Pages

Minggu, 21 Maret 2021

Cina, Sekutu Utama Perang Dunia Kedua yang Terlupakan

Perang Dunia Kedua yang terjadi pada kurun waktu 1939-1945 merupakan perang yang melibatkan dua kubu, Sekutu dan Poros.



Seperti kita ketahui bahwa di kubu Sekutu terdapat Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, dan Cina. Sementara di kubu Poros terdapat Jerman, Italia, dan Jepang.

Di luar negara-negara utama blok masing-masing terdapat Prancis, Belanda, Australia, Kanada, Selandia Baru, Ghana, Brasil, dan Yugoslavia untuk Sekutu. Untuk Poros sendiri terdapat Prancis Vichy, Thailand, Rumania, Finlandia, dan Hongaria.

Yang menarik adalah di negara utama Sekutu terdapat Cina. Tentu sampai hari ini masih banyak orang yang belum tahu dan bertanya mengapa Negara Tirai Bambu ini termasuk Sekutu utama dalam perang global yang menewaskan ratusan ribu jiwa di awal Abad ke-20 tersebut?

Sederhananya, Cina menjadi salah satu negara Sekutu utama karena perannya yang ternyata cukup penting pada Perang Dunia Kedua di teater Asia.

Berawal dari Ulah Jepang

Tidak seperti Perang Dunia Pertama yang kebanyakan terjadi di Eropa sehingga juga disebut sebagai Perang Eropa, Perang Dunia Kedua adalah perang yang benar-benar bersifat global karena terjadi di hampir semua tempat dunia termasuk juga Kutub Utara.

Di Asia, perang ini seperti halnya di Eropa melibatkan banyak negara termasuk para negara Eropa yang mempunyai koloni di Benua Kuning.

Namun, teater di Asia awalnya hanya melibatkan dua negara, yaitu Cina dan Jepang. Konflik bilateral ini mulai terjadi pada dekade 30-an, tepatnya pada 1937 melalui Perang Cina-Jepang Kedua.

Beberapa sejarawan kontemporer meyakini bahwa perang kedua negara itulah yang sebenarnya memulai PD II, dan bukan seperti yang selama ini diketahui berdasarkan serangan kilat Jerman ke Polandia, 1 September 1939.

Terlibatnya Cina dalam perang melawan Jepang adalah karena tindakan mengada-ngada Jepang melalui insiden di Jembatan Marco Polo sebagai alasan bagi Jepang untuk bisa menyerang Cina demi kebutuhan sumber daya alam dalam negeri.

Jepang sendiri di Cina sejak 1931 dengan menduduki Manchuria melalui Semenanjung Korea, dan mendirikan negara boneka, Manchukuo.

Cina sendiri ketika berperang dengan Jepang sedang disibukkan dengan konflik internal yang tidak kunjung usai sejak berdirinya Republik Cina pada 1911 setelah meruntuhkan dinasti terakhir, Qing.

Dimulai dari perang dengan para panglima perang hingga kaum Komunis membuat negeri tersebut porak poranda.

Namun datangnya musuh dari luar bernama Jepang pada akhirnya membuat kaum Nasionalis yang memegang kekuasaan akhirnya mau bersatu dengan Komunis untuk melawan Jepang.

Jepang sendiri dinilai cukup kejam dan biadab dalam usahanya untuk menguasai Cina sebagai bagian dari Hakko Ichiu, dan juga sebagai akses untuk melawan Uni Soviet.

Dalam beberapa pertempuran, Jepang tidak segan-segan menggunakan cara-cara brutal untuk menghabisi nyawa. Tidak peduli militer atau sipil bahkan orang tua, perempuan, dan anak-anak semua kena. Nanjing menjadi puncak kekejaman tersebut.

Hal itulah yang membuat Cina bersatu untuk bisa mengalahkan dan mengusir Jepang. Meski sudah digempur berkali-kali dan tampak kewalahan, Cina sama sekali tidak menyerah, dan terus melawan, baik secara terang-terangan maupun gerilya.

Hal inilah yang membuat Jepang frustrasi. Apalagi datang tekanan internasional terutama dari AS yang melakukan embargo minyak buntut tenggelamnya USS Panay dan 3 kapal minyak  pada 1937 di Sungai Kuning oleh para pengebom Jepang.

Peran yang Krusial

Tidak menyerahnya Cina sama sekali terhadap berbagai gempuran Jepang yang menewaskan warga sipil merupakan peran yang cukup krusial dalam teater Asia.

