Pages

Minggu, 19 Mei 2013

Mau Bagaimana Lagi?


Suara deringan telepon genggam menggema. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 3 dinihari. Keadaan yang mengisyaratkan bahwa kehidupan duniawi sedang senyap dan lelap. Membaringkan raga dan melepas jiwa ke alam mimpi hanya untuk 8 jam. Namun, suara deringan itu, mau tidak mau membangunkan si pemilik raga yang sedang menikmati pelayaran ke alam mimpi. Ia pun terbangun lalu melihat di layar telepon genggamnya. Tertulis nama: Mas Irwan. Langsung hatinya bergumam,

Wah, ada apa nih?

Tanpa banyak ragu ia jawab deringan itu. Hilang. Berganti dengan suara di ujung telepon genggamnya,
“Andri, ini saya dapat laporan dari masyarakat,” kata Mas Irwan dengan suara menekan, “Katanya ada keributan di Matraman. Tawuran antarwarga. Secepatnya kamu ke sana!”

Andri yang diperintahkan seperti itu dengan sigap menjawab,

“Siap, mas!”

Pembicaraan di telepon genggam lalu ditutup. Andri, segera setelah menerima perintah itu, tanpa pikir panjang segera mengambil celana jinsnya, melapisi pakaiannya dengan jaket, mencari kunci motor. Dompet, telepon genggam, STNK, semuanya sudah ia siapkan, dan harus yakin jangan sampai ada yang tertinggal.
Ia lalu segera ke luar kamar melalui pintu belakang yang mempunyai akses menuju ke halaman depan. Di situ motornya terparkir. Segera ia nyalakan setelah sebelumnya membuka pintu pagar rumahnya perlahan. Barulah kemudian ia gedor motornya menuju ke lokasi sesuai dengan yang diperintahkan. Meski kantuk masih menghiasi.

Dibangunkan tengah malam saat sedang tidur, sejujurnya bukan hal yang asing bagi Andri. Sudah sering ia mengalami keadaan seperti ini. Berbalut kantuk pun sudah harus melekat pada dirinya ketika dibangunkan lalu berlanjut ketika bergerak. Bagi orang normal, hal seperti ini terasa mengganggu sebab siapa yang tidak mau tidurnya diganggu apalagi ketika sedang bermimpi indah. Belum lagi jikalau hujan turun yang semakin menambah kelelapan. Tetapi, inilah yang harus dilakukan Andri. Mau tidak mau. Sebab itu bagian dari pekerjaannya sebagai wartawan.

Andri memang wartawan, tetapi bukan wartawan media cetak, melainkan media online. Jika mendengar namanya saja, tentu yang diharapkan adalah kecepatan juga keakuratan. Ya memang seperti itu online. Tidak berpegangan pada proses manual atau cetak yang harus menunggu esok informasi yang ingin didapatkan dan diketahui. Ini hanya berpegangan pada pemasukan data di komputer yang kemudian diberitakan pada saat itu juga segera setelah melakukan peliputan.

Harus diakui, bagi Andri, kerja di online itu memang melelahkan, bahkan tidak kenal waktu sebab sifatnya yang mengandalkan kecepatan. Awal-awalnya, Andri agak terkejut ketika melakoni profesi sebagai wartawan media jenis ini. Sifatnya yang tidak pasti membuat Andri harus bisa-bisa mempergunakan waktu sebaik mungkin. Misal, ketika ingin bersenang-senang, dia harus tahu cara memanfaatkan waktunya itu supaya tidak terbuang percuma. Sebab ketika ia hendak melakukan kesenangan, tiba-tiba datang panggilan. Ini yang membuat dirinya ketika melakukan kesenangan berupa hobi merakit mainan terganggu dan tertunda. Setelah itu, ia berpikir, sebaiknya melakukan kesenangan yang simpel.

Menginginkan kecepatan dan keakuratan, pada awal-awal itu membuat Andri tertekan. Apalagi media tempatnya bekerja ini merupakan media online paling terkenal sejagat di Tanah Air yang popularitas dan kredibilitasnya banyak dipercayai semua kalangan. Maklum, pembawaan kultur dari tempat kerja lamanya di sebuah majalah bulanan masih tertampak pada dirinya sehingga ia harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang ia lakukan pun tidak bisa cepat, namun lama. Melihat itu, atasannya hanya berkata,

“Yang penting kamu mau dan ingin bisa,”

Jawaban itu muncul ketika ia mengeluh bahwa dirinya belum bisa mengikuti ritme di tempat kerjanya sekarang.

Sebab online, bila di tempat kejadian, ia sudah harus punya konsep menulis laporan secara cepat dan tepat. Andri, yang pada awalnya masih terpengaruh kultur di tempat lamanya, masih terbiasa menulis dengan naratif dan panjang. Ia masih beranggapan bahwa laporan itu harus sesuai dengan konsep 5w+1h. Makanya, ketika awal-awal bertugas, ia tidak langsung menulis apa yang terjadi tetapi menunggu itu secara lengkap. Keadaan demikian akhirnya membuat atasannya marah-marah,

“Bodoh kamu! Kejadian sekecil apa pun itu berharga!”

Dari situ ia sadar, jika di online, kejadian sekecil apa pun sangatlah penting karena dari kejadian itulah masyarakat bisa tahu kejadian yang sedang terjadi pada waktu itu juga. Masalah penulisan laporan tidak harus naratif dan lengkap karena setiap kejadian yang dilaporkan secara susul-menyusul itu akan menjadi laporan lengkap.

Perlahan tapi pasti, Andri mulai mencoba belajar menyesuaikan. Akhirnya, ritme itu ia dapatkan ketika meliput sebuah acara konser musik. Dalam setiap detik dan menit, dari tempat berlangsungnya konser, ia menulis laporan sebanyak 7 buah. Dari awal konser hingga berakhirnya konser. Laporan itu yang kemudian membuat atasannya, Mas Irwan, senang bukan kepalang lalu memujinya. Andri jelas senang dengan pujian. Mas Irwan lalu memberinya istirahat sehari atas hasil yang telah dilakukan.

wartaaceh
Sejak itu juga ia mulai menyukai dunia jurnalistik online yang hanya menganut pakem 3w. Pakem yang sejujurnya hampir sama dengan berita-berita sebelum ditemukannya 5w+1h oleh Joseph Pullitzer. Sungguh menantang rasanya, gumamnya dalam hati, apalagi mengetahui dan menginformasikan terlebih dahulu ke khalayak.
***
Beberapa menit setelah ditelepon, Andri sudah sampai di tempat kejadian. Tawuran sedang terjadi. Jalan raya yang kosong di Matraman menjadi ajang lemparan batu dan benda-benda tajam. Halte TransJakarta tak pelak menjadi sasaran meski sama sekali tak mempunyai kesalahan. Andri segera mengambil posisi aman, menulis sambil menuliskan, lalu mengirim via email ke kantornya dengan Blackberry-nya. Kemudian ia berjalan lagi, menyamperi salah satu warga, meminta ucapannya kenapa bisa terjadi tawuran. Insting kewartawanannya kembali muncul saat ia meminta si warga meminta bertemu kepala RT dari salah satu pihak yang bertikai. Sambil menulis di Blackberrynya ia mewawancarai warga dan ketua RT setempat. Kembali ia kirim. Beberapa menit kemudian, laporannya sudah muncul di situs media online-nya dan menjadi headline news. Seketika itu juga, oleh mereka yang masih melek pada dinihari tersebut, bisa melihat dan langsung mengomentari. Trafik pengunjung meningkat pesat.

Matahari perlahan naik. Sinarnya mulai merambah. Kehidupan hendak dimulai lagi. Tetapi itu tak berlaku bagi Andri yang masih siaga di tempat kejadian. Tawuran antarwarga itu akhirnya berakhir pada pukul 5. Setelah tawuran hampir dua jam, polisi akhirnya datang juga dan membubarkan mereka yang tawuran. Di sinilah sambil melihat ia juga membuat laporan kembali tentang kedatangan polisi. Ia lalu mewawancarai kepala polisi mengapa tawuran sering terjadi dan mengapa juga polisi telat datang. Si kepala polisi cuma tersenyum kecut ketika ditanyai seperti itu, tetapi tetap memberikan jawaban.

Setelah keadaan sudah dirasa aman dengan adanya aktivitas yang mulai menggeliat di pagi hari, ia putuskan untuk angkat kaki dari situ.

“Keadaan sudah aman, mas,” smsnya kepada Mas Irwan, “Saya cabut ya!”

“Oke,” jawab Mas Irwan, “Tetapi, ke kantor ya. Ini kita mau kasih penugasan lagi ke kamu,”

“Oke,” jawab Andri tanpa mengeluh walau dalam hatinya ingin istirahat. Lelah dan kantuk masih membalutnya. Tetapi, mau bagaimana lagi, masa iya harus protes. Lagipula ini kan bagian dari pekerjaannya.
Di kantor, Andri segera menghadap ke Mas Irwan. Dengan keadaan masih sayu dan belum mandi, Mas Irwan menerimanya dengan senyum,

“Tadi pas kamu lagi liputan, saya dan Indra sedang berdiskusi mutusin siapa yang hendak liputan ke Belanda menyertai perjalanan presiden sore ini,”

“O, iya ya, presiden mau pergi ya hari ini?” tanya Andri seolah-olah untuk meyakinkan.

“Betul,” kata Mas Irwan, “Kami putuskan kamu yang ke sana sama Robert,”

“Ah, yang benar, mas,” kata Andri sangsi.

“Betul,” kata Mas Irwan meyakinkan, “Sekarang kamu balik dulu ke rumah. Siapin barang-barang kamu. Untuk paspor dan keperluan kamu di sana sudah kami siapkan. Jadi, selamat bekerja!”

“Terima kasih, mas,”

“Segera setelah itu kamu balik lagi ke sini. Siang kamu sudah harus jalan,”

“Oke, mas,”

Selepas itu, Andri segera bergegas ke luar ruangan. Menyalakan motornya. Ia tak menyangka kalau ia yang kemudian akan meliput ke Belanda. Sesuatu yang ia inginkan dari dulu. Meski juga terkesan dadakan. Hari ini ia akan ke Belanda. Dinihari tadi meliput tawuran. Kemarinnya baru dari Kemenkumham. Eh, diniharinya kemarin baru aja pulang meliput di daerah. Serasa ia merasakan tidak ada istirahat. Tetapi, mau bagaimana lagi. Semoga setelah ini akan ada istirahat. Meski itu satu hari saja.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran