Pages

Minggu, 17 Maret 2013

Candi Batujaya: Yang Terpencil di Tengah-Tengah Hamparan Lautan Sawah


Tiga perempuan tua itu tampak duduk melepas lelah di teras sebuah bangunan kecil. Sesekali, meski sinar mentari cukup terik menerpa sebagian wajah mereka, berbicara dalam  bahasa Sunda. Tak jelas apa yang dibicarakan ketiganya yang terlihat duduk di bangunan yang nampaknya merupakan sebuah tempat penelitian. Yang jelas mereka ada di situ sehabis memetik tanaman di dekat bangunan tersebut.

Dari tempat mereka melepas lelah, tepatnya di depan mereka dan berjarak sekitar 7 meter berdiri megah sebuah bangunan. Bangunan itu sendiri berbentuk persegi panjang dan berpunden berundak. Di empat bagian bangunan itu terpasang semacam undakan berupa tangga sebagai gerbang masuk ke bangunan. Dan di empat sisi membentang membujur lantai yang nampak sebagai pembingkai bangunan jika dilihat dari kejauhan. Tentu ketiga perempuan itu pastilah tahu bahwa bangunan yang ada di depan mereka adalah bangunan berupa candi yang dinamakan sebagai Candi Blandongan.

Candi Blandongan sendiri merupakan salah satu candi yang berada di kompleks situs Candi Batujaya, Karawang, Jawa Barat. Selain Blandongan, di situs yang dikelilingi persawahan hijau menghampar, juga terdapat Candi Jiwa. Jarak keduanya pun cukup berdekatan jika ditarik garis lurus. Sekitar 10 meter. Keduanya terpisahkan oleh hamparan sawah dan dihubungkan melalui sebuah jalan penghubung yang dipasang untuk memudahkan akses bagi mereka yang berkunjung ke kompleks candi ini.
Berbicara mengenai keduanya, juga berbicara mengenai candi-candi yang berada di Jawa Barat. Jamak diketahui, di Indonesia kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa candi itu ada di wilayah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Sebagian kecil lagi di Sumatera. Memang anggapan itu tidak salah mengingat di wilayah-wilayah di Pulau Jawa tersebut, terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta, terdapat dua candi besar, Borobudur dan Prambanan yang keduanya sudah masuk warisan dunia Unesco. Selain kedua candi raksasa itu bertebaranlah candi-candi kecil sampai ke timur Pulau Jawa. Maka, jika berbicara mengenai Jawa Tengah dan Jawa Timur, sudah pasti orang akan melayangkan pikiran kepada candi-candi. Beda halnya jika berbicara Jawa Barat, yang kebanyakan orang akan melayangkannya pada wisata kuliner dan belanja.

Sebelum ditemukannya candi-candi di Jawa Barat, yang dimulai dari Ciamis, banyak yang mempertanyakan apakah di Jawa Barat terdapat candi seperti di Jawa Tengah dan Timur mengingat di kawasan ini pernah berdiri dua kerajaan Buddha dan Hindhu, Tarumanegara dan Pajajaran. Banyak yang meragukan bahwa di Jawa Barat ada candi mengingat kultur buddhisme dan hinduismenya tidaklah sekuat yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Apalagi kedua kerajaan yang pernah ada di Jawa Barat, Tarumanegara dan Pajajaran, juga tidak jelas runutan sejarahnya. Keduanya hanya bisa dibilang meninggalkan peninggalan seperti prasasati. 

Namun penggalian yang dilakukan oleh Profesor Hassan Djafar pada 1984 mematahkan anggapan tersebut. Berasal dari laporan warga sekitar mengenai adanya temuan benda-benda purbakala ----benda-benda itu tersimpan rapi di museum dekat candi--- di sekitar gundukan di tengah-tengah hamparan sawah, maka dimulailah penelitian dan penggalian terhadap gundukan tersebut yang berlangsung selama 14 tahun. Hasilnya ditemukan 31 situs berupa 11 candi dengan dua situs candi yang sekarang nampak, Jiwa dan Blandongan. Keduanya merupakan candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara dan diperkirakan berasal dari abad ke-2 masehi.

Di masa lampau, kedua candi yang berbahan batu bata merah itu diperkirakan letaknya berdekatan dengan danau. Danau ini sendiri terbentuk akibat beralihnya aliran Sungai Citarum dari utara ke barat. Namun yang menjadi pertanyaan mengapa kedua candi itu harus terkubur begitu lama dan menjadi gundukan. Ada dua versi. Menurut Narto, salah seorang penjaga di museum dekat candi, candi-candi itu terkubur akibat luapan banjir dari Sungai Citarum pada sekitar 1600-an. Itu menurut versi dari badan arkeologi nasional. Sedangkan menurut tim presiden yang diketuai Andi Arief, keduanya tenggelam dikarenakan tsunami purba yang melanda kawasan tersebut. Masih menurut Narto, jika ditarik lurus dari lokasi candi 7 kilometer di depan merupakan kawasan pantai dan logis jika penyebabnya tsunami purba.

Sayangnya, belum banyak khalayak yang mengetahui perihal kawasan candi di Batujaya ini. Seperti yang sudah disebutkan di atas, orang pasti akan mengaitkan candi dengan Yogyakarta. Ini terjadi ketika teman saya mengirimkan gambar hasil potretannya ke Blackberry Messenger. Reaksi bermunculan dan mengira ia sedang di Yogyakarta. Atau malah teman saya juga kaget ketika saya di Batujaya melihat candi. Hal demikian dikarenakan publikasi yang kurang mengenai kawasan ini. Hanya orang-orang tertentu dan yang berminat yang mau mengetahui serpihan masa lalu Indonesia ini. Bukankah dengan adanya candi di Batujaya kita bisa mengetahui bahwa di kawasan ini dahulunya merupakan kawasan yang amat dekat dengan laut jika melihat nama-nama tempat seperti Segaran dan Telagajaya di sekitarnya. Apalagi melalui candi itu pun sejarah Kerajaan Tarumanegara bisa diketahui dengan jelas bahwa kerajaan Buddha pertama di Indonesia rupanya terpecah menjadi Galuh dan Sunda. Keduanya hanya dipisahkan oleh aliran Sungai Citarum.

Keadaan demikian juga ditambah dengan keadaan sekitar candi yang polos dan hanya ada sedikit pohon untuk berteduh. Bisa dipastikan cuaca Karawang yang cukup terik karena dekat dengan laut merajah di seluruh tubuh. Ketika ditanyakan mengenai hal ini, Narto, si penjaga museum beralasan tidak bangunnya tempat berteduh dikarenakan jika dibangun fasilitas tersebut tanpa sengaja akan ditemukan situs baru lainnya yang mungkin masih tersembunyi di balik hamparan sawah. Apalagi di kedua candi itu ada larangan tidak boleh menaiki candi karena alasan penurunan tanah. Yang agak cukup menganggu, kawasan tersebut sengaja dimanfaatkan anak-anak muda cabut dari sekolah untuk berpacaran. Meskipun begitu, kawasan ini bisa dibilang sebagai kawasan wisata alternatif mengingat letak Karawang sendiri yang tidak jauh dari Jakarta. Namun letak keduanya agak jauh dari Kota Karawang sendiri, 42 kilometer.

Mentari masih bersinar terik tetapi ketiga perempuan tua itu memutuskan meninggalkan tempat teduh mereka. Sementara di belakang mereka, terlihat dua wisatawan sedang menikmati candi dengan memotret-motret. Panas pun tak dipedulikan. Dari kejauhan dua candi itu terlihat seperti pulau terpencil di tengah-tengah hamparan lautan sawah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran