Pages

Sabtu, 26 Januari 2013

Alessandra

Alessandra. Sebuah nama yang gampang teringat. Terus terngiang-ngiang di telingaku. Nama yang kedengarannya enak didengar. Meskipun pengucapannya harus ditekan huruf ss yang dobel itu sehingga terkesan nge-bas. Sebuah nama yang menurutku merupakan bentuk betina dari Alessandro. Yang tentunya diserap dari kata Alexander, nama seorang kaisar dari Makedonia yang telah menaklukkan dunia sebelum umur 30. Arti dari nama itu pembela umat manusia. Nama yang bagus artinya.

Dan mengenai Alessandra, dia seorang wanita yang pernah kutemui. Seorang wanita dari belahan benua lain. Berkulit putih, bermata lebar, bermuka bulat, berambut coklat, dan bertubuh pendek. Tetapi, dia mempunyai pesona bagiku yang melihatnya. Bentuk tubuhnya memang aduhai.
***
Ombak terlihat tenang. Cuaca nampak cerah. Berpadu dengan pasir putih yang membuatku terpesona ketika aku menginjakkan kaki di sebuah pantai terkenal di Bali, Kuta. Ya sebuah pantai yang terkenal. Karena terkenalnya menjadi ramai oleh mereka, para wisatawan. Aku ke Bali jelas untuk berlibur. Mencoba melarikan diri dari kepenatan di Jakarta yang rasa-rasanya membuat tubuh ini memang butuh penyegaran. Kebetulan aku sedang ada uang, dan tiket penerbangan murah, maka tak salah kupilih Bali, meski aku sudah ke sana beberapa kali.

Meski sudah beberapa kali, rasa-rasanya tidak ada rasa bosan sama sekali. Padahal Bali sudah banyak berubah. Padat. Malah seperti Jakarta. Di sana sini disesaki bangunan-bangunan tempat hiburan dan belanja. Sama sekali tiada ruang. Dan pantai itu bisa kubilang ruang itu. Dan inilah ritualku tiap kali ke Bali. Selalu ke Kuta yang kondang sampai Kutub Utara.

Kebetulan Kuta belumlah ramai. Maklum masih pagi hari. Biasanya Kuta ramai pada siang hingga malam. Tak banyak wisatawan yang duduk atau malah tidur-tiduran telanjang dada. Sebuah pemandangan yang dirasa biasa oleh masyarakat sekitar. Hm..kalau di Jakarta bagaimana ya? Nah, tebak sendiri deh.

Dan ketika di Kuta, di depanku nampak seseorang sedang berada di depan ombak. Memegang papan selancar. Aku rasa ia pasti hendak berselancar. Kuperhatikan lagi ia seorang wanita. Dan bule. Jelas aku melihat bule pasti aku samperin. Maklum, aku pede kalau berbicara dengan orang asing.

Saat mendekati dia, aku berbasa-basi dengan bahasa Inggrisku yang kubilang lancar,

"Hai," sapaku pelan dan ramah.

Ia yang mendengar sapaanku jelas menoleh,

"Oh, hai," balasnya dengan senyuman.

"Hendak berselancar?" tanyaku.

"Betul," jawabnya.

"Boleh kita berkenalan?" tanyaku lagi.

"Oh, tentu,"

Saat aku dengar suaranya itu, dan juga posturnya, aku mengira pasti ia berasal dari Spanyol atau Italia. Apalagi saat kulihat wajahnya. Tampang Mediterania yang tersirat dicampur dengan kemanisan raut makin menguatkan dugaanku. Ia memperkenalkan dirinya Alessandra.

"Baskoro," kataku memperkenalkan namaku. Ketika ia bilang Alessandra, spontan aku berkata,

"Are you from Italy?"

Alessandra yang mendengar spontanitasku itu tertawa-tawa sambil sesekali tersenyum dan menggeleng-geleng kepala,

"Ah, kamu sok tau,"

Aku pun heran dan langsung berkata,

"Tapi, namamu menunjukkan demikian,"

Ia lalu menatapku. Sebuah tatapan yang membuatku terbius melihatnya. Ditambah raut manisnya.
"I come from Argentina,"
Argentina? Jelas aku heran. Kalau mendengar Argentina biasanya yang langsung terngiang padaku itu sepak bola, Evita Peron, Maradona, bahkan Gaston Castano. Selebihnya tidak. Dan Argentina juga aku mengenalnya sebagai negara berbahasa Spanyol. Seharusnya ia bernama Alejandra. Itulah yang kuutarakan pada dia.
"Apa kamu tahu sejarah Argentina seperti apa?" tanyanya setelah itu.

"Tidak," jawabku, "Can you tell me why?"

Alessandra yang masih memegang papan selancar itu mengajakku berjalan menyusuri pantai. Aku tanya padanya apa ini pertama kalinya ke Indonesia. Dia bilang tidak. Ia bilang katanya pernah ke Pulau Komodo. Weleh, aku saja yang orang Indonesia asli malah belum pernah ke sana.

Alessandra yang terlihat cantik, eksotis dengan kulit putih kecoklatan sebagaimana wanita-wanita dari Amerika Latin, bercerita kepadaku mengenai mengapa namanya seperti orang Italia. Ia bilang di Argentina ada banyak orang Italia. Dan orang Italia merupakan komunitas terbesar di Argentina. Datang ke negara itu pada awal abad ke-20 karena alasan ekonomi. Ketika sampai di Italia mereka mengubah nama Italia menjadi nama Spanyol seperti Domenico menjadi Domingo.

"Kamu pasti tahu kan Gabriel Batistuta?"

"Ya, saya tahu," jawabku yakin, "Pesepakbola kondang kan?"

"Betul," kata Alessandra, "Dia salah satu orang Argentina keturunan Italia. Dan di Albiceleste," Ia kemudian diam, "Kamu penggemar sepak bola kan?"

"Iya,"

"Pasti tahu kan apa itu Albiceleste?"

"Itu julukan untuk timnas Argentina, kan?"

"Ah, betul!" ujarnya senang, "Di Albiceleste ada banyak sekali orang Argentina keturunan Italia. Termasuk juga Lionel Messi,"

"O, ya?" jawabku kaget.

"Iya," katanya bersemangat, "Nama Messi adalah nama salah satu klan di Italia pada abad ke-16,"

"Oke," kataku, "Kamu cantik, tapi pintar juga ya,"

Ia tersanjung mendengar pujian itu, dan bilang,

"Ah, muchas gracias!"

Aku meskipun tidak tahu apa yang diucapkan, tapi mengerti pasti kata itu untuk "terima kasih banyak,"
"O, ya lalu apa nama panjangmu?" tanyaku kemudian.

"Allessandra Messi," jawabnya.

"Heh?" tanyaku terkejut, "Apa kamu punya relasi dengan Messi?"

"Nggak," jawabnya, "Messi itu sejujurnya nama yang umum di Argentina, dan kebetulan Lionel Messi memopulerkannya,"

"Oh, oke. Aku kira kamu punya hubungan dengan dia. Jika ia aku bisa minta tanda tangan,"

Ia jelas tertawa. Begitu juga aku.

Alessandra. Memang dia begitu cantik, manis, dan eksotis. Aroma khas Amerika Latinnya terasa pada tubuhnya. Amerika Latin memang eksotis. Inilah sebuah wilayah dengan percampuran kebudayaan antara Eropa, Indian, Asia, dan Afrika. Percampuran kebudayaan itu yang terlihat pada bentuk fisik orang-orangnya juga hasil-hasil bentuk kebudayaanya seperti sepak bola yang memang populer di sana. Bahkan sudah menjadi agama seperti di Eropa.

Dan bagiku Alessandra orang yang cukup ramah juga. Murah senyum dan senang dipuji. Ketika itu pun aku teringat suatu hal bukankah wanita Argentina suka dipuji seperti halnya wanita Mesir. Bukankah juga kaum Adam di Argentina gemar memuji dan bergombal seperti halnya di Italia dan Prancis? Sebuah bentuk budaya jikalau diterapkan di Indonesia langsung ada reaksi "Ih, apaan sih lo,"

Bahasa Inggrisnya yang nge-bas dan salah dalam pengucapan beberapa kata memang membuatku kesulitan memahami bicaranya, namun aku tetap bisa paham. Bagiku wajar, sebab sistem bahasa Spanyol atau Italia memang membuat beberapa pengucapan seperti harus di-bas. Hm...tapi bagiku menarik.

Perkenalan yang tidak aku rencanakan itu pada akhirnya meninggalkan kesan bagiku. Selama dua hari aku di Bali aku pun bercengkrama dan berjalan-jalan dengan Alessandra. Mencoba menjelaskan apa saja yang ada di Bali, juga di provinsi di Indonesia lainnya. Dia begitu tertarik dengan Indonesia. Katanya cantik dan mengagumkan. Tidak seperti yang dibilang di televisi. Gaya bicaranya yang nge-bas serta pesonanya membuatku tambah tertarik dengannya. Tak ada kesan sombong meski ia berkulit putih. Sebuah prasangka ras yang kadang suka masih terbawa sebab superioritas kulit putih di masa lalu. Tetapi, Alessandra orang kulit putih dari negara dunia ketiga, yang ekonominya hampir sama dengan Indonesia. Mungkin karena itu ia tidak berlaku demikian.

Saat aku hendak berpisah darinya, aku bilang agar datang ke Jakarta, dan kalau perlu mampir ke tempatku. Ia hanya mengiyakan. Ia lalu memberikan aku alamat email, Facebook, dan Twitternya supaya kami tetap dapat berhubungan. Jelas aku senang sekali. Aku pun bilang,

"Muchas Gracias, Senorita,"

Ia tentu saja terkejut, dan bertanya,

"Kamu belajar dari mana?"

Aku bilang,

"Alessandra, di Indonesia banyak sekali ekspatriat dari Argentina. Kebanyakan bermain sepak bola. Nah, salah satu temanku punya kenalan para pesepakbola itu,"

"O, ya? Beruntung sekali kamu,"

"Justru aku yang beruntung bisa bertemu dengan wanita cantik sepertimu,"

"Oh, terima kasih,"

Dan ketika berpisah pula, aku minta foto bareng bersama dirinya. Awalnya, ia kurang sreg, dan buat apa, tanyanya. Aku bilang, ini kebiasaan kami di sini lho terutama di Jakarta, ketemu orang asing lalu foto deh.
Alessandra hanya tersenyum. Senyum itu makin menaklukkan hatiku.

Saat berpisah pun, kupandangi terus wajah dengan senyum manis di hapeku. Rasa-rasanya aku ingin bertemu dia lagi. Dia memang bukan kekasihku, tetapi aku menyukainya. Dan aku merindukannya. Sungguh. Aku hanya berharap bisa bertemu dengannya lagi suatu saat. Kalau teringat dia, aku jadi ingat lagunya Search, Isabella. Tetapi, judulnya aku ganti jadi Alessandra.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran