Pages

Selasa, 01 Januari 2013

Tampan, Cantik, dan Erotis: Diskriminasi dan Subordinasi Penghuni Alam Gaib

Dalam alam kehidupan ini, tentu saja, terutama bagi mereka yang beragama, percaya akan adanya alam lain di luar alam mereka yang terlihat. Alam itu adalah alam gaib. Di alam inilah semua tak nampak secara kasat mata oleh dua bola mata manusia kebanyakan. Hanya mereka yang mempunyai kemampuan khusus yang bisa melihatnya. Di alam ini jugalah, bersemayam para penghuni yang juga tidak kasat mata. Boleh dibilang bangsa jin (selanjutnya saya sebut makhluk gaib atau setan).

Gaibnya sebuah alam tentu juga menimbulkan kepercayaan-kepercayaan akan penghuninya, yang kemudian menjadi cerita rakyat dan urban secara turun-temurun. Pada akhirnya, cerita itu menjadi cerita horor atau cerita seram.

Digambarkan dalam cerita-cerita horor itu, penghuni si alam gaib berpenampilan dan berwajah seram dan menakutkan. Suka meneror, serta mengisap darah manusia. Tentu saja, manusia, yang diperlakukan seperti itu menjadi ketakutan.

Hanya saja, ada semacam gambaran aneh dari cerita-cerita menakutkan itu, terutama karakter gaib yang dijadikan objek dalam cerita. Kebanyakan dari kita tentu populer dan akrab dengan kata "vampir" atau populernya lagi "drakula". Perawakannya yang berupa lelaki tegap dan rupawan menjadikan ia digilai kaum hawa. Dari ketampanan itulah, muncullah kisah-kisah erotis. Kalau boleh saya bilang kisah di ranjang. Kisah percintaan antara Drakula dengan korbannya, yang kemudian ia isap darahnya.

Hal demikian juga terjadi di Indonesia. Anda tentu populer dengan Genderuwo. Hantu dalam mitologi Jawa yang berwujud besar seperti kera besar dan berbulu. Dalam beberapa cerita, Genderuwo dikabarkan juga memiliki hasrat seksual yang tinggi seperti Drakula. Untuk memuaskan hasratnya itu, ia bisa berubah menjadi lelaki tampan atau lelaki yang menyaru menjadi suami seorang ibu rumah tangga. Dari situlah terjadi kisah erotis antara Genderuwo dengan korbannya, si istri yang sedang sendiri ditinggal suaminya.

Hal demikian juga berlaku pada setan perempuan. Penggambaran kuntilanak atau leak atau krasue (hantu sejenis leak di Indocina), begitu juga Nang Tani (hantu penunggu pohon pisang di Indocina) juga diwujudkan dalam sosok wanita cantik. Kecantikannya begitu menggoda kaum Adam yang melihatnya. Ketika salah satu dari kaum Adam itu terpesona, sudah pasti ia akan menjadi korban dengan diisap darahnya.

Keadaan gambaran seperti itu, menurut saya, ada semacam diskriminasi dalam perwujudan makhluk gaib. Hampir dalam setiap literatur rakyat akan selalu didapatkan bahwa makhluk-makhluk gaib seperti itu bersosok tampan dan cantik, serta mempunyai nafsu seksual yang tinggi. Saya pun melihat sifat-sifat itu sebenarnya tertera dalam manusia yang kemudian dimasukkan ke dalam setiap cerita-cerita horor.

Belum lagi citra pornografi juga melekat pada setan-setan perempuan. Kecantikan mereka tentu menaikkan syahwat korbannya yang akhirnya terbius, dan tewas. Bukankah yang demikian itu malah menjadikan perempuan objek subordinasi dari lelaki? Meskipun  ada yang mengatakan bahwa cerita-cerita setan perempuan itu dibuat supaya lelaki jangan kurang ajar kepada perempuan.

Saya melihat hal-hal yang demikian itu karena manusia sebagai pencipta sebuah budaya telah menggunakan kuasanya supaya budaya yang ia ciptakan dipatuhi oleh manusia-manusia lain yang bernaung dalam budaya tersebut. Sebut saja budaya perempuan tunduk pada lelaki dalam pandangan paternalis yang kemudian dikritik oleh feminis. Gambaran itu bisa terlihat ketika seseorang yang rupawan saja bisa menaklukkan seorang perempuan untuk mau menanggapi hasrat seksualnya. Atau kemudian sebuah subordinasi tercipta melalui penggambaran setan-setan perempuan cantik dan penggoda. Dalam pandangan yang konstruktif, hal demikian memang berlaku sebab mengacu pada ketentuan yang ada. Inilah yang terjadi dalam mitologi, dongeng, dan legenda. Sebuah gambaran umum tentang sebuah insan melihat dari fisiknya. Hanya saja, ketika itu kembali dikonstruksikan, atau malah konstruksi itu didekonstruksi, semua menjadi tidak berlaku, dan hanya akal-akalan tidak jelas.

Jadi, pada intinya, saya hanya menyayangkan saja diskriminasi dan subordinasi yang rupanya juga ada dalam cerita-cerita horor. Kasihan setan-setan itu....

0 komentar:

Posting Komentar

 

Statistik

Terjemahan

Wikipedia

Hasil penelusuran