Suara deringan telepon genggam menggema. Jam di dinding sudah
menunjukkan pukul 3 dinihari. Keadaan yang mengisyaratkan bahwa kehidupan
duniawi sedang senyap dan lelap. Membaringkan raga dan melepas jiwa ke alam
mimpi hanya untuk 8 jam. Namun, suara deringan itu, mau tidak mau membangunkan
si pemilik raga yang sedang menikmati pelayaran ke alam mimpi. Ia pun terbangun
lalu melihat di layar telepon genggamnya. Tertulis nama: Mas Irwan. Langsung
hatinya bergumam,
Wah, ada apa nih?
Tanpa banyak ragu ia jawab deringan itu. Hilang. Berganti dengan
suara di ujung telepon genggamnya,
“Andri, ini saya dapat laporan dari masyarakat,” kata Mas Irwan
dengan suara menekan, “Katanya ada keributan di Matraman. Tawuran antarwarga.
Secepatnya kamu ke sana!”
Andri yang diperintahkan seperti itu dengan sigap menjawab,
“Siap, mas!”
Pembicaraan di telepon genggam lalu ditutup. Andri, segera setelah
menerima perintah itu, tanpa pikir panjang segera mengambil celana jinsnya,
melapisi pakaiannya dengan jaket, mencari kunci motor. Dompet, telepon genggam,
STNK, semuanya sudah ia siapkan, dan harus yakin jangan sampai ada yang
tertinggal.
Ia lalu segera ke luar kamar melalui pintu belakang yang mempunyai
akses menuju ke halaman depan. Di situ motornya terparkir. Segera ia nyalakan
setelah sebelumnya membuka pintu pagar rumahnya perlahan. Barulah kemudian ia
gedor motornya menuju ke lokasi sesuai dengan yang diperintahkan. Meski kantuk
masih menghiasi.
Dibangunkan tengah malam saat sedang tidur, sejujurnya bukan hal
yang asing bagi Andri. Sudah sering ia mengalami keadaan seperti ini. Berbalut
kantuk pun sudah harus melekat pada dirinya ketika dibangunkan lalu berlanjut
ketika bergerak. Bagi orang normal, hal seperti ini terasa mengganggu sebab
siapa yang tidak mau tidurnya diganggu apalagi ketika sedang bermimpi indah.
Belum lagi jikalau hujan turun yang semakin menambah kelelapan. Tetapi, inilah
yang harus dilakukan Andri. Mau tidak mau. Sebab itu bagian dari pekerjaannya
sebagai wartawan.
Andri memang wartawan, tetapi bukan wartawan media cetak, melainkan
media online. Jika mendengar namanya saja, tentu yang diharapkan adalah
kecepatan juga keakuratan. Ya memang seperti itu online. Tidak
berpegangan pada proses manual atau cetak yang harus menunggu esok informasi
yang ingin didapatkan dan diketahui. Ini hanya berpegangan pada pemasukan data
di komputer yang kemudian diberitakan pada saat itu juga segera setelah
melakukan peliputan.
Harus diakui, bagi Andri, kerja di online itu memang
melelahkan, bahkan tidak kenal waktu sebab sifatnya yang mengandalkan
kecepatan. Awal-awalnya, Andri agak terkejut ketika melakoni profesi sebagai
wartawan media jenis ini. Sifatnya yang tidak pasti membuat Andri harus
bisa-bisa mempergunakan waktu sebaik mungkin. Misal, ketika ingin bersenang-senang,
dia harus tahu cara memanfaatkan waktunya itu supaya tidak terbuang percuma.
Sebab ketika ia hendak melakukan kesenangan, tiba-tiba datang panggilan. Ini
yang membuat dirinya ketika melakukan kesenangan berupa hobi merakit mainan
terganggu dan tertunda. Setelah itu, ia berpikir, sebaiknya melakukan
kesenangan yang simpel.
Menginginkan kecepatan dan keakuratan, pada awal-awal itu membuat
Andri tertekan. Apalagi media tempatnya bekerja ini merupakan media online
paling terkenal sejagat di Tanah Air yang popularitas dan kredibilitasnya
banyak dipercayai semua kalangan. Maklum, pembawaan kultur dari tempat kerja
lamanya di sebuah majalah bulanan masih tertampak pada dirinya sehingga ia
harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang ia lakukan pun tidak bisa cepat,
namun lama. Melihat itu, atasannya hanya berkata,
“Yang penting kamu mau dan ingin bisa,”
Jawaban itu muncul ketika ia mengeluh bahwa dirinya belum bisa
mengikuti ritme di tempat kerjanya sekarang.
Sebab online, bila di tempat kejadian, ia sudah harus punya
konsep menulis laporan secara cepat dan tepat. Andri, yang pada awalnya masih
terpengaruh kultur di tempat lamanya, masih terbiasa menulis dengan naratif dan
panjang. Ia masih beranggapan bahwa laporan itu harus sesuai dengan konsep 5w+1h.
Makanya, ketika awal-awal bertugas, ia tidak langsung menulis apa yang terjadi
tetapi menunggu itu secara lengkap. Keadaan demikian akhirnya membuat atasannya
marah-marah,
“Bodoh kamu! Kejadian sekecil apa pun itu berharga!”
Dari situ ia sadar, jika di online, kejadian sekecil apa pun
sangatlah penting karena dari kejadian itulah masyarakat bisa tahu kejadian
yang sedang terjadi pada waktu itu juga. Masalah penulisan laporan tidak harus
naratif dan lengkap karena setiap kejadian yang dilaporkan secara susul-menyusul
itu akan menjadi laporan lengkap.
Perlahan tapi pasti, Andri mulai mencoba belajar menyesuaikan.
Akhirnya, ritme itu ia dapatkan ketika meliput sebuah acara konser musik. Dalam
setiap detik dan menit, dari tempat berlangsungnya konser, ia menulis laporan
sebanyak 7 buah. Dari awal konser hingga berakhirnya konser. Laporan itu yang
kemudian membuat atasannya, Mas Irwan, senang bukan kepalang lalu memujinya.
Andri jelas senang dengan pujian. Mas Irwan lalu memberinya istirahat sehari
atas hasil yang telah dilakukan.
wartaaceh |
Sejak itu juga ia mulai menyukai dunia jurnalistik online yang
hanya menganut pakem 3w. Pakem yang sejujurnya hampir sama dengan berita-berita
sebelum ditemukannya 5w+1h oleh Joseph Pullitzer. Sungguh menantang rasanya,
gumamnya dalam hati, apalagi mengetahui dan menginformasikan terlebih dahulu ke
khalayak.
***
Beberapa menit setelah ditelepon, Andri sudah sampai di tempat
kejadian. Tawuran sedang terjadi. Jalan raya yang kosong di Matraman menjadi
ajang lemparan batu dan benda-benda tajam. Halte TransJakarta tak pelak menjadi
sasaran meski sama sekali tak mempunyai kesalahan. Andri segera mengambil
posisi aman, menulis sambil menuliskan, lalu mengirim via email ke kantornya
dengan Blackberry-nya. Kemudian ia berjalan lagi, menyamperi salah satu warga,
meminta ucapannya kenapa bisa terjadi tawuran. Insting kewartawanannya kembali
muncul saat ia meminta si warga meminta bertemu kepala RT dari salah satu pihak
yang bertikai. Sambil menulis di Blackberrynya ia mewawancarai warga dan ketua
RT setempat. Kembali ia kirim. Beberapa menit kemudian, laporannya sudah muncul
di situs media online-nya dan menjadi headline news. Seketika itu
juga, oleh mereka yang masih melek pada dinihari tersebut, bisa melihat dan
langsung mengomentari. Trafik pengunjung meningkat pesat.
Matahari perlahan naik. Sinarnya mulai merambah. Kehidupan hendak
dimulai lagi. Tetapi itu tak berlaku bagi Andri yang masih siaga di tempat
kejadian. Tawuran antarwarga itu akhirnya berakhir pada pukul 5. Setelah
tawuran hampir dua jam, polisi akhirnya datang juga dan membubarkan mereka yang
tawuran. Di sinilah sambil melihat ia juga membuat laporan kembali tentang
kedatangan polisi. Ia lalu mewawancarai kepala polisi mengapa tawuran sering
terjadi dan mengapa juga polisi telat datang. Si kepala polisi cuma tersenyum
kecut ketika ditanyai seperti itu, tetapi tetap memberikan jawaban.
Setelah keadaan sudah dirasa aman dengan adanya aktivitas yang
mulai menggeliat di pagi hari, ia putuskan untuk angkat kaki dari situ.
“Keadaan sudah aman, mas,” smsnya kepada Mas Irwan, “Saya cabut
ya!”
“Oke,” jawab Mas Irwan, “Tetapi, ke kantor ya. Ini kita mau kasih
penugasan lagi ke kamu,”
“Oke,” jawab Andri tanpa mengeluh walau dalam hatinya ingin
istirahat. Lelah dan kantuk masih membalutnya. Tetapi, mau bagaimana lagi, masa
iya harus protes. Lagipula ini kan bagian dari pekerjaannya.
Di kantor, Andri segera menghadap ke Mas Irwan. Dengan keadaan
masih sayu dan belum mandi, Mas Irwan menerimanya dengan senyum,
“Tadi pas kamu lagi liputan, saya dan Indra sedang berdiskusi
mutusin siapa yang hendak liputan ke Belanda menyertai perjalanan presiden sore
ini,”
“O, iya ya, presiden mau pergi ya hari ini?” tanya Andri
seolah-olah untuk meyakinkan.
“Betul,” kata Mas Irwan, “Kami putuskan kamu yang ke sana sama Robert,”
“Ah, yang benar, mas,” kata Andri sangsi.
“Betul,” kata Mas Irwan meyakinkan, “Sekarang kamu balik dulu ke
rumah. Siapin barang-barang kamu. Untuk paspor dan keperluan kamu di sana sudah
kami siapkan. Jadi, selamat bekerja!”
“Terima kasih, mas,”
“Segera setelah itu kamu balik lagi ke sini. Siang kamu sudah harus
jalan,”
“Oke, mas,”
Selepas itu, Andri segera bergegas ke luar ruangan. Menyalakan
motornya. Ia tak menyangka kalau ia yang kemudian akan meliput ke Belanda.
Sesuatu yang ia inginkan dari dulu. Meski juga terkesan dadakan. Hari ini ia
akan ke Belanda. Dinihari tadi meliput tawuran. Kemarinnya baru dari
Kemenkumham. Eh, diniharinya kemarin baru aja pulang meliput di daerah. Serasa
ia merasakan tidak ada istirahat. Tetapi, mau bagaimana lagi. Semoga setelah
ini akan ada istirahat. Meski itu satu hari saja.
0 komentar:
Posting Komentar