Jangan tertipu oleh judulnya. Meski judulnya memakai nama Ibu Kota,
namun cerita ini bukanlah mengenai Ibu Kota, terutama dari seorang asing
bernama Christphe Dorigné-Thomson, seorang berkebangsaan Prancis namun berdarah
Inggris.
Jakarta! Merupakan sebuah cerita perjalanan seorang lulusan bisnis
sebuah universitas bernama Edwin Marshall. Perjalanannya tentu saja bukan
sebuah perjalanan untuk liburan, melainkan untuk sebuah misi: menjadi seorang
pembunuh bayaran. Dikisahkan, Edwin yang berdarah Prancis-Inggris itu hidup di
dalam lingkungan Eropa yang terintegrasi oleh Uni Eropa. Ia sendiri tinggal di
Prancis, tepatnya di Paris, di sebuah kota satelit Ibu Kota Prancis tersebut, dan jauh dari
orangtua yang tinggal di pedesaan.
Suatu hari musibah terjadi. Nigel, adiknya, meninggal karena kecelakaan.
Anna, kekasihnya, memutuskan hubungan percintaan dengannya sewaktu ia magang di
Jepang. Edwin pun menjadi sendiri. Di saat itulah datang seseorang bernama John
yang menawarinya sebuah pekerjaan yang tidak biasa untuknya. Masih berhubungan
dengan bisnis. Hanya saja urusan berbisnis ini harus dilakukan dengan
pendekatan mengempaskan nyawa seseorang. Edwin pun menerima tawaran itu. Maka,
mulailah ia melanglang buana dari West Coast di Amerika Serikat hingga ke Jakarta,
Indonesia. Mencari dan membunuh orang-orang yang dianggap penghalang dalam
berbisnis. Sampai akhirnya, ia pun jatuh cinta kepada Indonesia lalu memutuskan
tinggal di sana.
***
Jakarta! Sesungguhnya novel yang sederhana. Mengisahkan tentang kegalauan
seorang pemuda Eropa akan benuanya yang tengah dihinggapi krisis ekonomi yang
dimulai dari AS. Sebuah krisis yang meruntuhkan semangat orang-orang di
dalamnya, terutama kaum mudanya, yang menginginkan kehidupan yang lebih
bergairah di dunia baru.
Dalam novel yang naratif itu, terlihat bagaimana sosok Edwin
melihat semacam kepesimisan dalam dirinya mengenai negara tempat tinggalnya,
Prancis yang kebanyakan dikuasai kaum tua, dan selalu berpegang pada
nilai-nilai yang dianut golongan tua. Pada golongan ini, tercipta sebuah
paradigma pascakolonial mengenai Prancis yang berjaya di masa-masa negara itu
menjadi negara kolonial terbesar di dunia setelah Inggris, yang kemudian
sikap-sikap itu masih terbawa kala negeri mode itu menjalin hubungan dengan bekas
negara-negara kolonialnya, terutama Aljazair, negeri Arab di Afrika Utara yang
harus diperangi dengan serangan militer demi kekuasaan kolonial terakhir
Prancis setelah beberapa negara-negara koloninya, yang berada di Afrika Barat
dan Asia Tenggara (Indocina) memerdekakan diri. Sebuah kebanggaan dan
kesombongan diri tercipta di negeri Eropa Barat tersebut bagaimana mereka
memandang negara-negara bekas koloninya dan juga dunia.
Dari Eropa yang menjadi sebuah mercusuar dunia, tetapi juga
sekaligus benua tua yang sedang menuju kehancurannya, sosok Edwin oleh John
kemudian diajak berkeliling ke dunia baru, negara-negara berkembang yang
berpotensi menjadi raksasa ekonomi dunia baru. Sebut saja India, Cina, Brasil,
Rusia, dan juga Indonesia.
Di negara-negara raksasa ekonomi baru tersebut, Edwin melihat
adanya ledakan ekonomi yang cukup kuat, terutama di India, Cina, dan Brasil. Ia
melihat, terutama di India, sebuah mental kesungguhan dari orang-orangnya untuk
bisa menjadi negara adidaya baru menyaingi Amerika Serikat. Terlihat bagaimana
India mencoba mengembangkan teknologinya sendiri dengan meminjam beberapa
ilmuwan luar negeri atau menyekolahkan para ilmuwannya ke luar negeri lalu
mempraktekkan ilmunya di India. Atau menasionalisasi sebuah perusahaan baja
asing. Begitu juga di Cina dan Brasil. “Negeri tirai bambu” itu tampak berniat
menjadi negeri adidaya di Asia dalam segala bidang lalu menjadikan negara itu
seperti sebuah perusahaan global. Di Brasil, sebuah negeri eksotis dan terbesar
di Amerika Selatan, yang penduduknya menyukai kehidupan hedonis, Edwin melihat
negeri itu kini bertumbuh menjadi sebuah negeri yang mampu menyaingi Amerika
Serikat di berbagai bidang, terutama di minyak bumi, teknologi, kemiliteran, dan
bisnis. Sebuah negeri yang sebelumnya selalu identik dengan sepak bola, juga
kemiskinan dan dunia hitam obat bius dan narkotika.
Pada akhirnya, ketika misi ke Indonesia, sebuah ungkapan kagum dan
jatuh cinta langsung terpancar dari hatinya. Di Indonesia, terutama di Jakarta,
ia melihat sebuah bentuk keragaman kehidupan secara mendetail. Bagi Edwin,
Indonesia adalah kehangatan juga solidaritas. Apa yang diberitakan oleh
media-media di Barat pada kenyataannya tidak seperti demikian. Indonesia yang
membuatnya kagum itu ia perkirakan akan menjadi pusat dunia seiring dengan
keanggotaan Indonesia di komunitas dunia internasional, terutama di G-20.
Kekaguman akan Indonesia itu ditambah lagi dengan kekagumannya akan perempuan
Indonesia bernama Fitri yang kemudian ia pacari.
Ada semacam keunikan dari Jakarta! Novel ini sama sekali tidak
menghadirkan sebuah dialog. Hanya paparan deskriptif dari narasi mengenai
tindakan tokoh-tokohnya. Pada beberapa bagian, paparan deskriptif bisa terlihat
asyik dibaca, namun pada beberapa bagian, terutama pada bagian pembunuhan ada
sesuatu yang hilang karena kenihilan dialog tersebut. Meski begitu, bahasa yang
sederhana, tanpa istilah-istilah yang memberatkan pembaca, terutama istilah
bisnis seperti latar belakang penulisnya, dan penggambaran yang cukup mendetail
membuat Jakarta! bisa dipahami dengan cepat oleh pembaca. Penilaian yang
positif dari penulis tentang Indonesia melalui Jakarta membuat kita harus sadar
bahwa Indonesia bukanlah sekedar pelengkap. Indonesia adalah negara yang punya
jati diri untuk berperan lebih aktif di dunia internasional. Indonesia adalah
bangsa yang sebenarnya bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya karena
mempunyai sejarah yang gemilang tanpa harus tersilaukan negara-negara lain. Karena itu, kita pun harus optimistis. Maka, tak salah jika Jakarta! menjadi sebuah judul untuk novel yang sesungguhnya lebih mirip sebuah laporan ekonomi dan bisnis.
0 komentar:
Posting Komentar