"Lepasin dia, bro," kata Rio kepada Ardi saat keduanya ada di sebuah perahu motor kecil yang ada di atas laut yang dalamnya terlihat sangat jernih. Sinar matahari menerobos masuk ke dalam dengan mudahnya. Memancarkan sebuah dunia yang ada di bawahnya. Terumbu-terumbu karang yang eksotis serta ikan-ikan berenang dengan bebas dan tampaknya gembira, menyusuri dan masuk-keluar karang. Sebuah simfoni di lautan yang terlihat begitu indah dan memukau secara visual. Hati siapa yang tentu tidak ingin menelusuri dan merasakan langsung keelokannya.
Rio dan Ardi tengah berada di atas keindahan bawah air karena aktivitas yang dilakukan Ardi yang memang di situ bukan untuk mengagumi lukisan kenyataan dan natural, tetapi untuk mengambil salah satu penghuni dunia bak negeri dongeng tersebut. Apalagi kalau bukan ikan-ikan yang ada di situ. Mereka sangat berwarna-warni, juga indah, berpadu dengan karang-karang serta rumput laut dan alga yang menari-nari melambaikan tangan kepada yang melihat mereka. Lagi-lagi, hati siapa yang tidak terpukau.
Seekor ikan kupu-kupu warna kuning dengan corak biru di badan dan sirip ditangkap oleh Ardi. Tampak ada kepuasan pada wajahnya menangkap ikan yang bersinar bagai pertama tersebut. Yang kilaunya bisa mengalahkan terik matahari, dan seakan percuma menembus kulit manusia.
Namun tidak halnya dengan Rio. Ia tidak menyukai tindakan Ardi ini yang malah merusak lukisan alam itu.
"Kasihan, bro, tuh ikan," katanya sembari melihat ikan itu yang ada dalam genggaman Ardi dengan posisi ditidurkan, mata melotot, mata menganga, dan insangnya megap-megap. Pertanda ia kaget karena perubahan cepat dari dalam air ke daratan. Ardi yang tahu hal itu segera menaruh si ikan dalam sebuah kotak berisi air. Ikan itu kemudian normal lagi karena bertemu dengan habitatnya meski dalam sebuah kotak.
"Kasihan apanya?" tanya Ardi heran selepas itu. Ia pandangi Rio yang tampak terang karena terik matahari. Rio yang ditatap Ardi seperti itu berusaha tenang seperti tenangnya lautan yang menaungi mereka.
"Kasihan aja harus lo ambil dari rumahnya dia," kata Rio menanggapi keheranan Ardi, "Pasti teman-teman dan orang tuanya bertanya-tanya,"
Ardi yang mendengar itu malah tertawa geli, "Ya elah, Bro, gue kan ngambil juga gue kasih makan dia," Ia lalu menoleh ke bawah ke kotak air yang ada ikan kupu-kupunya yang kini berenang namun sepertinya bingung karena dunianya cuma sebuah kubus yang tidak transparan pula.
"Lo lihat dia," kata Ardi melanjutkan sembari menoleh ke arah ikan, "Dia itu indah banget kayak kupu-kupu di kebun raya yang terbang melintang, membuat penasaran semua orang lalu ditangkap, dan diabadikan dalam lemari kaca super transparan. Lagian kalau itu indah ya apa salahnya selalu harus diperhatikan?"
"Gue ngerinya dia bakal gigit lo, bro," kata Rio kembali menanggapi jawaban Ardi yang agak pragmatis.
Mendengar jawaban itu, Ardi kembali tertawa-tawa, "Lo kenapa sih? Tumben banyak komentar? Biasanya nggak! Emangnya ini ikan hiu bisa gigit? Kebanyakan nonton film lo ya?"
Rio cuma diam. Ia tak mau menanggapi jawaban sahabatnya itu. Ia hanya melihat laut yang tenang dan sekarang tiada ombak meskipun angin kencang menerpa mukanya. Laut walau terlihat tenang di atas, bawahnya adalah sebuah misteri. Demikian ia membatin. Ikan-ikan yang ada di dalamnya memang indah dan memukau, akan tetapi mereka suatu saat akan melawan jika diperlakukan tidak pantas.
"Kalau ikannya berubah jadi cewek cantik sih gue nggak masalah, Bro," kata Ardi lagi di tengah heningnya Rio, "Nah kaya di legenda Danau Toba tuh. Bisa masakin makanan enak dan ya main ke ranjang," Ia lalu tertawa lagi.
"Hati-hati, bro," kata Rio mengingatkan akan perilaku Ardi yang mulai berkhayal dengan hasrat seksualnya, "Cantik-cantik nanti lo yang kapok!"
Ardi sekali lagi cuma tertawa-tawa besar menanggapi perkataan sahabatnya yang dianggap ngalor-ngidul. Tawanya cukup untuk mengalahkan embusan angin yang menerpa mereka berdua. Laut masih terlihat tenang, dan dari kejauhan ada nyiur-nyiur melambai.
***
Air laut datang dan pergi menerjang pantai. Pasir-pasir yang tadinya belum sempat kering harus basah lagi. Kondisi yang sebenarnya tidak menyenangkan tetapi mau bagaimana lagi karena siklus itu akan terus berulang. Sinar matahari menerangi sebagian pasir dan pantai itu. Di situ juga terdapat karang dan bukit yang ditumbuhi rumput-rumput. Bukit-bukit itu tampak cocok jadi pelindung dari sinar matahari tersebut.
Namun suasana di pantai itu sendiri belumlah begitu terik karena masih pagi hari. Ada kabut di sekitar pantai kemudian ada suara burung-burung camar yang saling berkaokan saat terbang dan mendarat. Suara-suara mereka mengalahkan kesunyian pagi pada pantai yang selalu jadi tempat sebuah pengharapan.
Ardi tiba-tiba mendapati dirinya pada sebuah pantai itu. Ia merasa dirinya agak heran kenapa bisa ada di sebuah pantai yang pasirnya cukup putih tersebut. Tiada orang di situ selain dirinya. Yang ia ingat adalah ia berada di sebuah ruangan yang berisikan akuarium besar untuk wadah ikan-ikan hias yang selama ini ia tangkap. Mulai dari ikan badut, ikan malaikat, ikan singa hingga ikan napoleon yang sebenarnya dilarang. Semuanya bagai sebuah orkestrasi yang memukau mata. Ardi tampak puas melihat para koleksi hidupnya berenang ke sana-kemari dalam sebuah ekosistem aquascape yang ia ciptakan. Ia masukkan pohon-pohon daratan, ia buat air terjun, jembatan, dan rumah-rumahan seolah-olah ikan-ikan itu membutuhkannya. Ia yang tersenyum puas melihat koleksinya tiba-tiba merasa kantuk menyerangnya. Ia pun tak kuat, dan jatuh tertidur...
Hanya itu yang ia ingat. Namun, ia tak menyangka jika terbangun di sebuah pantai yang benar-benar sunyi namun indah. Ia coba sadarkan dirinya dengan mengucek-ngucek mata atau menampar mukanya untuk menegaskan yang dialaminya hanya mimpi. Sayang, tetap saja semua seperti itu. Ia tetap di pantai. Ya sudah, mau bagaimana lagi, katanya. Ia kemudian bangun, dan ingin sekali menjelajahi pantai yang sepi ini yang mungkin nanti bisa bertemu orang untuk membantunya.
Saat ia bangun dan berdiri tiba-tiba dari ombak yang berdebur muncullah seseorang yang berjalan mendekat kepadanya. Ia adalah sesosok wanita berambut panjang, yang memakai kemben panjang sampai kaki warna biru laut. Sinar matahari menerpa kedua bahunya sehingga terpantul keindahan itu. Ardi yang melihatnya terkejut. Sangat terkejut. Ia merasa seperti ketiban durian runtuh di hadapannya ada seorang wanita yang ke arahnya sembari tersenyum. Wanita itu sangat cantik baginya berpadu dengan senyum yang menggoda serta warna kulit sawo matangnya yang terlihat putih karena terkena sinar matahari.
Ardi sekali lagi menampar mukanya hanya untuk memastikan yang dilihatnya ini bukan halusinasi. Dan, setelah ditampar, ternyata masih sama. Ini nyata.
"Kenapa mukanya ditampar?" tanya wanita itu kemudian yang tanpa disadari sudah di depannya. Ardi yang melihatnya malah gemetaran pada sekujur tubuh. Ia berupaya menjawab di tengah gemetaran itu,
"Eh, nggak saya kira ada nyamuk datang," ujarnya berdalih dengan senyum seperti orang ketakutan.
Melihat Ardi seperti itu, si wanita dari laut ini tampak bisa membaca yang dirasakan Ardi. Ia lalu berujar,
"Apa saya menakutkan? Kok kamu ketakutan?"
"Eh, tidak," kata Ardi terbata-bata, "Kamu cantik. Cantik sekali!"
"Benarkah?" Si wanita lalu mendorongkan kepala ke arah Ardi. Ia tatap Ardi dalam-dalam. Ia lihat raut ketakutan sekaligus kekaguman. Ardi dari dekat melihat sosok wanita dari laut ini yang benar-benar cantik seperti cantiknya lautan yang penuh dengan karang-karang dan rumput laut. Membuat ia jadi berkhayal lebih jauh akan wanita itu, bagai seorang bidadari yang muncul tanpa disangka-sangka.
Si wanita laut lalu menarik balik kepalanya. Ia kembali tersenyum,
"Main, yuk!" Kata si wanita laut setelah itu.
Mendengar kata itu, Ardi terheran-heran. Ia pun bertanya,
"M..maksudnya?"
Si wanita laut tetap tersenyum, dan dengan pelan ia menjawab,
"Ya, kita main ke laut. Aku mau ajak kamu berenang ketemu teman-teman aku di istana,"
Sekali lagi Ardi keheranan,
"Berenang? Istana? Apa kamu dewi?"
"Ya, boleh dibilang begitu," kata si wanita laut tetap tersenyum lalu mengubah nada bicara dan tatapannya, "Tentu kamu mau juga kan teman-temanku yang seperti aku ini. Mereka bisa bikin kamu melayang dan puas,"
"I..iya, aku mau!" Kata Ardi kini dengan semangat. Tampak hilang sudah gemetar di badannya. Si wanita yang melihat itu kemudian bernyanyi dengan merdu sekali. Ardi yang mendengarnya tampak terpesona luar-dalam. Oh, sudah cantik bisa bersenandung pula, gumamnya kagum.
Si wanita laut yang bernyanyi itu perlahan melepas kemben panjangnya. Kini terlihatlah sebuah keindahan yang bersinar, yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ardi merasa terguncang melihat lekuk dan pahatan indah yang seperti pada dewi Yunani dan Romawi. Sungguh sempurna meski ia punya wajah sawo matang. Tapi itu perpaduan yang aduhai dan sangat berkelas serta elegan. Ditambah ia terus bersenandung dengan tatapan yang buat Ardi tidak bisa menahan air liurnya. Dirinya terus bergolak. Ia sungguh tidak bisa menahan. Ia tak kuat luar dalam.
Ia lepas juga yang melekat pada dirinya. Kini ia sama dengan si wanita laut. Ia ingin mencicipi tubuh si wanita laut dengan keperkasaannya yang menegang. Si wanita laut yang masih bersenandung itu melihat laki-laki yang ada di hadapannya kini sudah seperti dia. Ia lalu melihat benda panjang yang menjadi simbol kekuatan Ardi berkata,
"Kamu boleh juga," ia kemudian bernyanyi lagi kemudian menjauhi Ardi. Ardi pun jadi penasaran dan terpancing. Wanita ini benar-benar memikat dirinya. Embusan angin yang mengibarkan rambut si wanita yang tampak halus semakin meliarkan dirinya. Dengan nyanyian, si wanita laut yang berupaya menjauhi Ardi terus mengajak dengan gestur pada tangannya. Ardi terpancing, dan mengejar. Ia kini bisa mendekati si wanita laut. Ardi yang kini dikuasai nafsu tanpa malu-malu langsung merajah tubuh si wanita laut bahkan bagian sensitifnya. Si wanita laut membiarkan saja sembari merasakan rangsangan. Mereka lalu berciuman dengan mesra. Disaksikan oleh ombak berdebur dan camar-camar beterbangan.
Ardi yang baru kali ini merasakan kenikmatan itu, dan bukan mimpi kini diajak si wanita laut untuk berenang. Mereka berdua berlari dan menerjang ombak. Mulailah mereka berdua menjelajah isi lautan, menyaksikan keindahan laut yang tiada tara, ikan-ikan yang berenang bebas ke sana kemari tanpa hambatan, rumput laut, anemon, ganggang, alga juga terumbu karang. Baru kali ini juga Ardi merasakan keindahan itu seperti ini apalagi bersama dengan seorang wanita cantik. Bahkan Ardi merasa tidak ketakutan ketika ada ikan hiu di depannya yang malah sepertinya hormat pada si wanita laut. Ia lalu bergumam, ternyata benar dia seorang dewi.
Setelah berenang itu mereka berdua muncul ke permukaan. Tampak ada raut gembira pada wajah Ardi.
"Kamu kayaknya senang ya?" Kata si wanita laut menanggapi raut muka Ardi. Ia mulai memandang dengan perasaan tidak suka.
"Ya, senanglah!" ujar Ardi semangat, "Bisa melihat ikan-ikan lalu berenang bersama wanita cantik apalagi dalam keadaan tidak berpakaian seperti ini. Rasanya seperti terbang!"
"Begitu ya?" tanya si wanita laut kini dengan nada menyelidik, "Kamu senang terus kalau aku tidak senang bagaimana?"
Ardi yang mendengar pertanyaan itu hanya menjawab dengan santai,
"Ya, aku tidak peduli kan yang penting aku senang. Aku senang bisa main sama ikan. Apalagi kalau ikannya kamu yang begitu indah dan bersinar. Coba kamu jadi salah satu koleksiku bersama ikan-ikan yang ada di rumahku!"
Si wanita laut tampak tidak suka dengan jawaban Ardi yang egois. Semua diambil demi kepuasan diri dan nafsu tanpa peduli nasib yang diambil.
"Baiklah, kalau kamu senang," kata si wanita laut yang bola matanya kini membesar tajam. Rasa tidak suka itu semakin muncul. Tapi Ardi tampak tidak peduli. Ia anggap paling itu main-main, "Kamu boleh ambil aku sebagai koleksimu tapi..."
"Apa?" tanya Ardi penasaran.
Tiba-tiba ditariknya kepala Ardi ke arah muka dan bibirnya hingga bersentuhan satu sama lain. Ardi merasakan keterkejutan. Ia lumat bibir wanita laut yang tipis dengan penuh kenikmatan di antara kering dan basahnya air. Ia merasakan jiwanya melayang. Namun, di saat seperti itu juga ia rasakan sebuah cengkraman kuat di lehernya. Ia lihat tatapan si wanita laut yang kini berubah menjadi sebuah kemarahan luar biasa. Ia merasa tidak bisa berkata-kata. Ia mencoba berontak. Si wanita laut malah membenamkan tubuhnya ke dalam air mendorong ke dalam. Ardi benar-benar dalam kuasanya. Tak bisa ia melawan,
"Lepaskan mereka atau kamu aku tenggelamkan!" Ujar si wanita laut yang masih berkata nyaring di dalam air. Ardi hanya bisa melotot kaget. Ia benar-benar tidak bisa melawan. Ia rasakan kaki dan tangannya kini dipegang oleh para wanita laut yang lain yang juga marah kepadanya. Perlahan mereka mendorong Ardi sampai ke lapisan laut paling dalam ketika matahari sudah tidak bisa menembusnya. Mereka lalu menghilang seiring dengan hilangnya keterkejutan Ardi.
***
"Loh, ikan-ikan piaraan lo pada kemana?" tanya Rio kepada Ardi saat ia sedang berada di rumahnya untuk sekadar berkunjung. Dilihatnya sudah tidak ada ikan-ikan lagi dalam akuarium besar itu. Benar-benar kosong melompong.
Ardi yang ditanya begitu hanya bisa menjawab sekadarnya ketika sahabatnya tahu bahwa semua koleksi peliharaannya sudah tidak bersamanya lagi.
"Udah pada gue lepasin ke laut,"
"Kenapa?" tanya Rio dengan heran karena ia merasa tidak biasanya sahabatnya berlaku hal seperti itu.
"Gue didatangin dewi laut di mimpi gue minta semua dilepasin," kata Ardi dengan perasaan yang tiba-tiba takut, "Dia cantik tapi kayak monster. Gue ngeri deh!"
Rio lantas menimpali,
"Kan gue bilang juga apa? Hati-hati cantik-cantik bisa jadi monster,"
"Iya, gue nggak mau deh miara lagi," ujar Ardi menyesali, "Kasihan. Biarin deh pada di rumahnya,"
"Nah, gitu dong," kata Rio yang tampak senang sahabatnya menyesali. Ia kemudian menunjukkan foto seorang wanita di hapenya.
"Mau nggak gue kenalin?" tanya Rio setelah itu, "Lagi cari pasangan nih!"
Ardi yang melihat foto itu tampak terkejut. Matanya melotot, mulut menganga lalu menjauh dari foto dengan rasa gemetar dan ketakutan,
"Nggak deh! Makasih!"
Kenapa memang?" Rio pun heran karena kelakuan sahabatnya itu.
"Dia itu yang muncul di mimpi gue!" Jawab Ardi dengan tegas walau ketakutan.
0 komentar:
Posting Komentar