Pages

Sabtu, 10 November 2018

Ketika Matahari Terbit Menguasai Lautan: Superioritas Jepang di Perang Dunia Kedua


Seketika lautan di Asia bergemuruh 2012 lalu. Penyebabnya tak lain tak bukan adalah kehadiran sebuah kapal induk dari sebuah negara yang tengah meningkatkan kekuatan militernya di lautan untuk bisa bersanding dan mengalahkan penguasa lautan seluruh dunia, Amerika Serikat.
Negara itu adalah Cina, negara dengan kekuatan militer terbesar ketiga di dunia. Tahun itu menjadi tahun bersejarah bagi Negeri Tirai Bambu karena untuk kali pertama memiliki sebuah kapal induk untuk angkatan laut mereka, PLA Navy. Kapal induk itu diberi nama Liaoning, nama sebuah provinsi di negara tersebut. Awalnya Liaoning adalah sebuah kapal induk eks Uni Soviet yang kemudian diambil Ukraina dengan nama Varyag, yang kemudian dijual ke Cina pada 1998. Cina lantas membangun dan mendesain ulang kapal induk ini di Dalian yang memang dimaksudkan sebagai kapal induk pertama sekaligus latihan dan acuan untuk membuat kapal-kapal induk selanjutnya namun dengan tenaga nuklir. Perlu diketahui, Liaoning adalah kapal induk tenaga uap.
Hasil gambar untuk liaoning aircraft carrier
Defense News

Liaoning pun dibuat untuk bisa menampung beberapa armada udara Cina seperti pesawat tempur J-15 dan helikopter multifungsi Z-18. Kehadiran Liaoning sekaligus menambah Cina sebagai deretan negara di Asia yang memiliki kapal induk setelah Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Dan tentu saja menambah kekhawatiran armada Pasifik Amerika Serikat berserta sekutu-sekutunya seperti Jepang dan Korea Selatan. Apalagi Cina memang berhasrat ingin menguasai lautan di Asia terutama Laut Cina Selatan yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini otomatis akan membuat benturan antara Cina dan negara-negara di sekitar laut tersebut.
Hasrat Cina untuk menguasai lautan di Asia selain karena faktor sumber daya alam, kekuatan besar militer, juga karena faktor sejarah bahwa di masa lampau melalui ekspedisi Zheng He Cina pernah menguasai lautan. Namun hal tersebut urung dilakukan lagi setelah Kaisar Zhu Di, kaisar yang menugaskan Zheng He, wafat sehingga setelah itu Cina tidak lagi memikirkan kekuatan lautnya dan hanya berfokus di darat.
Absennya Cina ini yang pada akhirnya akan diambil alih dan diteruskan oleh negara tetangga yang juga satu budaya dengan Cina, Jepang. 
Jauh sebelum Cina sedang gembar-gembor dengan kekuatan militernya sehingga membuat para negara tetangganya khawatir pada abad milenium ini atau setelah terjadinya Revolusi Industri dan globalisasi, Jepang telah melakukannya terlebih dahulu.
Negara tetangga di sisi Laut Kuning ini adalah negara pertama di Asia yang mempunyai kekuatan militer terbesar di Benua Kuning. Hal ini merupakan imbas dari Restorasi Meiji pada akhir abad ke-19 yang mengubah wajah Jepang seluruhnya. Dari yang terisolasi dan tradisional menjadi modern dan terbuka. Restorasi itu juga yang membuat Jepang menjadi negara di Asia yang benar-benar mengikuti Barat terutama dalam kemiliteran. Dan hal itu terjadi begitu cepat. Jepang menjadi negara pertama di luar Eropa dan Amerika yang mampu memproduksi peralatan dan kendaraan militer sendiri. Bahkan seragam tentara Jepang akhirnya mengikuti Eropa, dan itu terlihat ketika Jepang berperang melawan Cina pada 1894-1895. Ketidakseimbangan terjadi antara Jepang yang modern dengan Cina yang tradisional. Hasilnya, bisa ditebak. Jepang menang melawan saudara tuanya, dan berhak atas Kepulauan Ryukyu dan Taiwan, serta Port Arthur. Kemenangan itu pada akhirnya membuat Jepang menjadi begitu superior atas Cina apalagi setelah Negeri Matahari Terbit bisa mengalahkan Rusia pada 1905 lalu menguasai Korea pada 1910. Hal yang demikian membuat Jepang merasa harus seluruh negara di Asia-Pasifik berada di dalam naungannya.
Hasil gambar untuk first sino-japanese war
Encyclopedia Britannica

Kekuatan Jepang yang begitu superior di Asia pada masanya itu makin menjadi-jadi setelah berkobarnya Perang Dunia Kedua di Pasifik. Jepang yang sudah merasa unggul atas negara-negara Asia lainnya, dan berbekal kemenangan meyakinkan atas orang-orang kulit putih, Rusia, pada awal abad ke-20, menyerang orang-orang kulit putih lainnya, Amerika Serikat, pada 8 Desember 1941 melalui serangan dadakan ke Pearl Harbor. Selanjutnya Jepang juga menyerang Inggris dan Belanda sehingga mereka hengkang dari Asia.
Hasil gambar untuk kaigun
wikipedia

Tentu saja superioritas Jepang di masa Perang Dunia Kedua ini didukung oleh armada Angkatan Laut Jepang atau Kaigun yang mengoperasikan pesawat tempur Mitsubhisi Zero dan penempur-pengebom Aichi Val. Dan pesawat-pesawat ini juga diterbangkan melalui kapal-kapal induk yang dimiliki Negeri Sakura. Tercatat ada 20 kapal induk yang dioperasikan Jepang di perang besar sepanjang sejarah negara itu. Jumlah ini merupakan lonjakan yang begitu hebat jika dibandingkan dengan 1914 ketika mereka mempunyai satu kapal induk bernama Wakamiya yang digunakan untuk menggempur pos Jerman di Tsingtao, Cina, pada Perang Dunia Pertama.
Gambar terkait
wikipedia

Kedua puluh kapal induk ini juga merupakan jumlah yang paling besar untuk sebuah negara di Asia yang kala itu sedang menggenjot industri demi kepentingan perang untuk mencari sumber daya alam. Jika dibandingkan dengan Amerika sebagai lawan utama Jepang, jumlah 20 kapal induk ini sebenarnya masih kalah dari Amerika yang mengoperasikan 38 kapal induk sepanjang Perang Dunia Kedua.
Meski begitu, kenyataannya Jepang berhasil memanfaatkan kapal-kapal induknya untuk strategi pertempuran di udara dan lautan. Hal ini yang tidak disadari oleh Amerika dan Sekutunya pada awal-awal perang, dan baru tersadar kala Pearl Harbor dibombardir 300 kapal tempur yang semuanya berangkat dari kapal induk. Amerika kemudian meningkatkan jumlah kapal induknya untuk bisa mengimbangi Jepang sehingga Perang Pasifik sebagai bagian Perang Dunia Kedua disebut juga sebagai perang kapal induk.
Kapal-kapal induk Jepang itu adalah Hosho, Ryuho, Junyo, Katsuragi, Kaga, Akagi, Ryujo, Soryu, Hiryu, Shoho, Zuiho, Chitose, Chiyoda, Shokaku, Zuikaku, Hiyo, Taiho, Amagi, Unryu, dan Shinano. Selain kedua puluh kapal induk ada juga empat kapal induk yang tidak pernah dioperasikan hingga akhir perang, dan malah dinonaktifkan dan dihancurkan setelah perang.
Dari kedua puluh kapal induk, yang paling terbesar adalah Shinano. Dibangun pada 1940 dan beoperasi pada 1944, Shinano yang namanya diambil dari sebuah wilayah di Prefektur Nagano merupakan kapal induk yang diperuntukkan untuk melanjutkan lagi sisa-sisa superioritas Jepang di Perang Dunia Kedua setelah keempat kapal induk Jepang, Kaga, Akagi, Soryu, dan Hiryu, tenggelam dalam Pertempuran Midway 1942. Pertempuran inilah yang menjadi titik balik Amerika selanjutnya untuk bisa mengalahkan Jepang sebab setelah itu Jepang mulai mengalami kekalahan demi kekalahan.
Sayangnya, Shinano cuma bisa mengemban tugas selama beberapa minggu karena ditenggelamkan pada 29 November 1944 oleh kapal selam Amerika, USS Archerfish. Tenggelamnya Shinano semakin menambah penderitaan Jepang di akhir perang. Setelah empat kapal induk utama mereka tenggelam di Midway, kemudian menyusul lagi kapal-kapal induk lain, Shoho, Zuiho, Chitose, Chiyoda, Shokaku, Zuikaku, Hiyo, dan Taiho, yang kebanyakan tenggelam di Teluk Leyte dan Laut Filpina dalam rentang waktu 1944.
Ketika perang berakhir dengan kekalahan Jepang, beberapa kapal induk yang masih aktif, Hosho, Ryuho, Junyo, dan Katsuragi difungsikan sebagai pengangkut tentara Jepang yang menyerah ke tanah asal. Lalu pada 1948 keempat kapal itu dihancurkan. Setelahnya, Jepang tidak punya kapal induk lagi meskipun dalam ketentuan Perjanjian San Fransisco Jepang tetap diperbolehkan memproduksi mesin perang namun hanya untuk keperluan internal. Hingga akhirnya pada 2007-2009, Jepang kembali mempunyai kapal induk walaupun untuk helikopter, yaitu Hyuga dan Ise. Kemudian pada 2015-2017, Jepang meluncurkan kembali kapal induknya, dan merupakan yang terbesar setelah Perang Dunia Kedua, yaitu, Izumo dan Kaga –meskipun masih berupa kapal induk helikopter. Kemunculan dua kapal induk ini juga dipicu oleh situasi regional di kawasan Asia Timur berkaitan dengan kebangkitan Cina, dan keinginan Perdana Menteri Shinzo Abe yang ingin meningkatkan militer Jepang setelah Perang Dunia Kedua, dan hal itu disetujui Amerika. 
Hasil gambar untuk izumo
Defencyclopedia
Tentu saja jumlah kapal induk Jepang yang sekarang tidak sebanding dengan jumlah di masa Perang Dunia Kedua apalagi fungsi kapal induk yang sekarang lebih untuk melindungi atau bela diri dari serangan luar. Akan tetapi, apabila melihat kekuatan Cina yang semakin membesar bukan tidak mungkin Jepang bakal kembali membangun banyak kapal induk yang tidak hanya untuk bela diri tetapi untuk juga kembali menjadi penguasa di lautan Asia seperti di awal dan pertengahan abad ke-20.




 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran