Tiga perempuan tua itu tampak duduk melepas lelah di teras sebuah
bangunan kecil. Sesekali, meski sinar mentari cukup terik menerpa sebagian
wajah mereka, berbicara dalam bahasa
Sunda. Tak jelas apa yang dibicarakan ketiganya yang terlihat duduk di bangunan
yang nampaknya merupakan sebuah tempat penelitian. Yang jelas mereka ada di
situ sehabis memetik tanaman di dekat bangunan tersebut.
Dari tempat mereka melepas lelah, tepatnya di depan mereka dan
berjarak sekitar 7 meter berdiri megah sebuah bangunan. Bangunan itu sendiri
berbentuk persegi panjang dan berpunden berundak. Di empat bagian bangunan itu
terpasang semacam undakan berupa tangga sebagai gerbang masuk ke bangunan. Dan
di empat sisi membentang membujur lantai yang nampak sebagai pembingkai
bangunan jika dilihat dari kejauhan. Tentu ketiga perempuan itu pastilah tahu
bahwa bangunan yang ada di depan mereka adalah bangunan berupa candi yang
dinamakan sebagai Candi Blandongan.
Candi Blandongan sendiri merupakan salah satu candi yang berada di
kompleks situs Candi Batujaya, Karawang, Jawa Barat. Selain Blandongan, di
situs yang dikelilingi persawahan hijau menghampar, juga terdapat Candi Jiwa.
Jarak keduanya pun cukup berdekatan jika ditarik garis lurus. Sekitar 10 meter.
Keduanya terpisahkan oleh hamparan sawah dan dihubungkan melalui sebuah jalan
penghubung yang dipasang untuk memudahkan akses bagi mereka yang berkunjung ke
kompleks candi ini.
Berbicara mengenai keduanya, juga berbicara mengenai candi-candi
yang berada di Jawa Barat. Jamak diketahui, di Indonesia kebanyakan orang hanya
mengetahui bahwa candi itu ada di wilayah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Sebagian
kecil lagi di Sumatera. Memang anggapan itu tidak salah mengingat di wilayah-wilayah
di Pulau Jawa tersebut, terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta, terdapat dua
candi besar, Borobudur dan Prambanan yang keduanya sudah masuk warisan dunia
Unesco. Selain kedua candi raksasa itu bertebaranlah candi-candi kecil sampai
ke timur Pulau Jawa. Maka, jika berbicara mengenai Jawa Tengah dan Jawa Timur,
sudah pasti orang akan melayangkan pikiran kepada candi-candi. Beda halnya jika
berbicara Jawa Barat, yang kebanyakan orang akan melayangkannya pada wisata
kuliner dan belanja.
Sebelum ditemukannya candi-candi di Jawa Barat, yang dimulai dari
Ciamis, banyak yang mempertanyakan apakah di Jawa Barat terdapat candi seperti
di Jawa Tengah dan Timur mengingat di kawasan ini pernah berdiri dua kerajaan
Buddha dan Hindhu, Tarumanegara dan Pajajaran. Banyak yang meragukan bahwa di
Jawa Barat ada candi mengingat kultur buddhisme dan hinduismenya tidaklah
sekuat yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Apalagi kedua kerajaan yang
pernah ada di Jawa Barat, Tarumanegara dan Pajajaran, juga tidak jelas runutan
sejarahnya. Keduanya hanya bisa dibilang meninggalkan peninggalan seperti
prasasati.
Namun penggalian yang dilakukan oleh Profesor Hassan Djafar pada
1984 mematahkan anggapan tersebut. Berasal dari laporan warga sekitar mengenai
adanya temuan benda-benda purbakala ----benda-benda itu tersimpan rapi di
museum dekat candi--- di sekitar gundukan di tengah-tengah hamparan sawah, maka
dimulailah penelitian dan penggalian terhadap gundukan tersebut yang
berlangsung selama 14 tahun. Hasilnya ditemukan 31 situs berupa 11 candi dengan
dua situs candi yang sekarang nampak, Jiwa dan Blandongan. Keduanya merupakan
candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara dan diperkirakan berasal dari abad ke-2
masehi.
Di masa lampau, kedua candi yang berbahan batu bata merah itu
diperkirakan letaknya berdekatan dengan danau. Danau ini sendiri terbentuk
akibat beralihnya aliran Sungai Citarum dari utara ke barat. Namun yang menjadi
pertanyaan mengapa kedua candi itu harus terkubur begitu lama dan menjadi
gundukan. Ada dua versi. Menurut Narto, salah seorang penjaga di museum dekat
candi, candi-candi itu terkubur akibat luapan banjir dari Sungai Citarum pada
sekitar 1600-an. Itu menurut versi dari badan arkeologi nasional. Sedangkan
menurut tim presiden yang diketuai Andi Arief, keduanya tenggelam dikarenakan
tsunami purba yang melanda kawasan tersebut. Masih menurut Narto, jika ditarik
lurus dari lokasi candi 7 kilometer di depan merupakan kawasan pantai dan logis
jika penyebabnya tsunami purba.
Sayangnya, belum banyak khalayak yang mengetahui perihal kawasan
candi di Batujaya ini. Seperti yang sudah disebutkan di atas, orang pasti akan
mengaitkan candi dengan Yogyakarta. Ini terjadi ketika teman saya mengirimkan
gambar hasil potretannya ke Blackberry Messenger. Reaksi bermunculan dan
mengira ia sedang di Yogyakarta. Atau malah teman saya juga kaget ketika saya
di Batujaya melihat candi. Hal demikian dikarenakan publikasi yang kurang
mengenai kawasan ini. Hanya orang-orang tertentu dan yang berminat yang mau
mengetahui serpihan masa lalu Indonesia ini. Bukankah dengan adanya candi di
Batujaya kita bisa mengetahui bahwa di kawasan ini dahulunya merupakan kawasan
yang amat dekat dengan laut jika melihat nama-nama tempat seperti Segaran dan
Telagajaya di sekitarnya. Apalagi melalui candi itu pun sejarah Kerajaan
Tarumanegara bisa diketahui dengan jelas bahwa kerajaan Buddha pertama di Indonesia
rupanya terpecah menjadi Galuh dan Sunda. Keduanya hanya dipisahkan oleh aliran
Sungai Citarum.
Keadaan demikian juga ditambah dengan keadaan sekitar candi yang
polos dan hanya ada sedikit pohon untuk berteduh. Bisa dipastikan cuaca
Karawang yang cukup terik karena dekat dengan laut merajah di seluruh tubuh.
Ketika ditanyakan mengenai hal ini, Narto, si penjaga museum beralasan tidak
bangunnya tempat berteduh dikarenakan jika dibangun fasilitas tersebut tanpa
sengaja akan ditemukan situs baru lainnya yang mungkin masih tersembunyi di
balik hamparan sawah. Apalagi di kedua candi itu ada larangan tidak boleh
menaiki candi karena alasan penurunan tanah. Yang agak cukup menganggu,
kawasan tersebut sengaja dimanfaatkan anak-anak muda cabut dari sekolah untuk
berpacaran. Meskipun begitu, kawasan ini bisa dibilang sebagai kawasan wisata
alternatif mengingat letak Karawang sendiri yang tidak jauh dari Jakarta. Namun
letak keduanya agak jauh dari Kota Karawang sendiri, 42 kilometer.
Mentari masih bersinar terik tetapi ketiga perempuan tua itu
memutuskan meninggalkan tempat teduh mereka. Sementara di belakang mereka,
terlihat dua wisatawan sedang menikmati candi dengan memotret-motret. Panas pun
tak dipedulikan. Dari kejauhan dua candi itu terlihat seperti pulau terpencil
di tengah-tengah hamparan lautan sawah.
0 komentar:
Posting Komentar