Namun, mantan istri Aldi Taher dan Saipul Jamil ini menjamin, dalam Lihat Boleh, Pegang Jangan tak ada adegan dan busana seronok
(Kompas online, 27 Agustus 2010)
Mereka lebih seronok menghabiskan masa dengan aktiviti yang tidak mengeluarkan peluh.
(Utusan Malaysia Online, 9 Desember 2012)
Barangkali ini bukan sesuatu yang baru. Namun, seringkali, banyak yang terbingung-bingung, mengerutkan dahi, bahkan mengatakan "aneh". Perbedaan makna antara bahasa Indonesia dan Malaysia. Sekali lagi ini bukan hal baru, namun tetap saja masih memunculkan rasa heran ketika menghadapinya.
Sama-sama mengaku serumpun, namun berbeda dalam pemaknaan kata. Sama-sama berasal dari trah Melayu, tetapi antara satu yang lain malah saling membingungkan sehingga sering muncul ketidakpahaman. Kasus Gondang Batak dan tari Tor-Tor bisa menjadi contoh. Bagaimana kata klaim menjadi interpretasi yang paling menonjol terhadap pencatatan asal-usul yang dilakukan Malaysia terhadap kebudayaan milik suku Batak Mandailing tersebut.
Apalagi jika melihat dua kutipan di atas yang dikutip dari dua surat kabar masing-masing. Seronok menjadi inti dalam kalimat-kalimat tersebut. Bagi penutur bahasa Indonesia, kata seronok bermakna negatif karena selalu dihubungkan dengan sesuatu yang tidak pantas dan mengumbar aurat. Namun, sebaliknya, bagi penutur bahasa Malaysia, kata itu malah menjadi sebaliknya. Positif dan berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan dan enak dilihat. Tentu saja ini, bagi penutur kedua bahasa, malah bisa menimbulkan gelak tawa atau malah dijadikan lelucon.
Perbedaan makna ini, disebabkan adanya pergeseran makna, pemunculan kosa kata baru, pelatinan huruf Arab-Melayu, dan kultur bawaan dari negara bekas penjajah: kata serapan. Pada pergeseran makna, antara KBBI dan Kamus Dewan sebenarnya sudah sepakat mengenai seronok; sesuatu yang menyenangkan, sedap dilihat. Namun, entah kenapa, di Indonesia makna itu malah bergeser, sedangkan di Malaysia tetap berpaku pada artian di kamus.
Banci bisa menjadi contoh lain kasus perbedaan makna ini. Di Indonesia, banci mengacu pada kelainan seksual lelaki menjadi perempuan. Tetapi di Malaysia, banci mengacu pada sensus. Begitu juga dengan berbual yang sama-sama kita tahu adalah berbohong. Sedangkan di Malaysia bercakap-cakap.
Tanpa disadari, perbedaan makna ini yang akhirnya memang membuat hubungan dua negara serumpun menjauh, saling mencerca, saling curiga, dan saling meremehkan hingga sekarang. Andaikata ada kesepahaman dan kesamaan makna kosakata-kosakata antara dua negara bersangkutan tersebut, dipastikan sikap terheran-heran, terbingung-bingung, mengerutkan dahi, hingga membuat lelucon tak pantas takkan ada lagi. Dalam bayangan, ada semacam melayu bersatu yang membentang dari Kuala Lumpur hingga Bandar Seri Begawan. Namun, pertanyaannya sekarang, adakah yang mau?
(Kompas online, 27 Agustus 2010)
Mereka lebih seronok menghabiskan masa dengan aktiviti yang tidak mengeluarkan peluh.
(Utusan Malaysia Online, 9 Desember 2012)
Barangkali ini bukan sesuatu yang baru. Namun, seringkali, banyak yang terbingung-bingung, mengerutkan dahi, bahkan mengatakan "aneh". Perbedaan makna antara bahasa Indonesia dan Malaysia. Sekali lagi ini bukan hal baru, namun tetap saja masih memunculkan rasa heran ketika menghadapinya.
Sama-sama mengaku serumpun, namun berbeda dalam pemaknaan kata. Sama-sama berasal dari trah Melayu, tetapi antara satu yang lain malah saling membingungkan sehingga sering muncul ketidakpahaman. Kasus Gondang Batak dan tari Tor-Tor bisa menjadi contoh. Bagaimana kata klaim menjadi interpretasi yang paling menonjol terhadap pencatatan asal-usul yang dilakukan Malaysia terhadap kebudayaan milik suku Batak Mandailing tersebut.
Apalagi jika melihat dua kutipan di atas yang dikutip dari dua surat kabar masing-masing. Seronok menjadi inti dalam kalimat-kalimat tersebut. Bagi penutur bahasa Indonesia, kata seronok bermakna negatif karena selalu dihubungkan dengan sesuatu yang tidak pantas dan mengumbar aurat. Namun, sebaliknya, bagi penutur bahasa Malaysia, kata itu malah menjadi sebaliknya. Positif dan berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan dan enak dilihat. Tentu saja ini, bagi penutur kedua bahasa, malah bisa menimbulkan gelak tawa atau malah dijadikan lelucon.
Perbedaan makna ini, disebabkan adanya pergeseran makna, pemunculan kosa kata baru, pelatinan huruf Arab-Melayu, dan kultur bawaan dari negara bekas penjajah: kata serapan. Pada pergeseran makna, antara KBBI dan Kamus Dewan sebenarnya sudah sepakat mengenai seronok; sesuatu yang menyenangkan, sedap dilihat. Namun, entah kenapa, di Indonesia makna itu malah bergeser, sedangkan di Malaysia tetap berpaku pada artian di kamus.
Banci bisa menjadi contoh lain kasus perbedaan makna ini. Di Indonesia, banci mengacu pada kelainan seksual lelaki menjadi perempuan. Tetapi di Malaysia, banci mengacu pada sensus. Begitu juga dengan berbual yang sama-sama kita tahu adalah berbohong. Sedangkan di Malaysia bercakap-cakap.
Tanpa disadari, perbedaan makna ini yang akhirnya memang membuat hubungan dua negara serumpun menjauh, saling mencerca, saling curiga, dan saling meremehkan hingga sekarang. Andaikata ada kesepahaman dan kesamaan makna kosakata-kosakata antara dua negara bersangkutan tersebut, dipastikan sikap terheran-heran, terbingung-bingung, mengerutkan dahi, hingga membuat lelucon tak pantas takkan ada lagi. Dalam bayangan, ada semacam melayu bersatu yang membentang dari Kuala Lumpur hingga Bandar Seri Begawan. Namun, pertanyaannya sekarang, adakah yang mau?
0 komentar:
Posting Komentar