Rana Mitters, sejarawan kontemporer asal Inggris menyebut apabila Cina menyerah, hal itu akan menjadi jalan bagi Jepang untuk bisa dengan mudah menyerang Uni Soviet atau India untuk mendapatkan sumber daya alam yang lebih. Karena itu, jalannya perang akan menjadi berbeda ke depannya.

Kegigihan Cina untuk bertahan dan terus melawan pada akhirnya menimbulkan banyak simpati internasional untuk membantu mereka termasuk dari AS dan Inggris yang mulai mengirimkan bantuan dan menjadikan Cina sebagai sekutu utama di Asia.

Ketika terjadi Perang Dunia di teater Pasifik melalui serangan Jepang ke Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, rasa kebersamaan untuk melawan semakin menjadi yang kemudian berakhir pada menyerahnya Jepang September 1945.

Meski begitu, peran Cina sendiri tidak terlalu banyak diingat sampai hari ini terutama di kalangan Barat. Hal inilah yang membuat Cina cukup kesal.

Cina memang diberi penghargaan berupa balasan sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB bersama dengan para Sekutu di masa perang.

Namun sebagian kalangan di Barat hanya melihat bahwa Cina di masa perang adalah Cina Nasionalis pimpinan Chiang Kai-Shek yang kemudian diusir ke Taiwan setelah kalah perang sipil pada 1949.

Cina Komunis pimpinan Mao Zedong yang berhasil menguasai seluruh daratan Cina setelah menang perang sipil memang tidak mau menaruh perhatian besar terhadap yang dilakukan kaum Nasionalis sebagai front utama perlawanan terhadap Jepang.

Barulah setelah pada dekade 80-an, pemerintah komunis Cina mulai mengizinkan untuk melibatkan secara penuh kaum nasionalis dalam sejarah negara tersebut demi kepentingan nasional.

Hal-hal tabu yang ada pada masa Perang Dingin mulai dihilangkan. Cina memberi perhatian dengan juga menghormati para pejuang dari kaum Nasionalis dalam setiap perayaan peringatan kemenangan melawan Jepang di Perang Dunia Kedua.

Penghormatan dan penghargaan itu juga terlihat dalam film-film negara tersebut terutama yang bertemakan perang terhadap Jepang yang disebut sebagai perang melawan fasisme. Para pejuang kaum Nasionalis diberi peran yang cukup dan sesuai dalam film.

Penilaian ulang secara positif ini bertujuan menyadarkan dunia Barat bahwa Cina juga memiliki kontribusi penting untuk menghadirkan kekalahan pada Jepang. Apalagi merekalah yang pertama kali melawan Jepang bahkan dengan susah payah.

Sebab, selama ini AS-lah yang dianggap oleh banyak orang untuk mengalahkan Jepang melalui pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, dan hal itu diperkuat pada menyerahnya Jepang secara formal di USS Missouri, 2 September 1945.

Sekutu yang Kurang Menguntungkan

Selain lebih pada cara pandang Barat yang  melihat Cina melawan Jepang adalah kaum nasionalis, hal lainnya adalah Cina sebenarnya kurang menguntungkan terutama dari sumber daya dan peran politis negara tersebut di masa perang.

Kebijakan AS dan Inggris yang lebih mengutamakan Europe first untuk melawan teror Nazi di Eropa juga menjadi penyebab tidak begitu menariknya Cina dalam pandangan kedua negara terutama pada gaya kepemimpinan Chiang Kai-Shek yang kurang disukai para pemimpin Barat.

Gayanya yang kaku dan diktatoris dalam berbagai hal membuatnya kurang bisa diterima para pemimpin Barat. Apalagi Chiang sendiri mencurigai bantuan yang diberikan Sekutu terutama AS.

Hal ini berbeda dari Josep Stalin yang benar-benar diperhitungkan untuk dijadikan sebagai sekutu dalam melawan Poros di Eropa.

AS dan Inggris melihat bahwa Uni Soviet pimpinan Stalin adalah sekutu sekaligus ancaman bagi keberlangsungan demokrasi di Eropa Barat terutama pada saat perang berakhir karena ideologi komunisme negara tersebut.

Karena itu, AS memang tidak segan-segan memberikan bantuan persenjataan kepada Uni Soviet dalam perlawanan terhadap Jerman, dan menuruti kemauan Stalin untuk membuka front di Barat melalui D-Day agar mengurangi beban Soviet di front timur.

Sebagai gantinya Soviet pun bersedia membantu Sekutu melawan Jepang di Manchuria pada Agustus 1945 setelah pembatalan pakta non-agresi terhadap Jepang.

Barat menyadari juga bahwa Uni Soviet adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan punya letak strategis sehingga benar-benar menguntungkan.

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran