Sering kita mendengar kata-kata ini, anjing lo!, dasar anjing!, Bukan begitu, Jing!. Hampir semuanya mengarah ke anjing, salah satu spesies mamalia yang sudah ada di muka bumi, bahkan jauh sebelum manusia menjejakkan kakinya. Dalam sejarah ilmu pengetahuan mengenai spesies yang sering digambarkan bertikai dengan kucing ini, anjing merupakan domestikasi yang dilakukan manusia terhadap serigala. Hal itu dibuktikan melalui fosil serigala yang terkubur bersama dengan famili hominidae yang diperkirakan berasal dari 400.000 tahun yang lalu.
Baiklah, saya tak ingin berpanjang lebar mengenai asal-usul anjing yang kemudian menjadi binatang peliharaan banyak orang. Saya cuma ingin menuliskan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anjing, si spesies yang memang terlihat garang, suka mengonggong terhadap orang lain bahkan tuannya sendiri, dan mengejar-ngejar jika diganggu, sering muncul dalam percakapan individu atau kelompok. Namun dalam bentuk yang negatif seperti yang terlihat di awal tulisan. Pada awalnya kata anjing disematkan untuk mengata-ngatai seseorang kemudian meluas ke kelompok/organisasi masyarakat. Tetapi juga, anjing, digunakan sebagai cara keakraban orang memanggil kawannya. Dan untuk yang satu ini, malah yang bersangkutan, tidak tersinggung. Mengapa harus anjing?
Menurut Ajip Rosidi, hal demikian terjadi karena anjing ----juga babi--- dipandang sebagai binatang yang tidak lepas dari najis. Mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim akan selalu mengaitkan anjing dengan kata "haram". Memang, dalam sebuah kitab suci ada ayat yang mengatakan bahwa anjing ---juga babi---binatang-binatang yang lekat dengan najis. Namun, dalam penafsirannya, menjadi berbeda. Nah, akibatnya bisa ditebak, anjing menjadi sematan negatif untuk mengata-ngatai orang yang ia anggap menjengkelkan, menyebalkan, dan membuat frustrasi. Kemudian kata anjing itu bervariasi menjadi anjrit, anjiss, dan anjir.
Padahal, sebenarnya, si anjing tak berharap dirinya menjadi sematan seperti itu. Apalagi Tuhan pun tahu bahwa anjing itu mulia sama dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan dalam kisah nabi-nabi, bukankah anjing yang menemani para pemuda Ashabul Kahfi di gua sampai beratus tahun lamanya? Bukankah itu termasuk mulia. Namun, entah kenapa, di Indonesia malah kebalikannya? Kasihan si anjing.
wikipedia.or.id |
Baiklah, saya tak ingin berpanjang lebar mengenai asal-usul anjing yang kemudian menjadi binatang peliharaan banyak orang. Saya cuma ingin menuliskan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anjing, si spesies yang memang terlihat garang, suka mengonggong terhadap orang lain bahkan tuannya sendiri, dan mengejar-ngejar jika diganggu, sering muncul dalam percakapan individu atau kelompok. Namun dalam bentuk yang negatif seperti yang terlihat di awal tulisan. Pada awalnya kata anjing disematkan untuk mengata-ngatai seseorang kemudian meluas ke kelompok/organisasi masyarakat. Tetapi juga, anjing, digunakan sebagai cara keakraban orang memanggil kawannya. Dan untuk yang satu ini, malah yang bersangkutan, tidak tersinggung. Mengapa harus anjing?
Menurut Ajip Rosidi, hal demikian terjadi karena anjing ----juga babi--- dipandang sebagai binatang yang tidak lepas dari najis. Mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim akan selalu mengaitkan anjing dengan kata "haram". Memang, dalam sebuah kitab suci ada ayat yang mengatakan bahwa anjing ---juga babi---binatang-binatang yang lekat dengan najis. Namun, dalam penafsirannya, menjadi berbeda. Nah, akibatnya bisa ditebak, anjing menjadi sematan negatif untuk mengata-ngatai orang yang ia anggap menjengkelkan, menyebalkan, dan membuat frustrasi. Kemudian kata anjing itu bervariasi menjadi anjrit, anjiss, dan anjir.
Padahal, sebenarnya, si anjing tak berharap dirinya menjadi sematan seperti itu. Apalagi Tuhan pun tahu bahwa anjing itu mulia sama dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan dalam kisah nabi-nabi, bukankah anjing yang menemani para pemuda Ashabul Kahfi di gua sampai beratus tahun lamanya? Bukankah itu termasuk mulia. Namun, entah kenapa, di Indonesia malah kebalikannya? Kasihan si anjing.
0 komentar:
Posting Komentar