Jepang yang bertempur di Perang Dunia Kedua tidak melulu mengerahkan orang-orang 'asli'nya untuk melawan musuh di banyak palagan. Meniru negara-negara Eropa, Jepang juga mengerahkan tentara dari wilayah kolonialnya, Korea dan Taiwan. Keberadaan tentara dari negara jajahan ini untuk membantu upaya Jepang memenangkan setiap pertempuran di Perang Dunia Kedua di Pasifik yang prolognya dimulai dari Cina hingga kemudian membesar Ke Pearl Harbor dan berakhir menyakitkan di Hiroshima dan Nagasaki.
Korea
Semenjak 1910 Jepang mulai menguasai Korea. Keadaan ini berlangsung hingga 1945. Berkuasanya Jepang pada negara tetangga di seberang lautan ini karena adanya perjanjian mengikat antara Kekaisaran Jepang dan Kekaisaran Korea pada 1910 yang menyetujui aneksasi Jepang terhadap Korea sebagai lanjutan dari perjanjian-perjanjian sebelumnya yang menyatakan Korea adalah protektorat Jepang (1905) dan mulai kehilangan haknya dalam administrasi dalam negeri (1907).
Adapun keinginan Jepang sendiri menguasai Korea adalah sebagai jalan utama menuju Cina serta untuk mendapatkan sumber daya alam yang diperlukan untuk keperluan ekonomi Jepang pasca Restorasi Meiji di abad ke-19. Jepang sebenarnya setelah Restorasi Meiji sudah mulai mengadakan perjanjian dengan Korea pada 1876 sebagai perjanjian ekonomi dan perdagangan kedua negara termasuk impor makanan dan sejumlah bahan baku dari Korea.
Karena itulah, ketika terjadi peperangan dengan Cina pada 1894-1895, Jepang segera harus mengamankan Korea yang memang jadi rebutan antara negara tersebut dan Cina. Ketika perang dimenangkan Jepang, negara ini mulai mempersiapkan diri menguasai Korea tahap demi tahap hingga nantinya bisa menguasai Cina yang kemudian terjadi mulai 1931 melalui Insiden Mukden dan peperangan pada 1937 hingga 1945.
Penguasaan Jepang terhadap negara-negara tetangganya lebih karena kebutuhan ekonomi karena Jepang setelah Restorasi Meiji mulai menjadi negara industri tapi miskin sumber daya alam. Berkuasanya Jepang di Korea selama 35 tahun ditandai oleh banyak kekerasan dan kekejaman terhadap orang Korea yang dipaksa menghilangkan identitas Koreanya melalui japanisasi dari nama, bahasa, dan lainnya, dengan alasan asimilasi. Bahkan kekejaman itu juga dilakukan oleh orang-orang Korea yang menjadi aparat Jepang. Peristiwa kekejaman Jepang itu paling besar terlihat pada demonstrasi kemerdekaan 1 Maret 1919, sebuah demonstrasi damai yang ditanggapi dengan penembakan, pembunuhan, dan penangkapan para peserta demo.
Tak hanya di tanah Korea, kekejaman Jepang juga terlihat pada pembantaian sejumlah orang Korea di Negeri Matahari Terbit tahun 1923 hanya karena secara mengada-ngada dianggap sebagai dalang onar dalam peristiwa gempa bumi yang terjadi sebelum pembantaian. Diperkirakan terdapat 6.000 orang Korea menjadi korban "berita palsu" yang dilancarkan pemerintah Jepang dan dieksekusi para milisi. Selain orang Korea, para sosialis dan komunis Jepang turut jadi korban karena dianggap sebagai musuh dalam selimut.
