Pages

Senin, 07 Oktober 2013

Sriwijaya

Sriwijaya. Nama itu sudah terdengar akrab di telinga saya, dan mungkin juga telinga sebagian orang di negeri ini. Yang saya tahu Sriwijaya adalah sebuah nama kerajaan di masa lalu ketika republik belum benar-benar ada. Sebuah kerajaan yang terletak di Palembang, Sumatera Selatan, begitu menurut keyakinan para ahli. Sebuah kerajaan yang menganut Buddha sebagai agama kerajaan. Dan sebuah kerajaan yang begitu termahsyur hingga Asia, bahkan ke Timur Tengah (Umayyah) sekalipun, yang mempunyai kekuasaan dari Semenanjung Melayu sampai Kalimantan. Wilayah-wilayah kekuasaan itu dijadikan pijakan pembentukan sebuah negara yang sekarang bernama Indonesia, selain Majapahit.

melayuonline.com


Warisan Sriwijaya dari masa lalu begitu banyak. Bahkan sampai ke India (Tentu kita ingat biara dan prasasti Nalanda). Nama Sriiwaya pun dijadikan sebuah gaya arsitektur bangunan candi, yang umumnya terbuat dari bata merah, serta patung yang terbuat dari emas. Begitulah jika kita menyebut candi-candi peninggalan Sriwijaya dari Biaro Bahal di Sumatera sampai Batujaya di Jawa. Di Thailand dan Malaysia juga menggunakan gaya ini. Apalagi seni patung yang bertahtakan emas mengingat Sumatera sebagai pusat Sriwijaya merupakan surga emas atau swarnadwipa. Dan menurut catatan para pedagang Arab, para petinggi Kerajaan Sriwijaya gemar membuang emas beberapa ton ke laut tiap harinya. Candi Borobudur yang termahsyur dan Angkor Wat di Kamboja juga identik dengan Sriwijaya. Politik kekerabatan dan perdagangan masa lalu menjadi penyebab adanya tali simpul persaudaraan antara Sumatera (Sriwijaya)-Jawa (Syailendra), dan Khmer (Kamboja). Bahkan antara Sriwijaya dan Syailendra beraliansi sehingga membentuk kekuatan besar di Nusantara dan Asia Tenggara. Khmer pun menjadi wilayah dari keduanya. Salah satu rajanya, Jayawarman II pun pernah tinggal di Jawa dan terpengaruh gaya Jawa Tengah ketika membangun kompleks Angkor. Di Sriwijaya pun, salah satu raja dari dinasti Syailendra, Balaputradewa menjadi raja di Sriwijaya, dan membawa gaya Jawa Tengah dalam banyak bidang.

Sriwijaya, sebuah nama yang sepertinya begitu sakral. Begitu suci. Sebuah kebanggaan yang tersemat, terutama bila dihubungkan dengan Provinsi Sumatera Selatan. Di sinilah nama Sriwijaya berkibar. Bukan hanya sebagai bentuk kerajaan di masa lalu juga. Melainkan sebagai nama untuk instansi-instansi lain. Sebut saja Universitas Sriwijaya atau Unsri, sebuah universitas negeri di Palembang, Sriwijaya Air, sebuah maskapai penerbangan nasional, Sriwijaya FC, sebuah klub sepak bola termahsyur di Palembang dan juga Indonesia, nama sebuah BUMN, Pupuk Sriwijaya, nama sebuah hotel, Hotel Sriwijaya,  nama sebuah instansi militer, Kodam Sriwijaya, nama sebuah koran lokal Sumatera Selatan, Sriwijaya Post, nama stasiun televisi tempatan, Sriwijaya TV,  nama sebuah lagu dan tarian, Gending Sriwijaya, yang kemudian dijadikan judul film, dan nama sebuah kompleks olahraga, Gelora Sriwijaya. Bahkan juga menjadi nama jalan, Jalan Sriwijaya. Nama jalan ini tak hanya di Palembang, tetapi juga di kota-kota besar di Jawa.

Dan bila melihat kenyataan di atas, nampak nama Sriwijaya begitu banyak tersemat daripada nama Majapahit, yang digadang sebagai kerajaan terbesar di Jawa dan Asia Tenggara. Apalagi dalam sebuah penelitian arkeologis, salah satu peninggalan Sriwijaya, kompleks Candi Muaro Jambi di tepian Sungai Batanghari merupakan kompleks candi terbesar di Indonesia. Melebihi Borobudur. Kebanggaan itu benar-benar masih terasa meskipun Sriwijaya sudahlah berakhir sejak beribu abad lalu. Seolah-olah Sriwijaya hidup kembali. Dan dari seorang Coedes-lah Sriwijaya benar-benar nama kerajaan bukan raja seperti yang ditimpakan Kern.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran