Abe yang ingin meningkatkan militer Jepang
setelah Perang Dunia Kedua, dan hal itu disetujui Amerika.
Defencyclopedia |
Tentu
saja jumlah kapal induk Jepang yang sekarang tidak sebanding dengan jumlah di
masa Perang Dunia Kedua apalagi fungsi kapal induk yang sekarang lebih untuk
melindungi atau bela diri dari serangan luar. Akan tetapi, apabila melihat
kekuatan Cina yang semakin membesar bukan tidak mungkin Jepang bakal kembali
membangun banyak kapal induk yang tidak hanya untuk bela diri tetapi untuk juga
kembali menjadi penguasa di lautan Asia seperti di awal dan pertengahan abad
ke-20.