Pages

Tampilkan postingan dengan label KRL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KRL. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 November 2020

KRL Jogja-Solo Seperti Apa dan Bagaimana Pengoperasiannya?


Pengertian


KRL Jogja-Solo adalah layanan kereta rel listrik komuter yang melayani  rute Yogyakarta dan Solo yang masing-masing berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Layanan kereta rel listrik atau KRL ini merupakan yang pertama beroperasi di luar wilayah Jakarta dan sekitarnya atau Jabodetabek-Lebak. Karena itu, banyak orang yang mengasosikan KRL dengan Jakarta dan daerah-daerah penyangganya. Alasan dipilihnya Yogyakarta dan Solo sebagai tempat beroperasi selain Jabodetabek-Lebak adalah karena tingginya mobilitas masyarakat di kedua kota terutama yang menggunakan transportasi massal. Kebutuhan akan transportasi massal yang efisien, efektif, ekonomis, dan aman juga menjadi alasan lainnya. Kedua kota sebenarnya sudah mempunyai transportasi massal berupa kereta Prambanan Ekspres. Namun, kereta yang disingkat Prameks itu ternyata kehadirannya dirasa belum cukup jika dikaitkan dengan kecepatan dan efektivitas sebab masih memakai diesel sebagai mesin penggerak. Selain itu, daya angkut penumpang pada Prameks maksimal hanya 800. Bandingkan dengan KRL yang mampu mengangkut hingga 1.000 lebih. Kereta komuter Jogja-Solo sendiri diproyeksikan menggantikan Prameks.

Rute dan Stasiun


Rute untuk KRL Tanah Jawa ini sekitar 60 kilometer meliputi Yogyakarta-Klaten-Solo. Jarak ini tentu saja masih kalah jika dibandingkan dengan jarak KRL Jabodetabek-Lebak yang mencapai hingga 418 km. Rute yang digunakan ini juga menggunakan rute yang sudah ada, yang sebelumnya merupakan rute Prameks. Untuk stasiun sendiri, KRL Commuter Line Jogja-Solo mempunyai 11 stasiun, yaitu:

  • ·         Stasiun Yogyakarta
  • ·         Stasiun Lempuyangan
  • ·         Stasiun Maguwo
  • ·         Stasiun Srowot
  • ·         Stasiun Klaten
  • ·         Stasiun Ceper
  • ·         Stasiun Delanggu
  • ·         Stasiun Bawok
  • ·         Stasiun Purwosari
  • ·         Stasiun Solo Balapan

Yang perlu diketahui beberapa stasiun terletak dekat atau mempunyai akses ke tempat-tempat penting seperti tempat wisata atau fasilitas publik. Stasiun Yogyakarta dan Lempuyangan dekat dengan tempat-tempat penting di Yogyakarta seperti Keraton Yogyakarta, Benteng Vredeburg, dan Kebun Binatang Gembira Loka. Stasiun Brambanan dekat dengan Candi Prambanan  dan Candi Ratu Boko, Stasiun Maguwo dekat dengan Bandara Adi Sucipto, Stasiun Klaten dengan Watu Sepur Bayat, dan Stasiun Solo Balapan yang terkenal karena Didi Kempot dekat dengan Keraton Surakarta dan Benteng Vastenburg. Tentu saja letak stasiun yang dekat dengan tempat-tempat wisata akan semakin memudahkan akses jika ditempuh dengan KRL yang punya kecepatan 90 kilometer per jam. Bandingkan dengan Prameks yang hanya 70 km per jam. Ini seperti halnya di Jabodetabek-Lebak yang beberapa stasiunnya juga dekat dengan tempat-tempat wisata atau pemerintahan seperti Stasiun Jakartakota (kawasan Kota Tua Jakarta), Stasiun Bogor (Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor), Stasiun Sudirman (kawasan bisnis dan perdagangan), dan Stasiun Rangkasbitung (Museum Multatuli).

Operator


Operator KRL Jogja-Solo adalah PT KCI atau Kereta Commuter Indonesia, anak usaha PT KAI, yang juga mengoperasikan KRL Jabodetabek-Lebak sejak tahun 2008. PT KCI sendiri bermarkas di Jakarta tepatnya di Stasiun Juanda, salah satu stasiun KRL Jabodetabek-Lebak. Untuk daerah operasi, KRL Commuter Line Jogja Solo berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta.

Armada


Kereta listrik Jogja-Solo akan memakai armada berupa KRL KfW i9000, yaitu kereta listrik yang sebelumnya pernah beroperasi di lintas Jabodetabek-Lebak, dan terakhir sebelum dihentikan operasionalnya karena masalah teknis beroperasi di salah satu lintas, yaitu di jalur Jakartakota-Tanjung Priok. Kereta ini sendiri buatan PT INKA, BUMN yang memproduksi kereta api, dan Bombardier, perusahaan transportasi asal Kanada yang terkenal dengan berbagai produk kereta apinya untuk beberapa transportasi massal cepat seperti Berlin U-Bahn dan London Underground. KRL KfW ini tentu saja berbeda secara tampilan untuk lintas Jogja-Solo ini setelah dirapikan kembali di pabrik INKA di Madiun, yaitu mempunyai livery merah corak batik Jawa yang memang sesuai dengan Yogyakarta dan Solo sebagai dua pusat kebudayaan Jawa. Selain KRL KfW, kereta lain yang juga siap melintas adalah KRL JR-205 Series yang sudah malang-melintang di Jabodetabek-Lebak. KRL ini akan digunakan sebagai sarana untuk membantu dan melengkapi.

Tiket dan Harga



Untuk tiket KRL Jogja-Solo akan menggunakan tiket elektronik seperti halnya KRL Jabodetabek-Lebak. Tiket elektronik ini dapat berupa tiket harian berjaminan atau THB, kartu multi trip atau KMT, dan kartu elektronik dari bank seperti E-Money, Flazz, Brizzi, dan Tapcash. Untuk pembeliannya bisa dilakukan di konter loket stasiun pada THB dan KMT sedangkan kartu bank bisa di bank yang mengeluarkan kartu tersebut atau merchant-merchant yang bekerja sama dengan bank yang bersangkutan. Kartu elektronik ini juga bisa diisi ulang melalui konter atau vending machine sedangkan kartu bank pada bank atau merchant-merchant yang bermitra dengan bank-bank yang bersangkutan. Kartu-kartu ini kemudian di-tap di gate-gate elektronik yang ada di stasiun. Cara ini tentunya lebih praktis daripada Prameks yang masih mengandalkan tiket manual dan nomor tempat duduk.

Harga tiket juga akan sama seperti di Jabodetabek-Lebak, yaitu berdasarkan kilometer. Untuk 1-25 kilometer pertama tiket dihargai Rp 3.000, dan 10 kilometer berikutnya bertambah Rp 1.000 serta berlaku kelipatan. Namun hal ini masih menunggu penyesuaian lebih lanjut. Lalu apakah pengguna KRL Jabodetabek-Lebak bisa menggunakan layanan ini? Dilansir dari akun Twitter @AnkerTwitter pengguna di Jabodetabek bisa menggunakan KRL Commuter Line Jogja Solo dengan kartu elektronik yang ada.

Baca Juga: Jalur-jalur KRL Jabodetabek

Rencana Operasi



KRL Commuter Line Jogja-Solo hingga saat ini masih menjalani serangkaian uji coba sebagai proses adaptasi terhadap jalur-jalur dari Yogyakarta ke Solo yang sudah dielektrifikasi. Rencananya KRL Tanah Jawa ini akan beroperasi pada Januari 2021 jika tidak ada halangan sama sekali dan semua perangkat siap dijalankan.

Minggu, 05 Januari 2020

Cilebut Bukan Hanya Stasiun KRL dan Perumahan BTN, Ketahui 5 Hal ini!

Layout
Sebagian besar orang akrab dengan Cilebut sebagai salah satu stasiun KRL Jabodetabek dan banyak perumahan BTN.

Padahal, wilayah yang terletak di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini mempunyai 5 hal yang tidak banyak diketahui.

Apa saja sih 5 hal tersebut? Yuk, kita simak!

Situs Tugu Lonceng

Lovely Bogor
Apabila kamu tiba di Stasiun KRL Cilebut lalu berjalan 200 meter dari stasiun memasuki Jalan Pendidikan tengoklah ke sebelah kiri tepatnya setelah kamu melewati toko dan tempat-tempat makan serta Alfamidi Super.

Di situ kamu akan menemukan sebuah bangunan berpilar empat setinggi 85 meter dalam keadaan tidak terawat.

Orang sekitar menyebutnya Tugu Lonceng karena bentuk pilar-pilar yang seperti mewadahi sebuah lonceng di tengah.

Situs ini disebut berasal dari masa penjajahan Belanda, dan di masa itu memang Cilebut termasuk wilayah pertanian dan perkebunan yang dikelola Belanda untuk hasilnya kemudian dibawa ke kota melalui Stasiun Cilebut yang juga termasuk stasiun KRL tertua atau dari zaman Belanda.

Ada juga yang menyebutkan bahwa Tugu Lonceng berasal dari masa Prabu Siliwangi, dan dahulunya terdapat 4 patung singa di depan tugu sebagai gerbang yang sayangnya raib pada tahun 80-an.

Begitu juga dengan loncengnya yang sudah tidak ada karena dicuri pada tahun 60-an.

Terlepas dari itu, situs Tugu Lonceng yang jadi cagar budaya dilindungi sejak 1989 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat memang sungguh memprihatinkan.

Terhalang oleh pasar dadakan di depannya. Tak banyak yang peduli soal situs bersejarah ini.

Keramat Batu Gede

Youtube
Di Cilebut ada jalan dan kampung bernama Batu Gede yang terletak di sebelah utara mengarah ke Bojong.

Nama jalan dan kampung tersebut diambil dari sebuah batu besar bernama Batu Gede oleh masyarakat setempat.

Batu tersebut terletak di sebuah area pemakaman kramat yang dipercaya masyarakat sebagai makam Sultan Maulana Magdhubi, Raden Batu Wijaya, Raden Sukma Wijaya, dan Raden Karta Wijaya.

Tidak diketahui dengan pasti siapa orang-orang ini.
Kemungkinan mereka adalah para pengikut Maulana Hasanuddin dari Banten yang sempat menjadikan batu ini sebagai tempat peristirahatan saat menuju Cirebon.

Keberadaan batu ini juga banyak mengundang penasaran bahkan ada yang hendak membongkarnya namun tidak bisa.

Di masa silam menurut warga sekitar Batu Gede sempat juga dijadikan sebagai tempat untuk menaruh sesajen.

TPU Pasarean


Google Maps
TPU Pasarean adalah sebuah taman pemakaman umum yang terletak di Babakan Ujung, salah satu kampung di Cilebut.

Konon, wilayah makam ini ada sejak zaman Belanda. Nama pasarean sendiri berasal dari kosakata bahasa Sunda, sare, yang artinya tidur.

Jika dibahasaindonesiakan menjadi tempat tidur panjang/tempat peristirahatan/kubur.

Curug Bambu Pasarean

Youtube
Tak jauh dari TPU Pasarean terdapat sebuah curug atau air terjun bernama Curug Bambu Pasarean atau Curug Pasarean, yang berada di Kali Pesanggrahan.

Sayangnya, curug ini banyak sampah terutama sampah-sampah dari pabrik tahu tempe dekat curug sehingga perlu perawatan dan pembersihan.

Jika dilihat dari Google Maps curug ini dekat Perumahan Pesona Cilebut 2.

SS Tjileboet

wrecksite
Ternyata Cilebut pernah juga menjadi nama kapal penumpang cum kargo di zaman Belanda.

SS Tjileboet, demikian nama kapal tersebut mengikuti ejaan Belanda adalah sebuah kapal uap penumpang yang dibuat pada 1918 oleh Maatschappij Fijenoord NV Belanda.

Kapal dengan kecepatan 12 knots dan berbobot 5.750 ton ini diketahui tenggelam pada 1942 akibat torpedo U-Boat Jerman di perairan Capetown, Afrika Selatan.

Tidak satu pun penumpangnya yang berjumlah 62 orang termasuk sang kapten, Johannes Wilhelmus Krose, selamat.

Itulah 5 hal mengenai Cilebut, wilayah yang terbagi menjadi dua desa, Cilebut Barat dan Cilebut Timur, serta di sebelah baratnya langsung berbatasan dengan Kelurahan Kencana dan sebelah selatannya dengan Kelurahan Sukaresmi, yang keduanya masuk Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

Selasa, 24 Desember 2019

4 Persamaan MRT dan KRL yang Tidak Kamu Sadari


canva
Sejak Maret 2019, MRT mulai beroperasi melayani lintas Lebak Bulus-Bundaran HI.

Kehadiran transportasi massal berbasis rel ini menemani transportasi sejenis yang sudah ada, KRL.

Keduanya pun terlihat berbeda terutama dari segi pelayanan.

MRT identik dengan pelayanan jalur bawah tanah, KRL dengan jalur permukaan.

Apabila MRT terlihat begitu modern jika dilihat dari arsitektur stasiun-stasiunnya, dan bahkan namanya menggandeng sponsor, KRL sebaliknya.

Begitu juga dengan budaya penumpang. Yang satu terlihat tertib, yang satu lagi sebaliknya.

Waktu datang dan berangkat kereta MRT pun dianggap selalu tepat waktu. Kereta KRL kebalikannya.

Meski begitu, ternyata keduanya mempunyai banyak persamaan yang tidak disadari.

Apa saja persamaan kedua ular besi ini?

Kereta made in Japan

Canva
Ya, tepat sekali! Baik MRT maupun KRL menggunakan kereta buatan Jepang. Manufakturnya pun sama, Nippon Sharyo.

Namun untuk KRL yang keretanya tidak hanya terdiri dari satu jenis seperti MRT, manufakturnya pun beragam.

Selain Nippon Sharyo, ada juga nama Kawasaki Heavy Industries, Kinki Sharyo, Toei Corporation, dan Tokyu Car Corporation.

Akan tetapi, yang perlu dicatat adalah Ratangga, si kereta MRT benar-benar fresh from the oven sedangkan armada KRL kebanyakan merupakan bekas pakai.

Lebar sepur 1.067 mm

wikipedia
MRT dan KRL sama-sama menggunakan lebar sepur 1.067 mm yang memang umum digunakan di Indonesia terutama sejak zaman Jepang.

Keadaan ini membuat MRT menggunakan lebar yang sama dengan alasan ke depannya supaya ada konektivitas dan sinergisitas dengan KRL.

Listrik aliran atas

ceanadisty.wordpress.com
Disingkat LAA atau bahasa Inggrisnya, overhead catenary, yaitu sistem aliran listrik yang menggunakan tiang dan kabel yang dialiri listrik.

Perangkat ini juga digunakan MRT dan KRL untuk menghasilkan daya yang juga sama, 1.500V.

Akan tetapi, MRT menggunakan LAA jenis terbaru, rigid overhead conduct yang tampilan fisiknya tidak lagi memakai kawat penggantung seperti pada LAA konvensional KRL, tetapi rigid bar.

Selain LAA baru, MRT konsisten memakai pantograf cakar ayam atau single-arm yang memang pantograf bagi kereta zaman now.

Sebaliknya dengan KRL. Terkadang memakai single-arm, terkadang pula diamond shape atau pantograf berlian yang terlihat old school.

Jalur dan stasiun layang

Layout
MRT punya jalur dan stasiun layang. Begitu juga dengan KRL.

Di MRT jalur itu dimulai setelah Stasiun Senayan lalu keluar dari bawah tanah dan naik mengarah ke Stasiun ASEAN berlanjut hingga Stasiun Lebak Bulus.

Sedangkan di KRL dimulai setelah Stasiun Manggarai lalu naik menuju Stasiun Cikini dan berlanjut hingga Stasiun Jayakarta, dan turun lagi menuju Stasiun Jakarta Kota.

Meski begitu, jalur dan stasiun layang MRT kebanyakan dibangun di atas jalan sehingga masih memungkinkan kendaraan lewat di bawahnya.

Sedangkan jalur dan stasiun layang KRL dibangun di atas jalur lama yang sudah diaspal sehingga terlihat seperti bangunan yang konstan alias tidak bisa dilewati bagian bawahnya.

Namun, stasiun layang MRT dan KRL berwarna-warni dan tematik.


Minggu, 15 Desember 2019

3 Macam Bus Kampus UI Depok, Ada yang Langsung Nyambung KRL dan MRT


Adobe Sparkpost/koleksi pribadi

Sudah menjadi pemandangan umum bahwa kampus mempunyai bus sebagai transportasi untuk mahasiswa dan dosen. Salah satunya kampus UI Depok. Semenjak 1987, kampus seluas 320 hektare ini mempunyai bus kampus. Dari yang hanya 1 macam kini terdapat 3 macam bus kampus di UI. Apa sajakah itu?

Bus Kuning UI

Nawala Karsa

Inilah bus yang paling populer bagi mereka yang pernah dan sedang berkuliah di UI. Disebut bus kuning karena tampilan warnanya yang keseluruhan berwarna kuning. Supaya gampang disebut bus ini pun diakronimkan menjadi bikun, dan menjadi ikon populer kedua di UI setelah jakun atau jaket kuning –jaket almamater UI.

Dilansir dari situs UI, bus kuning beroperasi setiap Senin hingga Sabtu. Jam operasinya adalah dari jam 7 pagi hingga jam 9 malam. Sedangkan untuk hari Sabtu hanya sampai jam 3. Rutenya sendiri melewati seluruh kampus dengan dimulai dari asrama mahasiswa dan kembali lagi ke asrama.

Untuk rute sendiri terdiri dari dua rute, yaitu rute yang langsung lurus dari gerbatama dan Stasiun KRL UI mengarah ke FHUI dan rektorat, dengan ditandai oleh warna merah. Satu lagi adalah rute biru yang berbelok melewati bundaran psikologi setelah dari gerbatama dan stasiun.

Tempat pemberhentian paling favorit bus mahasiswa ini adalah Halte Stasiun UI. Sebab, di halte yang menempel dengan Stasiun KRL Universitas Indonesia itulah banyak mahasiswa yang menunggu kedatangan bus atau berhenti di halte tersebut.

Pihak kampus juga membolehkan pihak non-kampus UI seperti masyarakat sekitar atau mahasiswa kampus sekitar UI seperti dari Gunadarma, LP3i, dan PNJ, yang berada di dalam kampus UI untuk menaiki bikun.

Bis Kuning UI hingga hari ini dikelola oleh dua operator, yaitu pihak UI dan PO Bus Kramat Djati. Adapun pihak UI menyediakan bus sendiri, dan PO Bus Kramat Djati bus outsourching yang dipakai berdasarkan kontrak. Sebanyak 13 unit dioperasikan. Bus kampus UI ini juga dijadikan nama kafe di dekat FHUI, Bikun Coffee.

Bis Kuning PNJ

Write Your Feels


Selain Bis Kuning UI, juga terdapat bus kuning yang lain, yaitu Bis Kuning PNJ atau lebih akrab disebut bipol, kepanjangan dari bis politeknik. Bus ini dioperasikan oleh Politeknik Negeri Jakarta atau PNJ, kampus yang berada di dalam UI. PNJ sendiri dahulunya bernama Politeknik UI, dan menjadi bagian dari UI. Namun semenjak 1998 memisahkan diri.

Meski sama-sama berwarna kuning, terdapat beberapa perbedaan pada bipol ini. Selain dioperasikan oleh PNJ, rutenya pun juga sedikit berbeda. Rute transportasi mahasiswa berawal dari kampus PNJ sendiri, dan berakhir di kampus itu juga. Dalam rute itu, bipol juga melewati gerbatama dan Stasiun KRL UI.

Jam operasional bipol hampir sama dengan bikun. Namun untuk jam operasional ini banyak mahasiswa yang masih mengeluhkan jadwal yang tidak sesuai sehingga banyak mahasiswa PNJ yang lebih memilih naik bikun serta berhenti di halte seberang PNJ lalu berjalan 400 meter ke dalam kampus, atau naik kendaraan pribadi.

Bus TransJakarta UI

Suara Mahasiswa.com


Bus kampus terakhir yang berada di kampus UI justru adalah bus TransJakarta. Ya, kedengarannya tidak seperti biasanya tapi semenjak Juli 2019 bus yang populer dengan nama busway ini mulai mengaspal di dalam kampus.

Keberadaan busway di dalam kampus UI berawal dari kerja sama antara pihak UI dan PT Transportasi Jakarta selaku pengelola TransJakarta untuk pengadaan armada baru seiring berakhirnya kerja sama UI dengan PO Bus Kramat Jati sebagai penyedia bus outsourching.

Awalnya banyak beredar berita bahwa busway diadakan untuk menggantikan bikun sehingga banyak diprotes mahasiswa dan mereka yang pernah berkuliah di UI. Namun, busway sendiri rupanya diadakan justru untuk mendampingi bikun, baik bikun yang dikelola UI maupun PO Bus Kramat Djati.

Busway yang dioperasikan di dalam kampus UI ini mengambil rute UI-Stasiun Manggarai dan Jatijajar-Lebak Bulus. Rute pertama sebenarnya dioperasikan sejak 2016 namun hanya sampai luar gerbatama, dan baru masuk kampus setelah penandatanganan kerja sama. Sedangkan rute kedua setelah penandatanganan.

Busnya sendiri adalah Metrotrans berwarna oranye-putih berlantai rendah sehingga memungkinkan para mahasiswa bisa menaiki dari halte-halte di dalam kampus yang memang didesain standar alias tidak berlantai tinggi. Bus ini tetap gratis selama berada di dalam kampus, dan akan dikenakan biaya Rp 3.500 jika sudah keluar kampus.

Transportasi terintegrasi massal ini lansung menyambung dengan KRL dan MRT. Rute UI-Stasiun Manggarai (4B) berhenti di stasiun-stasiun KRL Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, dan Manggarai. Rute Jatijajar-Lebak Bulus (D21) berhenti di stasiun-stasiun KRL dan MRT Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Fatmawati, dan Lebak Bulus.

Selain Metrotrans yang merupakan ekstensi dari rute sebelumnya, pihak UI dan Transportasi Jakarta juga akan menyediakan Metrotrans yang memang khusus melintas di dalam UI. Rute bus kampus ini sama dengan bikun UI bahkan desain bus juga berwarna kuning dengan dua opsi, ditambahkan warna hijau yang sesuai dengan go green UI atau putih sesuai warna Metrotrans.

Dari berbagai sumber



Minggu, 18 Maret 2018

Stasiun-stasiun KRL di Kabupaten Lebak

Kalau diperhatikan dengan seksama, cakupan layanan KRL Jabodetabek sebenarnya bukan sebatas megapolitan Jabodetabek, melainkan juga di luar wilayah itu. Wilayah di luar Jabodetabek yang dimaksud adalah Kabupaten Lebak. Ya, kabupaten di Provinsi Banten yang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor itu semenjak 2013 menjadi bagian dari KRL Jabodetabek sekaligus juga menjadi bagian dari megapolitan nomor dua terbesar di Asia setelah Jepang itu.

Kabupaten Lebak yang sebelumnya identik dengan orang Baduy, dan tidak diketahui banyak orang menjadi diketahui karena di Kabupaten inilah terdapat tiga stasiun KRL. Ketiga stasiun KRL di Kabupaten Lebak yang beribu kota di Rangkasbitung ini merupakan bagian dari relasi Tanah Abang-Rangkasbitung yang berjarak 72,769 kilometer, dan merupakan relasi dengan jarak terpanjang di KRL Jabodetabek. Alasan KRL hingga keluar Jabodetabek dengan Keberadaan tiga stasiun tersebut dikarenakan potensi Kabupaten Lebak sebagai wilayah yang tepat untuk menyangga Jabodetabek di masa depan sekaligus untuk mengurangi laju kepadatan penduduk di Jabodetabek. Selain itu, karena peminat KRL di Lebak lumayan cukup banyak. Keberadaan tiga stasiun ini juga membuat operator KRL, yang sebelumnya bernama PT KCJ menjadi PT KCI, dengan I sebagai singkatan dari Indonesia sebagai representasi pelayanan yang hingga luar Jabodetabek.

Apa saja ketiga stasiun itu? Yuk, mari simak!

Stasiun Maja
Amanah Residence Maja

Inilah stasiun pertama di Kabupaten Lebak yang terelektrifikasi sejak 2012 sebagai perpanjangan elektrifikasi untuk jalur KRL dari Tanah Abang. Setahun kemudian, stasiun ini beroperasi penuh untuk KRL. Stasiun Maja yang Terletak di Kecamatan Maja awalnya merupakan stasiun kecil yang kemudian direnovasi secara besar-besaran pada 2016 sehingga mempunyai bentuk seperti sekarang, stasiun besar dengan dua lantai dan tangga penyeberangan peron. Stasiun ini juga menjadi stasiun terminus atau pemberhentian terakhir KRL dari Tanah Abang.

Di sekitar Stasiun Maja terdapat objek wisata berupa Situ Cicinta, yaitu berupa danau yang dijadikan sebagai destinasi wisata air, dan perumahan Citra Maja Raya atau Kota Maja Baru yang merupakan bagian dari perencanaan Maja sebagai kota satelit penyangga Jabodetabek di sebelah barat.

Stasiun Citeras
Jakarta by train


Stasiun kedua adalah Citeras. Stasiun ini mulai melayani KRL sejak 2017 seiring dengan perpanjangan jalur elektrifikasi KRL ke Rangkasbitung. Citeras yang terletak di Desa Citeras, Rangkasbitung, ini merupakan stasiun kecil yang setelah dielektrifikasi tengah dibangun menjadi stasiun besar seperti Maja. Untuk sementara di stasiun ini hanya terdapat peron portabel untuk mengakomodasi naik-turun KRL.

Stasiun Rangkasbitung
Jakarta by train


Inilah stasiun terbesar di Provinsi Banten sekaligus salah satu stasiun tertua di Jawa bagian barat. Dibuka oleh Belanda pada 1899, dan dioperasikan oleh Staatssporwegen, Rangkasbitung merupakan salah satu stasiun untuk jalur hingga ke Merak.

Di stasiun yang terletak di ibu kota Kabupaten Lebak inilah terdapat dipo lokomotif dan merupakan stasiun yang sejak 2017 melayani relasi KRL Tanah Abang-Rangkasbitung. Selain KRL, Rangkasbitung juga menjadi tempat berhenti kereta api Lokal Merak yang melayani jurusan Merak-Rangkasbitung. Keberadaan KRL sendiri telah menggantikan kereta lokal Rangkasbitung dari Tanah Abang. Pembukaan KRL ke Rangkasbitung selain karena minat yang tinggi dari para pengguna KRL di Lebak juga karena Kabupaten Lebak yang masih mempunyai potensi wisata.

Di sekitar Stasiun Rangkasbitung terdapat objek wisata yang dikunjungi. Salah satunya Museum Multatuli yang terletak di alun-alun. Di museum yang baru dibuka pada Februari lalu, sosok Multatuli sebagai anti-kolonialis yang terkenal dengan Max Havelaar diungkap bersamaan dengan sejarah Indonesia dan Lebak. Di samping itu di museum ini terdapat patung Multatuli serta Saidjah dan Adinda. Di samping museum terdapat Perpustakaan Saidjah dan Adinda.

Selain museum, objek wisata lain di sekitar stasiun adalah Balong Ranca Lentah yang merupakan destinasi wisata air, Douwes Dekker Huis, dan Water Toren 1931. Tentu saja kehadiran KRL ke Rangkasbitung akan semakin menambah populer objek-objej wisata di sana.

Jumat, 16 Maret 2018

Stasiun-stasiun KRL di Kota Depok

Siapa sih yang tidak mengenal kota Depok? Kota penyangga Jakarta yang terletak di selatan ibu kota, dan menjadi penengah antara Jakarta dan Bogor. Dan apabila nama Depok disebutkan sudah pasti beberapa nama ini muncul dari mulut kita: Universitas Indonesia atau UI, perumnas, Depok Town Square, Margo City, Kubah Emas, Belanda Depok, dan Jalan Margonda, jalan utama di kota penghasil belimbing, dan juga salah satu daerah bahasa Betawi. Karena statusnya yang juga merupakan salah satu penyangga Jakarta, Depok yang merupakan akronim dari de eerste protestansche onderdaan kerk dan daerah elite perumahan orang kota ini mempunyai fasilitas-fasiltas transportasi umum seperti terminal dan stasiun kereta api listrik atau KRL.

Posisi Depok yang berada di pertengahan membuatnya juga sebagai tempat yang dilintasi rel kereta api Jakarta-bogor sejak zaman Belanda sehingga kota tersebut pun juga terpengaruh derap maju pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah kolonial.

Dari rel kereta api ini  lahirlah Stasiun Depok yang kemudian diikuti dengan pembangunan stasiun-stasiun lainnya di kota dengan luas 200,29 kilometer persegi ini. Tentu saja pembangunan stasiun KRL yang merupakan tempat transportasi andalan kota ini untuk mengakomodasi kepentingan warganya. Apa saja stasiun itu? Yuk, mari simak!

Stasiun Universitas Indonesia
Koleksi pribadi


Dari namanya saja sudah diketahui bahwa stasiun ini adalah stasiun yang berada di depan Universitas Indonesia atau UI, salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia. Stasiun UI merupakan stasiun paling utara di Depok, dan merupakan stasiun yang memang dibangun untuk mengakomodasi mahasiswa UI yang bepergian ke kampus dengan menaiki kereta. Stasiun ini ada sejak UI dibangun pada dekade 1970-an di Beji, Depok, dan kemudian dipindahkan ke sana pada 1987.

Pembangunan stasiun ini sendiri juga mengubah rel yang sebelumnya jauh dari lokasi kampus kemudian dibuat melengkung mendekati kampus. Stasiun UI merupakan salah satu stasiun KRL yang menggunakan nama perguruan tinggi. Stasiun lainnya adalah Stasiun Universitas Pancasila. Pada 2013 stasiun ini direvitalisasi, dengan kios dan lapak pedagang dibongkar, dan pada 2015 dibangun jembatan penyeberangan orang sebagai akses masuk-keluar ke stasiun dan UI. Stasiun UI dalam operasionalnya hanya melayani relasi Jakarta Kota/Jatinegara/Duri/Angke-Depok/Nambo/Bogor.

Stasiun Pondok Cina
Koleksi pribadi



Merupakan stasiun kedua di kota Depok dari arah Jakarta. Nama stasiun diambil dari nama kelurahan tempat stasiun berada. Stasiun Pondok Cina yang akrab disebut Pocin sebenarnya merupakan stasiun yang masih terbilang dekat dengan Kampus UI. Jaraknya pun dengan Stasiun UI hanya 1,109 kilometer. Itulah mengapa bagi mereka yang kuliah di UI sesungguhnya benar-benar terbantu karena bisa memilih pulang dari kampus dari Stasiun UI atau Stasiun Pondok Cina. Selain mahasiswa UI, mahasiswa kampus lain sekitar UI seperti Gunadarma dan Politeknik Negeri Jakarta atau PNJ juga menggunakan stasiun ini.

Stasiun Pocin sendiri merupakan salah satu stasiun yang ramai terutama pada hati-hati kerja dan jam sibuk. Selain dekat dengan Kampus UI yang di dalamnya juga ada Rumah Sakit UI yang baru dibangun, Stasiun Pocin juga dekat dengan sejumlah pusat perbelanjaan seperti Depok Town Square dan Margo City yang keduanya terletak berseberangan dan berhadap-hadapan. Apalagi di Margo City itulah terdapat sebuah rumah kapitan Cina yang kemudian dijadikan kafe. Rumah kapitan Cina berbentuk pondok itulah cikal-bakal wilayah Pondok Cina, dan sebagai batas wilayah Depok yang sebenarnya berada di kawasan Depok Lama.

Karena letaknya yang masih dekat dengan Kampus UI sempat ada wacana untuk menyatukan Stasiun UI dan Pocin. Namun itu cuma wacana karena yang ada sekarang di sekitar stasiun ini tengah akan dibangun apartemen berbasis  transit oriented development atau TOD yang terhubung langsung dengan stasiun. Dalam operasionalnya Stasiun Pocin hanya melayani relasi Jakarta Kota/Jatinegara/Duri/Angke/-Depok/Nambo/Bogor.

Stasiun Depok Baru
Koleksi pribadi


Stasiun berikutnya adalah Stasiun Depok Baru. Inilah stasiun terbesar dan termegah di kota Depok. Nama Depok Baru pada stasiun untuk membedakan dengan Stasiun Depok Lama. Nama ini kerap diberikan oleh PT KA sebagai operator kereta api di Indonesia untuk membedakan dengan nama stasiun yang sudah ada. Selain Depok Baru, ada juga nama Pasar Minggu Baru. Terletak di depan Jalan Margonda, dan di depan dilintasi oleh Jembatan Layang Arif Rachman Hakim, Stasiun Depok Baru dibangun untuk mengakomodasi Depok sebagai penyangga Jakarta apalagi pada dekade 70-an perumnas pertama dibangun di kota ini.

Letak stasiun ini dekat dengan Terminal Depok, kantor Wali Kota Depok, dan Mapolres Depok, serta sejumlah pusat perbelanjaan seperti ITC Depok, Saladin Square, dan Plaza Depok. Sungguh sebuah letak yang strategis.

Arsitektur Stasiun Depok Baru sebenarnya hampir sama dengan Stasiun Serpong, Maja, Kebayoran, Sudirman, Duri, Tanah Abang, Parung Panjang, Bekasi Timur, Cibitung, Cikarang, dan Palmerah, yaitu punya tangga penyeberangan. Sayang tangga penyeberangan itu tidak pernah digunakan dari beroperasi hingga sekarang. Yang digunakan adalah penyeberangan bawah tanah atau underpass. Boleh dibilang untuk underpass Stasiun Depok Baru yang lebih dulu menggunakan daripada Stasiun Manggarai, Tebet, Citayam, Bojong, dan Cilebut. Dalam operasionalnya, Stasiun Depok Baru hanya melayani relasi Jakarta Kota/Jatinegara/Duri/Angke-Depok/Nambo/Bogor.

Stasiun Depok
Koleksi pribadi


Disebut juga Stasiun Depok Lama atau Stadela. Penamaan ini untuk membedakan dengan Stasiun Depok Baru yang berjarak 1,741 kilometer dari stasiun. Selain itu, Stasiun Depok memang berada di kawasan Depok Lama atau Depok yang sebenarnya jika merujuk pada sejarah Depok yang dimulai dari era Cornelis Chastelein yang membaptis para budaknya, yang kemudian terkenal dengan sebutan Belanda Depok. Karena di sekitar stasiun inilah terdapat banyak bangunan tua di Depok seperti Gereja Immanuel di Jalan Pemuda dan Istana Presiden Depok yang telah menjadi Rumah Sakit Harapan Depok.

Stasiun Depok sendiri juga merupakan bagian dari kawasan Depok Lama karena ia dibangun ketika kawasan ini juga sedang menerima kemajuan pembangunan arsitektur dan infrastruktur dari Belanda pada abad ke-19. Apalagi sejak dulu Stasiun Depok merupakan perlintasan yang menghubungkan Jakarta dan Bogor. Boleh dibilang Depok merupakan salah satu stasiun tertua di Jabodetabek. Stasiun Depok sendiri mempunyai dua peron dan empat jalur seperti Stasiun Pasar Minggu. Stasiun ini terkadang menjadi stasiun terminus baik untuk relasi Jakartakota maupun Jatinegara, dan di dekat stasiun inilah terdapat dipo KRL yang merupakan dipo terbesar di Asia Tenggara. Dalam operasionalnya, Stasiun Depok hanya melayani Jakarta Kota/Jatinegara/Duri/Angke-Depok/Nambo/Bogor.

Stasiun Citayam
Koleksi pribadi


Inilah stasiun terakhir di kota Depok. Letaknya di Pondok Terong, Cipayung, yang merupakan perbatasan dengan Bojong Gede di Kabupaten Bogor. Stasiun Citayam boleh dibilang merupakan stasiun terjauh di kota Depok. Jaraknya dari Depok adalah 5,084 kilometer. Di sebelah timur stasiun ini terdapat Jalan Raya Citayam yang merupakan jalur utama angkot, motor, dan mobil. Selain itu terdapat Pasar Citayam di beberapa ratus meter dari stasiun. Karena Jalan Raya Citayam termasuk jalan utama yang ramai dan padat di sekitar stasiun ditambah dengan sering mengetemnya angkot di jalan yang kecil dan sempit ini, membuat lalu lintas di sekitar stasiun menjadi macet hingga berjam-jam. Belum lagi keberadaan Pasar Citayam turut membantu suasana. Keadaan seperti ini mirip dengan keadaan di Stasiun Bojong Gede dan Cilebut.

Sedangkan di sebelah barat stasiun terdapat Situ Citayam yang populer sebagai destinasi wisata air. Letaknya pun tidak jauh dari stasiun. Situ ini pernah dijadikan sebagai objek penelitian oleh seorang ilmuwan Belanda di masa penjajahan. Karena itu, nama Situ Citayam sudah terekam dalam peta-peta Hindia-belanda.
Tidak seperti stasiun-stasiun lainnya di Depok, Stasiun Citayam adalah Stasiun yang mempunyai jalur yang bercabang ke Nambo. Stasiun ini merupakan bagian dari rangkaian stasiun lingkar Parung Panjang-Cikarang pada awalnya namun terhenti karena krisis moneter 1998. Stasiun Citayam pada masa sekarang ini menjadi stasiun transit untuk jalur KRL ke Nambo. Jalur ini dihidupkan sejak 2015, dan merupakan pengaktifan kembali setelah dimatikan pada 2006 ketika jalur belum dielektrifikasi. Citayam merupakan stasiun yang digunakan untuk angkut perkebunan pada masa Hindia-Belanda. Pada 1993 di stasiun ini pernah terjadi kecelakaan KRL ketika jalur dari Depok ke Bogor masih satu. Dalam operasionalnya, Stasiun Citayam melayani relasi Jakarta Kota/Jatinegara/Duri/Angke-Depok/Nambo/Bogor.


Senin, 05 Maret 2018

Stasiun-stasiun KRL Jabodetabek di Kabupaten Bogor



Jabodetabek sebagai salah satu wilayah megapolitan terbesar di Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia, tentu juga mempunyai wilayah yang tidak melulu berbentuk kota, tetapi berbentuk kabupaten. Tercatat tiga kabupaten termasuk wilayah megapolitan ini, dan semuanya berbatasan langsung atau dekat dari Jakarta, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang. 
Kabupaten-Bogor
https://infonusa.wordpress.com/2015/01/21/kabupaten-bogor/

Salah satu dari tiga kabupaten itu, Kabupaten Bogor, merupakan yang terpadat bahkan untuk Indonesia sekalipun. Di kabupaten yang beribu kota di Cibinong ini hampir semua kaum penglaju yang bekerja di Jakarta bertempat tinggal. Seperti di Cibinong, Bojong, dan Parung Panjang. Tentu saja keberadaan kaum penglaju ini dikarenakan banyaknya perumahan yang dibangun dekat dari stasiun-stasiun kereta rel listrik atau KRL.
Jamak diketahui bahwa KRL merupakan salah satu moda transportasi darat paling cepat dan unggul karena efektif dan efisien terutama untuk menghindari kemacetan. Apalagi untuk wilayah megapolitan seperti Jabodetabek yang terbentang ke arah tiga penjuru dari Jakarta, yaitu Banten di Barat, Jawa Barat di timur dan selatan.
Nah, dalam tulisan kali ini saya akan membahas stasiun-stasiun KRL di Kabupaten Bogor. Apa sajakah stasiun-stasiun itu? Mari simak!
Stasiun Bojong Gede
Hasil gambar untuk stasiun bojong gede
https://aadsweb.wordpress.com/2016/05/14/stasiun-bojong-gede/

Terletak di Bojong Gede, Stasiun Bojong Gede merupakan salah satu stasiun yang melayani jalur Jakarta-Bogor, baik ke arah Stasiun Jakartakota, Jatinegara, Duri, dan Angke. Stasiun ini termasuk stasiun yang tingkat kepadatan penumpangnya paling tinggi mengingat banyaknya para penumpang yang tinggal di perumahan sekitar stasiun ini. Oleh karena itu, PT KCI selaku operator KRL Jabodetabek membangun underpass di stasiun dengan tujuan memudahkan akses penumpang. Ini merupakan bagian dari revitalisasi stasiun sejak 2012-2013. Bojonggede adalah salah satu stasiun tertua di jalur Jakarta-Bogor, dengan nama Bodjong Gedeh pada dekade 1800-an. Namun tentu saja sewaktu awal dioperasikan stasiun ini bukan khusus penumpang, melainkan untuk hasil kebun di Bogor dan sekitarnya.


Stasiun Cilebut
SEKARANG STASIUN CILEBUT PUNYA UNDERPASS TEROWONGAN UNTUK PENUMPANG YANG KEREN 01
http://lovelybogor.com/sekarang-stasiun-cilebut-memiliki-underpassterowongan-penumpang-yang-keren/sekarang-stasiun-cilebut-punya-underpass-terowongan-untuk-penumpang-yang-keren-a1/
Ini adalah stasiun setelah Bojong Gede, dan merupakan stasiun terakhir di Kabupaten Bogor untuk jalur Jakarta-Bogor. Terletak di Sukaraja, Cilebut Timur, Stasiun Cilebut juga termasuk stasiun dengan kepadatan penumpang tertinggi karena banyaknya penumpang yang tinggal di sekitar atau dekat dari stasiun. Karena itu, underpass pun dibangun. Pembangunan ini merupakan pembangunan kesekian untuk mempercantik stasiun sejak 2012-2013. Seperti Bojonggede, Cilebut merupakan salah satu stasiun tertua yang dibangun pada dekade 1800-an. Di sekitar stasiun ini terdapat Situs Batu Lonceng, yaitu sebuah tugu lonceng yang kemungkinan besar dipakai untuk perkebunan dan peternakan mengingat di masa Hindia-Belanda, Cilebut merupakan wilayah penghasil ternak dan kebun di Bogor dan sekitarnya.

Stasiun Nambo
https://situsbudaya.id/wisma-tamu-nusa-indah/

Bergerak ke wilayah timur, ada Stasiun Nambo. Terletak di Desa Bantar Jati, Klapanunggal, Nambo awalnya merupakan stasiun untuk mengangkut semen produksi Indocement, yaitu Semen Tiga Roda, yang kebetulan dekat dari stasiun. Stasiun ini dibangun pada 1997, dan difungsikan sebagai jalur lingkar dari Cikarang-Parung Panjang namun dihentikan karena krisis moneter. Nambo merupakan salah satu stasiun akhir paling besar karena mempunyai 8 jalur. Setelah dielektrifikasi, pada 2015 stasiun ini mulai dibuka pada 2015 untuk KRL Jabodetabek. Pembukaan jalur ini untuk mengurangi kepadatan dan mempermudah akses bagi yang tinggal di Nambo dan sekitarnya. Stasiun ini melayani jalur Jakarta-Bogor, terutama ke Angke dan Duri.

Stasiun Cibinong
https://gambar-rumah.com/athumb/0/d/d/big3227291.jpg
https://gambar-rumah.com/athumb/0/d/d/big3227291.jpg

Sebelum Stasiun Nambo adalah Stasiun Cibinong. Seperti namanya stasiun ini memang terletak di Cibinong tepatnya di Kelurahan Pabuaran. Seperti Nambo, Cibinong juga dibangun untuk jalur lingkar Cikarang-Parung Panjang namun terhenti karena krisis ekonomi 1997. Stasiun ini mulai melayani lintas KRL pada 2015, dengan tujuan Duri atau Angke. Pembukaannya bertujuan untuk mengurangi kepadatan penumpang serta mempermudah akses bagi yang tinggal di Cibinong dan sekitarnya.
Stasiun Tenjo
Kondisi Stasiun Tenjo yang masih gunakan peron tangga besi. Jumat (11/8/2017).
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/11/19064401/kondisi-stasiun-tenjo-memprihatinkan
Bergerak ke arah Kabupaten Bogor Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Lebak di Provinsi Banten, terdapat stasiun KRL bernama Tenjo yang terletak di Tenjo. Tenjo merupakan salah satu stasiun di Kabupaten Bogor yang terletak di sebelah barat. Stasiun ini merupakan stasiun yang melayani jalur dari Tanah Abang hingga Rangkasibitung di Lebak. Tenjo merupakan stasiun KRL yang kecil, dan telah dielektrifikasi pada 2013.
Stasiun Cilejit
https://jakartabytrain.files.wordpress.com/2016/06/cilejit_station_img_20160604_091103.jpg
https://jakartabytrain.files.wordpress.com/2016/06/cilejit_station_img_20160604_091103.jpg
Rupanya Tenjo tak hanya memiliki satu stasiun, tetapi dua. Dan satu lagi adalah Cilejit. Namun ada yang unik dari stasiun ini. Sisi selatan masuk Kabupaten Bogor sedangkan sisi utara Kabupaten Tangerang. Cilejit merupakan salah satu stasiun KRL kecil yang melintasi jalur Tanah Abang-Rangkasbitung.
Stasiun Parung Panjang
http://mpi-update.com/laporan-pertumbuhan-bisnis-properti-parung-panjang-2/#prettyPhoto/0/
Inilah stasiun terbesar yang berada di Kabupaten Bogor Barat. Terletak di Parung Panjang, stasiun merupakan salah satu stasiun tertua karena dibangun pada 1899 oleh Belanda. Bahkan di masa dahulu ia merupakan stasiun terbesar yang luasnya mengalahkan Tanah Abang. Parung Panjang adalah salah satu stasiun dengan kepadatan penumpang tertinggi di jalur Tanah Abang-Rangkasbitung. Apalagi banyak tinggal di sekitar dan stasiun ini terutama di Jasinga dan Leuwiliang. Setelah dielektrifikasi pada 2009 sebagai perpanjangan dari Serpong, pada 2016 stasiun ini dirombak total bersama-sama dengan Stasiun Palmerah, Kebayoran, dan Maja sehingga mempunyai wajah baru yang merepresentasikan sebagai stasiun kereta api. Parung Panjang juga awalnya merupakan bagian dari lingkar Cikarang-Parung Panjang yang terhenti karena krisis ekonomi 1997.
 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran