Pages

Rabu, 31 Oktober 2018

Paus yang Sebenarnya Lumba-lumba


Apabila mendengar paus, pikiran kita akan langsung mengarah ke mamalia besar di lautan yang besarnya melebihi perahu. Mamalia yang juga sering mengeluarkan air di dekat kepalanya untuk sekadar bernafas, lalu muncul dalam beberapa literatur keagamaan dan sastra seperti dalam kisah Nabi Yunus dan Moby Dick.
Hasil gambar untuk whale
The Scientist Magazine
Sebagai mamalia, paus pun punya ragam jenis seperti paus biru dan sperma. Namun sadarkah kita dari sekian banyak jenis paus ada “kekeliruan” dalam penyebutan. Kita menyebut makhluk-makhluk samudra ini paus, namun sesungguhnya mereka bukanlah paus jika mengikuti klasifikasi biologis dan perilaku yang dimiliki. Malah mereka adalah lumba-lumba, mamalia air lainnya yang juga akrab dalam kehidupan manusia. Toh, ketika menyebut lumba-lumba kita malah dengan mudah mengarah pada binatang-binatang yang sering dipentaskan di taman-taman impian atau gelanggang samudra. Binatang-binatang air yang bisa diajak bekerja sama dengan manusia, menuruti perintah manusia hingga membuat semua yang melihat terpukau.
Akan ada semacam kebingungan ketika menyatakan bahwa makhluk yang disebut paus itu ternyata adalah lumba-lumba. Bagaimana bisa mereka disebut paus jika mereka adalah lumba-lumba? Memang paus dan lumba-lumba adalah mamalia dari genus Cetacea yang berarti paus atau ikan besar. Selain kedua mamalia tadi ada pesut.
Hal itu dikarenakan ukuran makhluk-makhluk ini yang seperti paus sehingga kebanyakan orang akan menyebut mereka adalah paus meskipun mereka masuk keluarga Delphinidae, bagian dari keluarga besar Delphinodeia. Keluarga besar ini juga membawahkan Phocoenidae, yang makhluk di dalamnya adalah pesut, dan Monodontidae yang di dalamnya adalah beluga dan narwhal.
Hasil gambar untuk blackfish
redbubble
Lumba-lumba yang menyerupai paus ini disebut juga sebagai blackfish karena tampilannya berwarna gelap. Dan di dunia ini tercatat ada enam spesies blackfish. Dan apa sajakah mereka?
 
Paus Pembunuh
Hasil gambar untuk killer whale
SFGate
Bagi yang pernah menonton Free Willy tentu sudah tidak asing dengan mamalia laut yang satu ini. Ya, paus pembunuh atau populer dengan nama orca. Paus pembunuh merupakan salah satu mamalia laut yang mudah dikenal dari tampilannya. Warna hitam pekat dengan warna putih berbentuk oval yang selalu terletak di kepala sehingga sering dianggap sebagai mata. Padahal mata mamalia ini berada di bawah oval putih tersebut namun memang tidak begitu terlihat.
Mamalia laut ini tergolong keluarga Delphinidae atau lumba-lumba samudra karena kebanyakan habitatnya berada di laut lepas dari lautan dingin hingga lautan hangat. Membuat mamalia ini makhluk yang begitu kosmopolitan dan adaptif. Hewan yang mempunyai nama latin Orcinus orca ini merupakan predator puncak, yang artinya makhluk yang tidak punya pemangsa sama sekali.
Dengan panjang dari rentang 6-8 meter jantan dan 5-7 meter untuk betina membuat paus membunuh menjadi mamalia laut yang menakutkan. Mamalia ini bisa memangsa mulai dari ikan-ikan seperti salmon, pari, anjing laut, penguin, lumba-lumba, paus balfin, hingga hiu termasuk hiu putih. Paus pembunuh sanggup membunuh predator yang satu ini apalagi jika menyinggung soal wilayah dan makanan.
Meski begitu paus pembunuh tidak berbahaya bagi manusia. Makhluk ini mempunyai sifat yang sama seperti lumba-lumba terutama lumba-lumba hidung botol, yaitu suka menolong nelayan yang tersesat di lautan. Sehingga kerap dijadikan satwa untuk atraksi di gelanggang samudra selain lumba-lumba. Walaupun begitu ada beberapa kasus minor paus pembunuh menyerang manusia, namun kebanyakan kejadian terjadi di gelanggang samudra, dan mamalia tersebut dalam keadaan stres.
Perilaku membunuh inilah yang membuat mamalia ini disebut sebagai paus pembunuh. Namun nama untuk mamalia ini ternyata salah penerjemahan dari bahasa Spanyol, assesina-ballenas yang berarti pembunuh para paus. Nama Spanyol ini didapat dari seorang pemburu paus asal Baskiyah, wilayah di sebelah utara Spanyol.

Paus Pilot (Sirip panjang dan pendek)
Hasil gambar untuk pilot whale
Phys.org

Paus pilot merupakan spesies terbesar kedua dan ketiga setelah paus pembunuh dari keluarga Delphinidae, dengan panjang mencapai 6,5 meter dan berat 2.300 kilogram. Mamalia ini termasuk genus Globicephala yang berarti kepala berbentuk globe merujuk pada morfologi satwa tersebut. Paus pilot dibagi ke dalam dua jenis, yaitu paus pilot bersirip panjang (Globicephala melas) dan paus pilot bersirip pendek (Globicephala macrorhyncus). Untuk bisa mengetahui dua spesies berbeda tidaklah bisa secara kasat mata akan tetapi melalui bentuk tulang. Selain bentuk tulang kedua spesies bisa dilihat dari susunan gigi. Untuk sirip panjang mempunyai gigi 9 sampai 12 sedangkan sirip pendek 7-9.  Untuk area atau habitat, diketahui kedua spesies mempunyai tempat yang berbeda. Sirip panjang biasanya di perairan dingin dan sirip pendek di perairan hangat atau laut tropis.
Warna mamalia ini bisa hitam, abu-abu gelap atau malah coklat. Nama pilot pada mamalia ini ditengarai dari kebiasaan kawanan ini yang seperti dipandu oleh seorang pilot, yang dalam hal ini pemimpin kawanan ke tempat-tempat yang bisa saja mengundang bahaya. Paus pilot merupakan mamalia laut yang kebanyakan memakan ikan dan cumi-cumi seperti kod, hering, dan makerel. Meski begitu tiga makhluk ini tidak dikonsumsi oleh paus pilot yang berada di perairan sekitar Kepulauan Faroe meskipun perairan di situ banyak sekali ikan-ikan seperti ini.
Paus pilot adalah mamalia yang mempunyai kebiasaan mendamparkan diri di pantai oleh karena kuatnya ikatan sosial di kelompok yang mengikuti pimpinan. Ada banyak teori dari para biologis mengenai kebiasaan ini seperti kebingungan karena gelombang magnetik yang anomaly atau karena solidaritas terhadap salah satu anggota yang sakit.
Mamalia ini juga termasuk yang ramah terhadap manusia. Sejauh ini belum ada berita penyerangan oleh paus pilot terhadap homo sapiens. Malah manusia yang menjadikan mamalia ini sebagai objek pertunjukan di gelanggang samudra sejak dekade 1940-an. Dan yang dipakai adalah sirip pendek. Selain itu, manusia juga memburu dan membunuh mamalia ini untuk dijadikan sebagai bahan makanan seperti yang terjadi di Jepang dan Kepulauan Faore, dua negara pengonsumsi terbesar paus pilot.

Paus Pembunuh Palsu
Gambar terkait
salishea.org

Mar del Plata, 9 Oktober 1946. Pantai di kota terbesar kedua di Provinsi Buenos Aires, Argentina, itu mendadak ramai. Ramai bukan karena ada orang atau kapal yang terdampar, melainkan karena banyaknya mamalia laut yang disebut dengan paus pembunuh palsu.
Tentu mendengar nama mamalia yang satu ini kita akan merasakan keanehan. Namun memang begitulah mamalia laut ini dinamakan hanya karena mempunyai struktur tengkorak yang sama dengan paus pembunuh yang “asli”. Ia adalah mamalia laut keempat terbesar dari keluarga Delphinidae.
Paus pembunuh palsu adalah spesies lumba-lumba samudra yang mampu hidup berbaur dengan lumba-lumba jenis lainnya seperti lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba sisi putih Pasifik, dan lumba-lumba gigi kasar. Bahkan juga menjalin hubungan seksual, baik biseksual maupun homoseksual. Lalu dari hubungan-hubungan itu tercipta spesies hibrida bernama wolphin.
Makanan utama mamalia ini adalah ikan dan cumi-cumi. Namun tidak menutup kemungkinan mereka juga kerap menyerap spesies lumba-lumba lain yang berukuran kecil, bahkan paus sperma. Anak paus bungkuk juga kerap diserang. Paus pembunuh palsu malah ternyata juga merupakan mangsa bagi predator top, paus pembunuh yang “asli”.
Warna mamalia ini hitam, dan habitatnya berada di perairan tropis dan semitropis. Panjang untuk jantan adalah 6 meter sedangkan untuk betina adalah 5 meter. Ciri khas hewan ini adalah flipper atau sirip depan yang bungkuk di sebelah dalam. Karena sifatnya yang jinak, satwa yang bernama latin Pseudorca crassidens ini kerap dijadikan juga sebagai satwa pertunjukkan di gelanggang samudra karena karakternya yang mudah dilatih, dan kerap dijadikan sebagai koleksi di akuarium samudra.

Paus Kepala Melon
Hasil gambar untuk melon headed whale
Jacks Diving Locker

Bentuk badan seperti torpedo, dengan kepala mengerucut bulat seperti melon, dan berwarna abu-abu gelap. Bentuk kepala yang demikian membuat para ilmuwan menamakannya sebagai paus kepala melon. Spesies yang bernama latin Peponocephala electra ini sering juga disebut sebagai paus melon, lumba-lumba elektra, dan ikan hitam banyak gigi. Ada juga yang menyebutnya sebagai paus kelabu atau abu-abu.
Paus kepala melon merupakan lumba-lumba terbesar kelima dari keluarga Delphinidae. Ia hidup kebanyakan di perairan tropis. Mamalia ini termasuk yang jarang terlihat oleh manusia karena lebih memilih hidup di laut dalam.
Panjang mamalia ini bisa mencapai 3 meter, dan termasuk mamalia dengan tingkat kehidupan sosial yang tinggi karena berada di kelompok yang berjumlah mulai dari 100 hingga 1.000 ekor. Makanan utama mamalia ini adalah cumi-cumi.

Paus Pembunuh Kerdil
Hasil gambar untuk pygmy killer whale
seapics.com

Selain punya versi palsu, ternyata paus pembunuh juga punya yang kerdil. Dialah paus pembunuh kerdil atau Feresa attenuate. Inilah satu-satunya mamalia yang mendapat sebutan “paus” padahal ukurannya sendiri hanya 2 meter atau 6,5 kali. Disebut sebagai paus pembunuh kerdil selain ukurannya memang kerdil atau pigmi, juga karena ia juga mempunyai karakter fisik yang sama dengan orca atau paus pembunuh.
Paus pembunuh kerdil termasuk lumba-lumba berukuran besar nomor enam dalam keluarga Delphinidae. Dibandingkan dengan lumba-lumba besar lainnya, paus pembunuh kerdil adalah mamalia yang selalu menghindari kontak dengan manusia, dan bukan hewan yang bisa melalukan hal-hal akrobatik seperti halnya lumba-lumba. Akan tetapi kebiasaan-kebiasaan lain Cetacea tetap dimiliki mamalia ini.
Karakter lain dari paus pembunuh kerdil adalah sama seperti paus pembunuh yang berukuran besar yaitu gemar menyerang dan memangsa lumba-lumba lain di samping mempunyai makanan utama berupa ikan, cumi-cumi, dan gurita.














Minggu, 28 Oktober 2018

Bendera dan Tatanan Khayalan


Belakangan ini sedang santer berita mengenai pembakaran bendera tauhid pada acara Hari Santri Nasional di Garut, 22 Oktober kemarin. Kejadian itu lantas terekam dalam video yang kemudian disinyalir bahwa yang membakar adalah Banser, ormas milik NU sehingga kemudian muncul petisi untuk membubarkan ormas yang dianggap tidak ramah terhadap umat Islam.
Hasil gambar untuk bendera
Republika.co.id
Namun pihak NU juga Banser menyanggah bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah untuk menyelamatkan NKRI sebab bendera yang dibakar bukanlah bendera tauhid melainkan bendera salah satu organisasi yang terlarang, HTI. Banser yang berpandangan nasionalis-religius berpegang pada prinsip bahwa apa pun yang akan mengancam kesatuan Republik Indonesia harus segera ditindak.
Akan tetapi hal demikian disanggah balik oleh HTI yang menyatakan bahwa itu bukan bendera HTI melainkan bendera tauhid atau ar-rayah, bendera atau panji yang digunakan semenjak zaman Nabi Muhammad SAW. Polemik pembakaran ini terus berlanjut meskipun para tersangka telah ditangkap, dan kemudian disusul dengan aksi bela tauhid pada Jumat, 26 Oktober kemarin.
Kejadian “tidak mengenakkan” terhadap bendera di dunia ini bukan sekali ini terjadi. Tetapi semenjak puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun yang silam. Mengapa saya sebut tidak mengenakkan? Karena bendera yang seharusnya menjadi instrumen untuk dihormati malah diperlakukan dengan tidak wajar. Pembakaran hanyalah salah satu contoh. Selain itu, ada perobekan, penginjakan, atau malah membuat bendera itu terbalik seperti yang dilakukan pihak Malaysia terhadap bendera Indonesia pada SEA Games 2017.
Dari gambaran-gambaran di atas akan timbul pertanyaan mengapa bendera menjadi begitu penting dan sakral padahal ia hanyalah sebuah kain berbentuk persegi panjang yang kemudian dibubuhi warna-warna beserta simbol-simbol? Untuk urusan warna dan simbol coba saja serahkan pada anak-anak TK tentu mereka akan semangat memberi warna yang bermacam-macam mulai dari mejikuhibiniu hingga warna yang acak-acakan dan tak beraturan. Dan untuk simbol mereka tentu akan dengan senang hati menggambar benda-benda yang mereka suka seperti mobil-mobilan, orang-orangan, benda-benda langit, perahu, atau burung.
Tentu saja bendera yang sebenarnya hanya sebuah kain menjadi sakral dan harus dihormati, serta dijunjung bahkan disimpan dalam sebuah tempat khusus oleh karena adanya tatanan khayalan dalam diri manusia itu sendiri. Tatanan khayalan, istilah yang saya ambil dari buku Sapiens karangan Yuval Noah Harari ini, adalah sebuah jejaring berupa imajinasi yang diciptakan oleh manusia untuk mencapai sebuah tujuan. Perlu diingat bahwa manusia itu berbeda dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya yang secara biologis tidak mempunyai struktur gen dan DNA yang komplit. Dua hal inilah yang memungkinkan semut dan lebah bisa bekerja sama karena mempunyai gen dan DNA yang sama, dan seekor lebah pun bisa menjadi seekor lebah ratu jika diberikan makanan yang sudah sesuai dengan gen dan DNA.
Manusia yang tidak punya struktur-struktur yang sekomplit itu tentu membutuhkan hal lain untuk bisa melaksanakan pekerjaan demi mencapai tujuan. Tapi bagaimana caranya? Jika semut, lebah, kawanan domba dan serigala bisa bekerja sama hanya karena mereka tahu bahwa itu kawanannya bukan yang lain, manusia yang tidak mengenal satu sama lain itu bisa melakukannya oleh karena terikat pada jejaring imajinasi atau tatanan khayalan. Tatanan ciptaan manusia ini melingkupi ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dengan tatanan ini manusia akan mempercayai segala sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau mustahil.
Mitos adalah salah satunya. Cerita-cerita mengenai ketidakrasionalan atau di luar akal ini merupakan hal-hal yang harus dipatuhi oleh manusia jika ingin tujuan tercapai. Mitos, baik di zaman Yunani Kuno maupun zaman posmodern, akan selalu mengikat manusia untuk selalu mematuhinya langsung atau pun tidak. Apabila tidak dipatuhi tentu saja akan dijatuhi hukuman, dan karena itu harus dipercayai. Bila di zaman Yunani Kuno selalu ada ungkapan jangan terbang mendekati matahari, dan pada zaman postmodern ini adalah persamaan hak dan kewajiban beserta emansipasi.
Inilah yang terjadi pada bendera, kain persegi panjang yang sebenarnya tidak lebih sebagai hiasan. Ada cerita atau mitos di dalamnya yang merupakan hasil tatanan khayali yang dibentuk oleh manusia. Seperti mengutip Roland Barthes dalam Mitologi tentang makna menjadi bentuk, mitos dari imajinasi manusia yang sudah berbentuk tatanan itu mewujud menjadi hal-hal yang bisa dijustifikasi baik secara hukum, agama, sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Ketika dia mewujud semua orang, siapa pun itu, meski mereka tidak mengenal satu sama lain, namun terikat oleh semacam perjanjian berupa solidaritas akan berupaya membela bahkan menghujat. Dan tentu saja juga akan ada imbalan bagi yang melakukannya, dihormati sebagai patriotik atau dilaknat sebagai pecundang.
Itulah mengapa kita sekarang tidak perlu heran jika ada orang-orang yang bereaksi begitu besar kala bendera yang telah menjadi sebuah identitas hasil dari sebuah tatanan khayalan manusia diperlakukan tidak semestinya atau malah kita juga menjadi paranoid kala ada bendera yang dianggap membahayakan sehingga harus ditindak.
 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran