Anak lelaki kecil berkacamata itu terkejut bukan main. Di hadapannya tiba-tiba muncul sesosok makhluk. Yang bikin ia terkejut lagi makhluk itu muncul dari dalam laci meja belajarnya. Makhluk berbentuk kucing itu kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Doraemon, dan mengatakan bahwa dia berasal dari abad ke-22. Hanya si anak lelaki ini sepertinya masih merasa heran kok bisa ya ada robot muncul dari balik lacinya?
***
Penggalan di atas merupakan cuplikan dari seri Doraemon episode pertama, tentang munculnya Doraemon yang diceritakan ditugaskan oleh Sewashi, cucu dari Nobita di masa depan untuk membantu kakeknya tersebut supaya tidak selamanya menjadi orang bodoh. Mengenai Doraemon, tentu semua sudah tahu, bahwa ia termasuk salah satu produk animasi Jepang yang populer disebut anime.
Anime sendiri bukanlah barang baru di Indonesia. Produk budaya populer asal Jepang ini sudah ada sejak dekade akhir 70-an. Wanpaku Omukashi Kum-Kum menjadi anime pertama yang masuk ke negara ini. Kemudian berturut-turut menyusullah seperti Cyborg 009 dan Voltus V lalu pada dekade 90-an hingga sekarang sesaklah televisi-televisi di Indonesia oleh kehadiran animasi dari "negeri matahari terbit" ini seperti Doraemon, Astro Boy, Saint Seiya, Shurato, Sailormoon, Patlabor, Pokemon, Digimon, InuYasha, Samurai X, hingga yang terpopuler, Naruto. Saking populernya, beberapa majalah dan tabloid anak-anak selalu pada sampul depan memasang karakter anime.
Anime merupakan produk animasi Jepang yang mempunyai ciri khas pada penggambaran fisik berupa mata lebar, hidung dan mulut yang kecil, muka lebar, bahkan bulat, dan rambut warna-warni. Selain itu, cerita yang ditawarkan terkadang bukanlah cerita yang biasa. Mark Wilshin dalam Sinema dalam Sejarah: Fiksi Sains dan Fantasi, menggolongkan anime ke dalam genre tersebut. Ini dikarenakan hampir sebagian besar anime memang berkutat di dalamnya. Doraemon boleh saja menceritakan mengenai kehidupan sehari-hari, tetapi pemasukan unsur-unsur teknologi masa depan seperti alat-alat yang dikeluarkan Doraemon dari kantongnya, serta Doraemon sendiri yang merupakan robot merupakan unsur-unsur fiksi ilmiah. Hal itu ditambah pula dengan ruang lintas waktu yang sering digunakan Doraemon bersama Nobita dan kawan-kawannya untuk menjelajah ke suatu tempat pernah terjadinya sebuah peristiwa.
Wilshin juga menyinggung tentang fantasi dalam anime yang biasanya menggunakan cerita rakyat, legenda, atau mitos yang kemudian ditampilkan kembali secara populer. Ambil contoh InuYasha, kisah tentang makhluk setengah manusia, setengah rubah putih yang jatuh cinta pada seorang manusia, Kagome Higurashi. Di Inuyasha sendiri settingnya berlangsung pada masa Sengoku, masa Jepang penuh dengan peperangan. Namun yang unik adalah karakter Inuyasha itu sendiri. Di masyarakat Jepang, rubah putih dianggap sebagai simbol kramat. Masyarakat Jepang sendiri mempunyai nama khusus, yaitu Kitsune. Ia dikabarkan bisa berubah wujud menjadi manusia, dan bila mencapai usia 100 tahun, ia diyakini akan menjelma menjadi orang tua yang bijaksana.
Namun penampilan kembali dongeng dan mitos itu ke dalam budaya populer tentu sudah mengalami banyak perubahan sehingga tak lagi mengikuti aslinya. Paul Heru Wibowo dalam Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture menuturkan bahwa penampilan kembali itu secara tidak langsung telah mengasingkan nilai-nilai asali yang sebenarnya ingin dibangun masyarakat kuno seperti pengalaman kosmologis-antropologis yang terdapat dalam misteri alam, hubungan antarmanusia, atau tradisi-tradisi kebijaksanaan. Pada akhirnya, apa yang dibawa kembali itu hanyalah sensasi sesaat serta nilai jual yang harus dipatri.
Selain anime, Jepang juga terkenal dengan tokusatsu. Tentu semua tak asing dengan produk berupa tayangan live-action khas Jepang yang selalu menampilkan para superhero asli Jepang seperti Ultraman, Kamen Rider, hingga Super Sentai (Power Rangers). Selain itu, ada beberapa superhero tunggal seperti Jiban, Janperson, dan Metalder. Megaloman, si superhero berambut panjang, dan berpenampilan seperti Ultraman bisa dibilang sebagai tokusatsu pertama yang muncul di Tanah Air. Ciri khas dari tokusatsu biasanya kyodai hero, si superhero bisa mengubah dirinya menjadi raksasa mengingat musuhnya adalah monster-monster raksasa, berpenampilan futuristik dan warna-warni, bergrup hingga lima orang, mempunyai kendaraan serbacanggih, dan selalu mempunyai musuh dari planet lain.
Kedua genre budaya populer di bidang hiburan itulah yang membuat Jepang semakin terkenal di dunia internasional di samping produk-produk elektronik dan otomotif "negeri sakura" tersebut. Cerita yang sederhana, klise alias mudah ditebak, banyak dialog, tetapi menghibur menjadikan anime dan tokusatsu banyak digemari di seluruh dunia. Sampai-sampai untuk hal ini, Amerika Serikat pun sebagai superpower budaya populer harus meminjam atau meminta lisensi beberapa produk Jepang tersebut untuk ditayangkan di televisi mereka, atau malah dijadikan film bioskop. Sebut saja Super Sentai, Kamen Rider, Astro Boy, dan Dragon Ball. Keunikan dan sesuatu yang tidak biasa juga mempunyai kesan tersendiri bagi mereka yang melihat produk budaya populer ala Jepang ini, terutama kostum-kostumnya yang banyak ragam dan warna sehingga melahirkan komunitas cosplay. Juga ciri-ciri fisik ala anime pun bukanlah sesuatu yang asing ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di Tanah Air sebab banyak remaja, terutama remaja putri yang suka menggambar dengan ciri khas anime.
Telah membudayanya anime dan tokusatsu justru tidak lepas dari keinginan Jepang sendiri untuk bisa bangkit dari Perang Dunia ke-2 yang meluluhlantahkan negeri tersebut. Munculnya anime dan tokusatsu pasca perang pun dibarengi dengan kebangkitan ekonomi dan teknologi negara tersebut yang menemukan kestabilannya pada dekade 1980 dan 1990-an, sehingga memudahkan promosi budaya mereka sendiri ke negara orang. Pada akhirnya, anime dan tokusatsu bisa dibilang refleksi orang Jepang itu sendiri: gemar bekerja keras, suka berinovasi, dan mempunyai dinamika kehidupan yang tinggi.
***
Penggalan di atas merupakan cuplikan dari seri Doraemon episode pertama, tentang munculnya Doraemon yang diceritakan ditugaskan oleh Sewashi, cucu dari Nobita di masa depan untuk membantu kakeknya tersebut supaya tidak selamanya menjadi orang bodoh. Mengenai Doraemon, tentu semua sudah tahu, bahwa ia termasuk salah satu produk animasi Jepang yang populer disebut anime.
Anime sendiri bukanlah barang baru di Indonesia. Produk budaya populer asal Jepang ini sudah ada sejak dekade akhir 70-an. Wanpaku Omukashi Kum-Kum menjadi anime pertama yang masuk ke negara ini. Kemudian berturut-turut menyusullah seperti Cyborg 009 dan Voltus V lalu pada dekade 90-an hingga sekarang sesaklah televisi-televisi di Indonesia oleh kehadiran animasi dari "negeri matahari terbit" ini seperti Doraemon, Astro Boy, Saint Seiya, Shurato, Sailormoon, Patlabor, Pokemon, Digimon, InuYasha, Samurai X, hingga yang terpopuler, Naruto. Saking populernya, beberapa majalah dan tabloid anak-anak selalu pada sampul depan memasang karakter anime.
daigeki.fansubers.com.br |
Wilshin juga menyinggung tentang fantasi dalam anime yang biasanya menggunakan cerita rakyat, legenda, atau mitos yang kemudian ditampilkan kembali secara populer. Ambil contoh InuYasha, kisah tentang makhluk setengah manusia, setengah rubah putih yang jatuh cinta pada seorang manusia, Kagome Higurashi. Di Inuyasha sendiri settingnya berlangsung pada masa Sengoku, masa Jepang penuh dengan peperangan. Namun yang unik adalah karakter Inuyasha itu sendiri. Di masyarakat Jepang, rubah putih dianggap sebagai simbol kramat. Masyarakat Jepang sendiri mempunyai nama khusus, yaitu Kitsune. Ia dikabarkan bisa berubah wujud menjadi manusia, dan bila mencapai usia 100 tahun, ia diyakini akan menjelma menjadi orang tua yang bijaksana.
Namun penampilan kembali dongeng dan mitos itu ke dalam budaya populer tentu sudah mengalami banyak perubahan sehingga tak lagi mengikuti aslinya. Paul Heru Wibowo dalam Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture menuturkan bahwa penampilan kembali itu secara tidak langsung telah mengasingkan nilai-nilai asali yang sebenarnya ingin dibangun masyarakat kuno seperti pengalaman kosmologis-antropologis yang terdapat dalam misteri alam, hubungan antarmanusia, atau tradisi-tradisi kebijaksanaan. Pada akhirnya, apa yang dibawa kembali itu hanyalah sensasi sesaat serta nilai jual yang harus dipatri.
Selain anime, Jepang juga terkenal dengan tokusatsu. Tentu semua tak asing dengan produk berupa tayangan live-action khas Jepang yang selalu menampilkan para superhero asli Jepang seperti Ultraman, Kamen Rider, hingga Super Sentai (Power Rangers). Selain itu, ada beberapa superhero tunggal seperti Jiban, Janperson, dan Metalder. Megaloman, si superhero berambut panjang, dan berpenampilan seperti Ultraman bisa dibilang sebagai tokusatsu pertama yang muncul di Tanah Air. Ciri khas dari tokusatsu biasanya kyodai hero, si superhero bisa mengubah dirinya menjadi raksasa mengingat musuhnya adalah monster-monster raksasa, berpenampilan futuristik dan warna-warni, bergrup hingga lima orang, mempunyai kendaraan serbacanggih, dan selalu mempunyai musuh dari planet lain.
Kedua genre budaya populer di bidang hiburan itulah yang membuat Jepang semakin terkenal di dunia internasional di samping produk-produk elektronik dan otomotif "negeri sakura" tersebut. Cerita yang sederhana, klise alias mudah ditebak, banyak dialog, tetapi menghibur menjadikan anime dan tokusatsu banyak digemari di seluruh dunia. Sampai-sampai untuk hal ini, Amerika Serikat pun sebagai superpower budaya populer harus meminjam atau meminta lisensi beberapa produk Jepang tersebut untuk ditayangkan di televisi mereka, atau malah dijadikan film bioskop. Sebut saja Super Sentai, Kamen Rider, Astro Boy, dan Dragon Ball. Keunikan dan sesuatu yang tidak biasa juga mempunyai kesan tersendiri bagi mereka yang melihat produk budaya populer ala Jepang ini, terutama kostum-kostumnya yang banyak ragam dan warna sehingga melahirkan komunitas cosplay. Juga ciri-ciri fisik ala anime pun bukanlah sesuatu yang asing ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di Tanah Air sebab banyak remaja, terutama remaja putri yang suka menggambar dengan ciri khas anime.
Telah membudayanya anime dan tokusatsu justru tidak lepas dari keinginan Jepang sendiri untuk bisa bangkit dari Perang Dunia ke-2 yang meluluhlantahkan negeri tersebut. Munculnya anime dan tokusatsu pasca perang pun dibarengi dengan kebangkitan ekonomi dan teknologi negara tersebut yang menemukan kestabilannya pada dekade 1980 dan 1990-an, sehingga memudahkan promosi budaya mereka sendiri ke negara orang. Pada akhirnya, anime dan tokusatsu bisa dibilang refleksi orang Jepang itu sendiri: gemar bekerja keras, suka berinovasi, dan mempunyai dinamika kehidupan yang tinggi.