knowledgeoverflow.com |
Singa memang binatang buas. Suka menyerang manusia, jika manusia itu mengganggu habitatnya. Akan tetapi, manusia sebagai insan budaya yang dianugerahi rasa, karsa, dan cipta, tentunya mempunyai penghargaan yang khusus dan istimewa terhadap binatang dari keluarga Felidae ini. Lihatlah! Dalam berbagai kebudayaan, terutama kebudayaan-kebudayaan yang sudah berusia ribuan tahun seperti Mesir, Babilonia, India, dan Cina, singa akan selalu mendapat tempat dalam cerita-cerita, baik cerita keagamaan, kepahlawanan, dan juga mitos. Singa akan selalu digambarkan sebagai binatang yang mempunyai keberanian dan wibawa. Menjadi penjaga pintu gerbang di Persia, membawa panji dan pedang di Babilonia, serta menjadi wahana Durga di India. Dalam kebudayaan Arab pun, nama singa selalu menjadi nama yang istimewa. Assad, kosakata singa untuk masyarakat di sana, akan selalu disematkan pada orang yang mempunyai keberanian dan wibawa sehingga ia disegani dan ditakuti. Salah satu contohnya, sahabat Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab, yang dijuluki "singa padang pasir".
Kemunculan singa di wilayah-wilayah tersebut erat kaitannya dengan keberadaan singa pada masa prasejarah yang membentang dari Afrika hingga India. Dalam bentangan itu, wilayah Eropa Timur dan Turki juga termasuk. Kemunculan itu yang kemudian membekas dalam masyarakat kebudayaan-kebudayaan di wilayah-wilayah tersebut.
Namun dalam penggambaran itu, ada sesuatu yang menarik untuk dicermati. Kemunculan singa nyatanya juga sampai ke Asia Timur dan Tenggara. Ini terlihat dari gambaran-gambaran singa dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada. Di Cina, singa muncul dalam bentuk barongsai, di Tibet ia menjadi lambang dalam bendera Tibet, di Jepang ia muncul di Kabuki, di negara-negara Asean seperti Indonesia, Thailand, dan Myanmar, ia menjadi penjaga candi, nama kerajaan, dan nama sebuah bir. Bahkan ada satu singa yang cukup terkenal hingga ke seluruh penjuru dunia. Singa itu adalah Merlion. Ikon dan lambang dari Singapura, sebuah nama yang konon katanya berasal dari ucapan Sang Nila Utama, pangeran dari Sriwijaya yang melihat binatang misterius yang ia sebut singa.
Tentu saja menjadi pertanyaan mengapa singa yang habitatnya hanya sampai India bisa ada dalam kebudayaan-kebudayaan di Asia Timur dan Asia Tenggara, yang notabene memang nihil hidup di sana? Jawabannya: pengaruh Hindu-Budha dan pengalaman kebudayaan. Asia Timur dan Asia Tenggara yang wilayahnya letaknya berdekatan dengan wilayah-wilayah kebudayaan besar memang mudah untuk dimasuki budaya-budaya yang dibawa dari situ. Mengenai singa, sang penutur membawa pengalaman kebudayaan mengenai sebuah binatang buas, berkaki empat, berkuku runcing, dan seperti kucing yang kemudian diterima, dan dimasukkan dalam kebudayaan-kebudayaan mereka sehingga terciptalah singa-singa di wilayah itu.
Dalam kasus Singapura, bagaimana Sang Nila Utama, yang sudah terpengaruh oleh konsepsi tentang singa sehingga ketika bertemu binatang buas, tanpa ragu ia menyebutnya singa dan mendirikan wilayahnya dengan nama Singapura atau Kota Singa. Setelah ditelusuri bahwa singa nihil hidup di wilayah itu, maka diambil kesimpulan apa yang dilihat Sang Nila Utama adalah harimau malaya.
Di Indonesia, yang juga terpengaruh Hindu-Budha, seperti disebut di atas, nama singa juga muncul di Nusantara ini. Selain sebagai penjaga candi, nama sebuah kerajaan di Jawa Timur, ia juga menjadi nama dalam Mitologi Batak, nama sebuah kecamatan di Tasikmalaya, nama sebuah ibu kota kabupaten di Bali, nama sebuah makhluk dalam Mitologi Bali, nama sebuah maskapai penerbangan, dan juga nama sebuah julukan bagi sebuah klub sepak bola di Malang. Jelas nama bukanlah sekedar nama. Penamaan demikian dikarenakan adanya sifat yang terkandung dalam satwa tersebut. Seharusnya ini yang ada pada setiap orang di Indonesia, terutama pemimpinnya. Mempunyai sifat seperti singa: pemberani dan berwibawa untuk menghadapi situasi dan kondisi yang berlaku sekarang di negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar