Pagi belum terang benar, meski matahari
sudah terbit di sebelah timur, dan jam belum juga menunjukkan pukul
setengah 7, namun suasana kelas, tepatnya di sebuah sekolah menengah
pertama, sudah menjadi ramai. Ramai bukan karena guru mereka, Pak
Budiman, datang lebih awal, tetapi karena Adit membawa sesuatu yang
membuat teman-temannya penasaran dan terpesona seakan-akan belum
pernah melihat yang demikian.
tabletpcterbaik.com |
Tablet. Itulah benda yang dibawa Adit
di dalam tasnya lalu ia keluarkan ketika sampai di kelas. Ia
bermaksud memamerkan benda berbentuk lempengan tersebut kepada
teman-temannya.
“Teman-teman liat dong, gue bawa
benda baru nih,” ujarnya kepada mereka semua yang berada di kelas,
terutama yang sedang melaksanakan piket bergilir.
Langsung saja, teman-temannya itu
menanggapi, terutama si Burhan,
“Benda apa tuh, Dit?”
“Tablet,” jawab Adit bangga.
Burhan yang mendengar kata “tablet”
langsung menuju ke meja Adit. Ia sepertinya penasaran. Sedangkan Ani
malah bertanya,
“Tablet obat, Dit? Ah, itu mah bukan
barang baru,”
“Sembarangan lo!” ujar Adit tak
terima, “Ini tablet komputer,”
“Ah, masa sih?” tanya Ani penasaran
karena mendengar kata “tablet” dan “komputer”. Ia lalu
berpikir tablet, yang menurutnya adalah obat digabungkan dengan
komputer, yang menurutnya benda kotak datar yang ditaruh di atas meja
dan mempunyai keyboard. Wah, bakal seperti apa ya jadinya? tanyanya
dalam hati.
Karena penasaran ia segera ke meja Adit
bersama-sama dengan yang lainnya. Dan di meja itulah Adit memamerkan
benda yang dinamakan tablet tersebut. Sebuah benda berbentuk seperti
lempengan persegi panjang berwarna putih, dan terlihat polos karena tidak sama sekali ada
ornamen apa pun, kecuali tombol di tengah di bawah layar.
“Apaan nih, Dit?” tanya salah satu
temannya, Indra, “Polos banget. Nggak kaya Blackberry gue,”
“Ini namanya tablet,” kata Adit
sambil memperkenalkan benda barunya, “Ya iyalah nggak kaya Blackberry lo. Tapi nih lebih canggih,”
“Masa sih?” tanya Indra lagi.
“Ya lo liat aja,” kata Adit lalu
memencet tombol di tabletnya dan menyala. Semua yang melihat terpukau
karena tampilan layar yang begitu menggoda. Di dalam layar itu
terdapat beberapa gambar kecil berbentuk kotak. Adit lalu menyentuh
salah satu gambar yang bergambar ikon Facebook, dan terbukalah ikon
itu. Facebook pun tertampil. Teman-temannya pada terpukau.
“Ih, canggih ya,” ujar Ani,
“Disentuh langsung keluar gambarnya. Pinjam dong, Dit,”
“Ogah,” ujar Adit langsung bereaksi
dengan melindungi tabletnya, “Beli dong makanya,”
“Mang berapa sih harganya?” tanya
Ani.
“Delapan jutaan,” ujar Adit bangga.
“Ih, mahal ya,” kata Ani
berkomentar, “Bokap-nyokap gue bisa nggak ngasih gue uang jajan setahun
kalo minta beliin,”
“Ya, iyalah,” kata Adit lalu
berkata meremehkan, “Lo semua pasti nggak akan bisa beli kan? Cuma
gue yang bisa. Gue gitu lo,” Ia lalu tertawa-tawa. Membuat semua
yang ada di mejanya merasa risih. Namun tidak bagi Burhan, yang
sepertinya mengharapkan sekali bisa meminjam tablet si Adit. Sayang,
ada syaratnya,
“Beliin gue makanan dan minuman di
kantin,”
Burhan heran,
“Kok?”
“Mau nggak pinjam tablet gue?”
“Iya, mau,”
Burhan menurut saja, padahal dalam
hatinya tidaklah demikian. Tetapi, demi tablet ia mau tidak mau harus
melakukannya.
Ketika Pak Budiman, semua murid duduk
manis di tempat duduknya masing-masing lalu memberikan salam. Adit
lantas menaruh tabletnya di dalam kolong mejanya sembari diam-diam
memainkannya. Sebab jika ketahuan bisa langsung diambil Pak Budiman.
Ketika istirahat tiba, Adit segera
mengeluarkan tabletnya lagi, begitu Pak Budiman ke ruang guru.
Diikuti Burhan ia segera ke halaman sekolah membawa tabletnya dan
memamerkan benda elektronik tersebut. Ia membuka Facebook, Twitter,
memotret, kemudian menggambar melalui jemarinya.
“Dit, kapan gue bisa pinjam
tabletnya?” tanya Burhan merengek.
“Beliin gue makanan dulu,” kata
Adit.
“Kan tadi udah gue beliin,”
“Ya beliin lagi,”
“Duitnya?”
“Pake duit lo,”
Burhan terdiam,
“Mau nggak?”
“Iya, mau,”
Dan begitulah Burhan dengan terpaksa
menuruti Adit demi tablet. Setiap hari Burhan melakukan yang
demikian, namun tablet tak kunjung dipinjam. Yang ada uang jajan
malah menipis gara-gara Adit selalu menyuruhnya membeli makanan.
Lama-kelamaan Burhan jadi malas dan akhirnya ogah sambil berujar
dalam hati,
“Yang penting gue masih punya hape
ini. Nggak canggih amat sih tapi bisa internetan,”
Dan setiap hari juga Adit
berasyik-asyikan dengan tabletnya. Sampai lupa waktu, dan tidak sadar
ketika ketika pada suatu hari tabletnya hilang. Adit langsung menuduh
Burhan. Tetapi Burhan mengelak.
“Jangan bohong lo sama gue,” ujar
Adit memaksa, “Mana tablet gue?”
“Bukan gue, Dit,” kata Burhan
membela diri, “Lo jangan asal nuduh, dong!”
Ketika mereka seperti itu lewatlah Pak
Budiman, dan langsung melerai,
“Kalian berdua apa-apaan ini?
Hentikan! Kalau mau berantem di penjara aja jangan di sekolah!”
“Habis pak Adit nuduh saya curi
tabletnya,” kata Burhan menyahut.
“Tablet?” tanya Pak Budiman heran,
“Siapa yang membawa tablet?”
“Itu, pak Adit,” ujar Burhan
menunjuk Adit dan hanya diam tidak bisa berbuat apa-apa.
Pak Budiman langsung melirik pada Adit
dan bertanya,
“Benar kamu membawa tablet, Adit?”
“Iya, pak,” jawab Adit dengan
terpaksa.
“Kamu tahu kan ini sekolah,” kata
Pak Budiman, “Bukan taman bermain,”
“Iya, pak,”
Maka, Adit pun diceramahi oleh Pak
Budiman. Adit pun mengiyakan saja walau dalam hati ia memberontak,
“Kecuali handphone, bapak melarang
kamu ke sekolah membawa laptop dan tablet. Di sekolah kan ada
komputer. Kamu jangan suka memamerkan apa yang kamu punya. Akhirnya,
hilang kan,”
“Iya, pak,”
“Sekarang kita harus cari siapa yang
mengambil tablet kamu kalau memang bukan Burhan yang mengambil,”
kata Pak Budiman lagi. Lalu diajaknya kedua muridnya tersebut.
Sebelumnya, Pak Budiman berkata,
“Kalau memang bukan Burhan yang
mengambil tablet kamu, kamu harus minta maaf dan juga mentraktir
Burhan,”
“Maksud bapak?” tanya Adit
terkejut.
“Ya kamu harus minta maaf dan
mentraktir Burhan,” ujar Pak Budiman mengulangi, “Begitu juga
sebaliknya. Paham?”
“Iya, paham, pak,”
Lalu ketiganya mencari tablet di tiap
sudut sekolah dengan bantuan Pak Maman, kepala kebersihan sekolah.
Sayang, tablet tak ketemu. Adit pun murung dan tetap menuduh Burhan.
Burhan tak terima. Mereka hendak berantem lagi. Tapi, keburu dilerai
Pak Budiman.
“Sudah-sudah. Kalian ini pantasnya
jadi anggota dewan saja. Berantem terus!”
Usai melerai keduanya, Pak Budiman
meminta keduanya berjalan berpisah. Mereka pun menuruti. Adit tampak
masih kesal dan menuduh bahwa Burhan yang mengambil tabletnya. Ketika
di sampai di rumah dengan perasaan murung, Adit dipanggil ibunya. Ia
sendiri tidak bertanya-tanya dalam hati kenapa dipanggil, tetapi
ketika ibunya memegang sesuatu di tangannya, ia terkejut.
“Kok tabletnya sama mama?” tanya
Adit yang terkejut bercampur girang.
“Mama juga tidak tahu,” kata ibunya
kemudian memberikan tablet itu pada Adit, “Tadi ada cewek datang ke
sini ngasih ini ke mama,”
“Cewek?” Adit heran.
“Iya, cewek,” ujar ibunya
menegaskan, “Dia bilang sih teman kamu. Tapi, mama nggak tau
namanya soalnya lupa nanya,”
“Kok nggak nanya sih, ma?”
“Kan mama lagi repot,”
“Dia bilang apa, Ma?”
“Cuma bilang: Bu, ini tablet punya
Adit,”
Adit pun terdiam.
“Kamu kenapa?”
“Nggak apa-apa kok, ma,”
Adit lalu meninggalkan ibunya yang
tengah berada di ruang tengah dan menonton televisi menuju ke
kamarnya sambil memegang tabletnya. Di kamarnya ia segera merebahkan
diri lalu memandang tabletnya, dan bertanya-tanya,
“Siapa sih yang nyuri tablet gue?
Masa iya cewek? Kalo mang cewek siapa? Ani, Rima, Endah, atau Nui?”
Lalu ia menyalakan tabletnya,
“Ah, nggak mungkin deh,”
Sebuah jejaring sosial dibuka,
“Yang penting tablet gue balik,”
Begitulah. Ia lalu kembali bercengkrama
dengan tabletnya. Rasa senang terpancar di wajahnya. Dan lupa akan
sesuatu.
SLOT MANIA BERUPA RP 11 MILYAR!
BalasHapusPromo Akan Berakhir Di 31 Mei.
Segera Mainkan Dan Dapatkan Hadiah Anda!
Hanya Di Zeusbola
Deposit Murah!
CS Online 24 Jam
INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
WHATSAPP :+62 822-7710-4607