Ketika Jepang mulai berperang dengan Cina, baik dengan nasionalis dan komunis, dikeluarkanlah undang-undang mobilisasi nasional pada 1938 yang mengharuskan orang Jepang untuk wajib bertempur membela negara dalam perang di Cina. Peraturan ini juga berlaku bagi orang-orang Korea yang wajib masuk ketentaraan Jepang serta bersumpah setia atas nama Kaisar. Tak hanya pengerahan menjadi tentara, banyak orang Korea yang dikerahkan menjadi jugun ianfu dan pekerja paksa di tambang-tambang industri Jepang ---banyak dari mereka yang tewas selama pengeboman Sekutu pada 1945 di daratan Jepang.
Sebanyak 110.000 orang Korea tercatat sebagai tentara Jepang di Perang Dunia Kedua. Kebanyakan orang Korea ini ditempatkan di Manchuria atau Guangdong yang secara geografis lebih dekat dari Semenanjung Korea. Mereka pun menjadi bagian dari Tentara Kwantung, dan ikut berperang dengan Jepang melawan Uni Soviet pada pertempuran di Khalkin Gol (1939) selain tentu juga tugas utamanya adalah melawan gerilyawan komunis. Adapun orang-orang Korea ini di Tentara Kwantung ini ditempatkan dalam Unit Khusus Gando.
Ketika Perang Dunia Pecah, mulai banyak lagi orang Korea yang dikerahkan dalam Angkatan Kekaisaran. Tak hanya di pasukan darat, tetapi juga di pasukan laut, dan bahkan beberapa menjadi penerbang Kamikaze. Banyaknya orang Korea ini jelas terlihat pada pertempuran di Tarawa 1943 yang merupakan pertempuran paling berdarah di teater Pasifik Perang Dunia Kedua. Karena di sinilah marinir AS harus mati-matian menghadapi kegigihan orang-orang Korea dalam ketentaraan Jepang. Pertempuran itu sendiri berakhir dengan kemenangan AS, dan jumlah korban di kedua belah pihak mencapai 6.400 orang.
Orang Korea yang menjadi tentara Jepang juga tidak di bagian bawah saja namun beberapa menjadi perwira. Sebut saja Yi Un, putera mahkota Korea yang menyandang pangkat Letnan Jenderal, Pangeran Yi Geon dan Yi Wu yang menjabat sebagai kapten. Di luar istana, terdapat nama Hong Sa-ik, Letnan Jenderal dengan nama Jepang Shiyoku Ko yang didakwa melakukan kejahatan perang di Filipina Selatan pada 1944-1955. Selanjutnya ada nama Park Chung-hee yang menjabat sebagai Letnan di Manchuria, dan kemudian menjadi Presiden ketiga Korea Selatan. Anaknya, Park Gyun-hee, mengikuti jejaknya menjadi presiden.
Selain para perwira tinggi, tentu ada juga orang Korea yang tidak hanya bekerja untuk Jepang namun juga bekerja untuk negara lainnya dalam Perang Dunia Kedua. Ia adalah Yang Kyungjong yang awalnya adalah bagian dari Tentara Kwantung kemudian menjadi tentara Merah Ini Soviet, dan setelah itu bertarung untuk Nazi Jerman di bagian Ostlegionen. Ia sendiri tertangkap oleh Sekutu pada Pendaratan di Normandia 6 Juni 1944. Kisahya yang terbilang unik kemudian menjadi inspirasi untuk film My Way (2011).
Kisah menjadi tentara negara lain oleh orang Korea juga pernah terjadi di Indonesia tepatnya di masa Revolusi Kemerdekaan setelah Proklamasi. Adalah Yang Chil-seong, orang Korea yang berada di ketentaraan Jepang dengan nama Jepang Tanagawa. Ia bersama rekan-rekannya orang Jepang menolak menyerah pada Sekutu serta kembali ke Jepang kemudian beralih membela Indonesia dengan menjadi bagian dari tentara Republik di Garut, Jawa Barat, untuk melawan Belanda, dan kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi oleh Belanda pada Agustus 1949. Kisahnya sempat menjadi dokumenter di salah satu televisi Korea.
Setelah Jepang menyerah kemudian meninggalkan Korea, banyak dari orang Korea ini kemudian tetap melanjutkan karier kemiliterannya di Korea Selatan dan Utara, dan terlibat dalam Perang Korea.
Taiwan
Untuk Taiwan, periode penjajahan Jepang di negara pulau tersebut cukup lama, yaitu dimulai pada 1895 sejak ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki yang mengakhiri konflik antara Cina dan Jepang. Dengan demikian, Cina harus menyerahkan Taiwan kepada Jepang, dan menjadi koloni pertama Jepang setelah Restorasi Meiji.
Sama seperti di Korea, Jepang juga melakukan banyak kekerasan dan kekejaman. Tidak hanya kepada etnis Cina namun juga kepada suku asli Taiwan. Terdapat peristiwa paling besar di Taiwan yang terjadi pada 1930 tepatnya di Wushe antara suku Seediq pimpinan Mona Rudao melawan pemerintah Jepang. Mona Rudao yang setelah insiden terus melakukan perlawanan terhadap Jepang kemudian bunuh diri saat hendak ditangkap, oleh orang Taiwan dianggap sebagai pahlawan, dan namanya cukup populer bahkan kemudian difilmkan dalam film arahan John Woo, Warriors of The Rainbow (2011).
Orang Taiwan sendiri mulai masuk ketentaraan Jepang pada 1937 ketika berkobarnya Perang Cina-Jepang Kedua yang ditandai dengan jatuhnya sejumlah kota penting di Cina seperti Shanghai, Nanjing, dan Beijing. Pada umumnya mereka direkrut menjadi penerjemah dalam berbagai bahasa seperti Min, Kanton, dan Mandarin untuk penghubung ke kemiliteran Jepang.
Ketika Perang Dunia Kedua pecah di Pasifik, pemerintah Jepang mulai merekrut orang banyak orang Taiwan sebagai tentara lapangan, baik di Kaigun dan Rikugun, untuk kemudian bertarung melawan musuh-musuh Jepang. Tentu saja yang direkrut tidak hanya etnis Cina, namun juga para penduduk asli seperti yang ditunjukkan oleh Sukarelawan Takasago yang memang kebanyakan direkrut dari para suku aborigin Taiwan. Fungsi sukarelawan ini bermacam-macam mulai dari perang langsung di lapangan hingga aksi bunuh diri. Mereka dipilih karena memang punya kemampuan yang bagus di kondisi hutan tropis dan sub tropis yang dominan menjadi medan pertempuran di Perang Pasifik terutama di teater Asia Tenggara.
Salah satu prajurit yang terkenal dari Sukarelawan Takasago ini adalah Teruo Nakamura yang berasal dari suku Amis, dan mempunyai nama asli Attun Palalin. Ia terkenal karena baru menyerah pada tahun 1974 tepatnya di Kepulauan Morotai, Maluku, setelah 29 tahun bersembunyi dari sejak menyerahnya Jepang pada Agustus 1945.
Sedangkan dari etnis Cina sendiri ada Lee Teng-hui yang di kemudian hari menjadi Presiden Taiwan dari 1988 hingga 2000. Total selama Perang Dunia Kedua terdapat 207.183 orang Taiwan di ketentaraan Jepang.
Kejahatan perang
Orang Korea dan Taiwan di dalam ketentaraan Jepang juga tidak bisa lepas dari kejahatan perang selama beraksi. Banyak dari mereka yang didakwa sebagai penjahat perang kelas B atau C yang menandakan kejahatan itu dilakukan di lapangan. Salah satu yang terkenal adalah Hong Sa-ik. Banyak saksi mata dari Sekutu yang mengatakan bahwa orang Korea disebut lebih galak dan kejam daripada orang Jepang, bahkan lebih bersemangat dalam pertempuran. Begitu juga orang Taiwan yang ditunjukkan oleh Sukarelawan Takasago. Pada akhirnya para penjahat perang dari orang-orang beda negara ini diabadikan di Kuil Yasukuni.